Jumat, 30 Juli 2010

Catatan Milenia .

Melangkah ke bulan , Agustus..........

Setidaknya kita diingatkan bila miliniea Milenia I dan II telah kita lalui, dimana Milenia I, segala aspek peri kehidupan didasarkan pada "adat – istiadat atau tradisi budaya". Sehingga kerajaan yang satu dengan yang lain saling berbeda kebudayaannya. Ibarat "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya". Yang menarik bahwa umumnya mereka menggunakan nama binatang : Gajah, Kerbau, Singa dll, namuan peri lakunya justru mulia atau reflesi sebagai insan kamil -mukamil.
Dalam era itu dapat disebut sebagai era "Managemen Tradisional". Oleh sebab itu bila ada pemimpin yang mengedepankan egonya, maka ketata laksanaannya menjadi sering adat – adatan.

Era Milenia II, mengalami perubahan dimana seluruh perikehidupan didasarkan pada "akal – piker – rasio" . Nama umumnya telah menggunakan simbul - simbul religiusitas, seperti Muhammad, Ibrahim, Musa, Sulaiman, Iman (Samudera), Nur(ad)dhien M Top dll. namun perilakunya tidak identik dan pararel dengan sanh punya nama aslinya. Di zaman akal pikir ini banyak ditemukan berbagai tehnologi modern nan canggih yang memanjakan kenikmatan bagi masyarakatnya.
Sayangnya oleh pemimpin yang memanjakan egonya, ketetalaksanaan di dunia ini sering menjadi "managemen akal – akalan". Akibatnya dunia sungsang bawana balik dan alam pun bergolak di seluruh dunia. Pemanasan global (global warming) menjadi ancaman suatu peradaban, belum lagi adanya "ring of fire".

Maka pada milenia III, seiring abad XV H yang diyakini sebagai "Era Kebangkitan Islam", seluruh aspek peri kehidupan akan didasarkan pada esensi “manusianya – manusia, yakni hati nurani, alfurqon, qolbu”. Sehingga akan marak adanya "Managemen Qolbu". Maka tuntutan HAM marak di seluruh penjuru dunia. Hanya saja, jangan sampai kita terpedaya HAM universal ala Barat melainkan HAM Pancasila yakni antara HAM dengan KAM (Kewajiban Asasi Manusia) seimbang, atau Sila II. "Kemanusiaan Yang Adil & Beradab". Mengapa ? tidakkah sadar bahwa Amerika Serikat, sebagai pelopor dan kampiun HAM melumatkan Afgan dan Irak hanya atas dasar "senjata kebohongan" dan tanpa mandat PBB. Itukah yang kita tiru & agungkan selama ini ?.

Kreweng kita sangka emas sebaliknya emas kita sangka kreweng. Quovadis!
Kaum spiritualis dunia, meyakini bahwa Milenia III ini, merupakan jaman baru "Robbani" atau jaman "Kerajaan Allah" atau disebut juga Jaman Kristus yakni jaman kasih – sayang seiring maraknya isu kiamat.

Dr. Herbert G. Wells, ilmuwan Inggris menyatakan bahwa : "Pada akhirnya, setelah pengetahuan manusia itu bertambah lanjut dalam alam, mereka akan bersatu dalam suatu kepercayaan. Agama - agama yang ada sekarang dalam segala corak dan namanya nanti akan hilang. Semua akan memeluk suatu kepercayaan, yaitu penyerahan dengan segala rela hati kepada Tuhan Rabbul Alamin.

Prof. Dr. Pieer Teihard de Chardin, dalam bukunya "Phenomena of Man", membagi tahap evolusi manusia di dunia dalam beberaha tahapan yakni :
%. Jaman Kosmos (Cosmosgenisis)
%. Jaman Batu (Geogenisis).
%. Jaman Kehidupan (Biogenisis).
%. Jaman Pikiran (Neosgenisis).
%. Jaman Kasih - Sayang.

Maka tahapan pari purna ini akan muncul yaman Baru Rabbani atau "Keluarga Allah",Jaman Kasih Sayang! Bila menurut Paweling Janka Jayabaya ini baru akan muncul pada tahun 2100 M.

Apa lagi fenomena revolusi alam telah mulai nampak dan munculnya badai matahari dan adanya Bintang Nibiru, sebagaimana ramalan Suku Maya yang konon akan terjadi pada tanggal 21 Desember 2012 akan terjadi kiamat yang menuai pro dan konra itu.
Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, bahwa : “Badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.
Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.

SEMIO BUWANA LOKA TENTANG DUNIA PERPOLITIKAN DI INDONESIA.

Bangsa ini wajib bersyukur karena Pileg (pemilihan umum legislative), Pildewandarah (pemilihan umum anggota dewan perwakilan daerah), Pilderperatu (pemilihan umum anggota DPRD Tingkat I) dan Pildeperada (pemilihan umum anggota DPRD tinggat II) serta Pilpres (pemilihan umum presiden) telah selesai dan tak ada pergesekan dan tetesan darah sama sekali yang selama ini dikesankan setiap terjadi suksesi senantiasa dibarengi dengan pertumpahan darah bahkan ada yang menganggap masih adanya tuah “keris Mpu Gandring”.

Dalam kajian ini tidak menyoroti pelaksnaan pemilu dan masalah pelanggaran termasuk masalah klasik tentang Daftar Pemilihan Tetap (DPT) kecuali yang berhubungan dengan muatan spiritualitas bangsa dan Negara ini yang berdasarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Setelah Polda Metro Jaya, benar melaksnakan peraturan bagi pengendara motor yang harus menyalakan lampunya disiang hari bolong, per 1 Januari 2007, penyaji sungguh amat tercenung mengapa jajaran kepolisian membuat peraturan yang tidak masuk akal dimana secara spiritual merupakan bentuk kekufuran atas nikmat dan anugerah TUHAN. Bagaimana matahari nan terang benderang harus masih pula ditambah nyala lamou ? bukankah itu identik menggarami akhir laut ?. Namun setelah menekan gejolak hati, untuk mengambil hikmahnya, ya alam nampaknya hanya meminjam baju polisi untuk menyuarakan pesan - nya!

Maka seiring ditetapkannya peserta Pemilu oleh KPU, penyaji merasa banyak yang begitu aneh dengan Jumlah partai peserta Pemilu 2009 adalah 44 parpol yang tediri dari partai nasional sebanyak 38 parpol dan partai local di NAD sebanyak 6 parlok.

Oleh sebab itu terdapat hikmah apa dengan jumlah parpol peserta Pemilu 2009 mencapai 44 buah itu ? Betapa bulu kuduk ini berdiri, begitu membaca Surat 44 , yakni Surat : "Ad – Dukhaan" yang artinya Kabut. Dengan Surat tersebut nampaknya menandai datangnya akhir zaman, Ayat 10 – 12 difirmankan bahwa : “ Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata yang meliputi manusia. Inilah adzab yang pedih (Mereka berkata) : “Ya TUHAN kami, lenyapkanlah dari kami adzab ini, sesungguhnya kami akan beriman”.

Dalam Hadist yang dikeluarkan Ibnu Jarir dengan sanad dari Abi Malik Al – Asy’ariy ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya TUHAN mu telah memperingatkan kamu terhadap tiga perkara : pertama : Asap (Dukhan) yang membuat orang beriman seperti halnya kena penyakit selesma dan juga membuat orang kafir sampai ia keluar dari semua pendengaran darinya, kedua : (datangnya) mahkluk Dabbah dan ketiga : Dajjal”. (HR. Thabrani).

Penggambaran surat tersebut di atas amatlah tepat (kiamatnya Negara Proklamasi) karena bangsa & negara ini sedang tersapu(t), terselimuti atau terhalang oleh kabut sehingga tidaklah sadar bahwa "bahaya telah mengancam NKRI bahkan sekalipun sejatinya telah runtuh", toh belum juga tersadarinya.
Dalam mitologi Hindu saat ini memasuki "Zaman Kali Yuga" yakni zaman besi atau zaman kegelapan. Penggambaran antara pedut dan kegelapan, esensinya adalah sama. Terangnya hati adalah suatu fenomena yang sudah amat langka, Cahaya Tuhan Seru Sekalian Alam menjauh sehingg gelap gulita, hitam pekat. Sehingga oleh pujangga besar RNg. Ronggo Warsito menyebutnya dengan “Zaman Kalabendu”.(zaman kutukan atau laknat TUHAN).

KAITANNYA DENGAN PARTAI POLITIK 2009 - 2014

Kemudian apa kaitannya dengan partai politik ? Nah untuk mencari benang merah dalam sajian ini sengaja tidak disoroti seluruh partai yang ada melainkan hanya sembilan parpol yang lolos ke singgasana gedung DPR yang merupakan hasil pileg, yakni antara lain :

1. Partai nomer 1 yang begitu indah namanya yakni "PARTAI HATI NURANI RAKYAT" (HANURA). Benarkah Wiranto dapat melaksanakan amanat hati nurani rakyat Indonesia yang
multi kulturalisme ini ? Hal ini tak seorang pun tahu bahkan dikuatkan oleh ayat 1, surat Ad – Dukhaan (Kabut, No. 44) menyatakan "Hanya Allohlah yang mengetahui maksudnya" !
Niat baik Pak Wiranto ini memanmg perlu didukung, namun mampukah ia mewujudkan keinginan seluruh rakyat yang multi etnik, multi agama, multi keinginan, yang terlanjur sekarat ini ? Secara filosofis " Fox Dei – fox populi", suara rakyat adalah suara Tuhan. Maka secara analogis sama artinya Wiranto harus melaksanakan hati Nuraninya Tuhan Seru Sekalian Alam. Luar biasa! Sedangkan sekaliber Bung Karno saja, tidaklah beliau berani, cukuplah sebagai "Penyambung Lidah Rakyat".
Sungguh maha berat tanggung jawab Wiranto. Wiranto, setidaknya ia telah menguak jantranya
jagad yakni tentang tuntutan mileniasebagaimana disebutkan di atas.

2. PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) partai No. urut 8 yang ternyata juga
percaya mitologi, tentang kemujuran angka 8 maka PKS pun diresmikan sosialisasinya pada 8
Agustus 2008. Partai ini cukup fenomenal, sebagai ikon kepartaian masa kini, dapatkah konsisten dengan kitahnya ? Bila kita merujuk pada QS : An – Anfaal (Rampasan Perang, 8) ayat 8 : "Untuk melaksanakan kebenaran itu menjadi kenyataan & untuk menumpas kebatilan supaya lenyap, walaupun orang – orang yang durhaka itu tidak menyukainya".

Juga QS : 44 ayat 8 dinyatakan : "Tiada TUHAN selain DIA ! IA lah yang menghidupkan & mematikan. IA TUHAN mu & TUHAN nenek moyangmu dahulu ! Maka PKS tentunya berkewajiban memelihara dan memberdayakan amanat, warisan dan amanah founding fathers "PANCASILA & UUD 1945", pra amandemen. PKS jangan sekali – kali terbuai oleh berbagai kemenangan, karena sekali saja mengambil kebijakan yang tidak "bener tur pener" (benar dan tepat) maka begitu mahal tebusannya. Maka PKS yang pernah melansir adanya dikatomi leadership antara tua dan muda serta syarat pendidikan bagi capres yang ia suarakan, hendaklah kini dijadikan kaca benggala. Juga termasuk usulannya agar Pak Harto diangkat menjadi pahlawan nasional. Tradisi Ketua Umum PKS setelah ditunjuk sebagai pejabat Negara, mundur dari kepengurusan adalah tindakan yang bijak dan arif. Kini Ketua PKS, Ir. H. Tifatul Sembiring telah ditunjuk menjadi Menteri Komunikasi & Informatika (yang mendapat rapor merah).

Seiring maraknya pro kontra tentang Film Kiamat 2012 dia akan menetapkan itu haram bila MUI menetapkan demikian. Seharusnya sebagai Negara Yang Berketuhanan Yang Maha Esa, bukan sebagai Negara agama, lembaga pemerintah tidak harus terikat oleh fatwa tersebut. Bila dalam film tersebut digambarkan para korban kiamat berlindung di gereja bukan berarti sang sutradara ingin mengkristenkan para pemirsanya, karena di Amerika sebagaian besar penduduknya penganut Christiani sudah barang tentu menggunakan simbul gereja kecuali film tersebut dibuat oleh dan atau di Negara Islam, tentu masjidlah yang menjadi tempat berlindung. Mengapa kita selalu menonjolkan ego dengan ukuran baju kita sendiri ?

Elit PKS lainnya yang termasuk dalam KIB II adalah Drs. Suharna Surapranata, MT sebagai Menneg Riset & Tehnologi juga Ir. H. Suswono, MMA sebagai Menteri Pertanian serta Dr. H. Salim Segaf Al’jufrie, MA sebagai Menteri Sosial. PKS mendapat jatah 4 menteri yang dianggap strategis sesuai namanya.

3. PARTAI AMANAT NASIONALl (PAN), dengan nomer urut 9, saat Pemilu 1999 di kala itu PAN diketuai oleh Amin Rais yang juga menjabat sebagai Ketua MPR, ia mempelopori terbentuknya "Poros Tengah" yang terdiri dari beberapa parpol yang berbasiskan Islam. Sekalipun Mega (PDIP) sebagai pemenang Pemilu, mereka merekayasa "ABM", Asal Bukan Mega ! Oleh karnanya "jender" dijadikan senjata pamungkas, dengan propaganda bahwa "wanita haram hukumnya menjadi Presiden", sedangkan Nyonya Benazir Bhutto, di Negara Islam Pakistan saja mejadi Perdana Menteri dua kali tak satupun diharamkannya. Atas taktik tersebut mengantarkan Gus Dur yang sebelumnya mendukung Mega, menyalipnya ke singgasana Kepresidenan. Namun akhirnya toh Gus Dur pun dilengserkannya, setelah sulit dikendalikan sehingga menjadikannya Mega sebagai RI I. Naifnya isu haram sama sekali tak dipermasalahkan lagi. Yang lebih parah MPR dibawahnya, telah pula merestorasi secara besar – besaran UUD 1945, dengan membonsaikan MPR, dan melenyapkan DPA, dll. yang ironisnya tetap berlabelkan “1945”, yang esensinya merupakan pembodohan kepada rakyat!

Maka bila kita harus kembali kepada Al – Qor'an, kita tak lagi dibuat bergidik lagi karena terlimputi oleh kabut, namun bahkan kini badan menjadi lunglai dibuatnya. Oleh karena dalam QS : Surat ke 9, At – Taubah (Tobat) ayat 9, mengingatkan kita semua : "Telah mereka jual ayat – ayat Allah dengan harga yang rendah juga merintangi untuk mengikuti agama Allah. Sungguh buruk perbuatan yang mereka lakukan".

Ditambahkan QS : 44 ayat 9 : "Tetapi mereka meragukan segala yang disebutkan itu (amanat rakyat yang diberikan kepada Mega/PDIP ?), dan menerimanya secara main – main (penuh rekayasa)". !

Dan sungguh mengherankan karena Ketua Umum PAN Sutrisno Bachir yang tak lagi tertarik menjadi orang nomer satu di PAN menyatakan bahwa : “Parpol itu berkerumun orang pragmatis , hedonis & machiavellis yang menghalalkan segala cara”. Artinya (secara tidak sengaja) ia mengakui atas kebenaran dan kenyataan dari ayat tsb. di atas.

PAN menempatkan Ir. Hatta Rajasa yang didapuk oleh SBY menjadi Menko Perekonomian dan Zulkifli Hasan, SE, MM sebagai Menteri Kehutanan dan Patrialis Akbar, SH yang gagal menjadi anggota DPD dijadikan Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia (yang mendapat rapor merah). PAN mendapat jatah 3 menteri sebagai imbalan berkoalisi.

4. Sebaliknya PKB No. 13 yang masih silang sengketa, sangat mencengangkan karena QS : 44 ayat 1 menyatakan : "Mana mungkin mereka ingat & menyempurnakan janjinya,…………." ?.

Dan bila merujuk Surat 13, Ar – Ra'ad (Guruh) ayat 13 menyatakan : "Dan guruh bertasbih memuji TUHAN, begitu juga malaekat karena takut kepada – NYA. DIA yang menggalakkan halilintar, lalu disambarnya orang – orang yang dikehendaki – NYA. Sedang mereka berbantah tentang (esensi maha benar) Allah. …….". Bukankah kasus PKB sampai ke MA, dimana ia menolak kasasi MLB Parung ini, semuanya hanya saling bantah – bantahan ? tidak melaksanakan anjuran Q : S Ali Imran ayat 159 : " …. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu …".
Juga QS : As – Syura ayat 38 : " … Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka …".

Bukankah Gus Dur dan Muhaimin masih ada pertalian darah ? Dan Muhaimin adalah juga muridnya ?.

Dan mengapa PKB selalu dirundung perpecahan sejak Alm. Matori Abdul Jalil, kemudian Alwi Sihap ? .

Bila negara dalam hal ini MA, PT, PN & Menkumham serta KPU mendzaliminya karena mereka tak menghargai AD/ART partai dimana Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura PKB, tentunya pengajuan Peninjauan Kembali atas putusan kasasi MA dan atau gugatan ke seluruh KPU dll, yang telah dilakukan secara serentak adalah jauh lebih bijak dan arif ketimbang harus dengan pemaksaan kehendak (shock terapy). Adapun penolakannya atas pemilu dan hasil Pilpres secara spiritual dapat dibenarkan karena mereka tidak mewakili bangsa atau rakyat kecuali hanya mewakili mandate dari elit partai politik semata. Dan kita gembira dengan adanya rencana Gus Dur untuk menyelenggarakan muktamar III, sebulan paska muktamar NU yang semula dijadwalkan pada Februari 2010 yang merupakan ajang penyatuan PKB Parung dengan PKB Ancol. Sungguh ini merupakan enlightening!. Sayang bahwa Man Proposes butGOD deposes, Gus Dur lebih dulu dipanggil olehNYA setelah finis dalam dharma dan bakti poja!

Pada hekekatnya Gus Dur secara tidak langsung telah mengantarkan Drs. H. Abdul Muhaimin
Iskandar, MSi sebagai anggota KIB II yang membidangi kementerian Tenaga Kerja & Tranmigrasi juga Ir. A. Helmy Faisal Zaini, Wakil Sekjen PKB sebagai Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.

PKB memperoleh jatah 2 menteri. Dengan dikalahkannya gugutan PKB Munaslub Parung, nampaknya MA hanya menggunakan kacamata kuda. Dan manuver Cak Imin yang dianggap oleh Yenny Wahid inmoral perlu diresapi karena kemenangannya akan berimbas telak pada 2014 dan sadarilah bahwa alam lebih piawai dan huebat!

AKAN RUNTUHKAH NEGARA INDONESIA

Suatu anugerah Tuhan Seru Sekalian Alam nampaknya Nusantara ini dijadikan oleh – NYA sebagai miniaturnya dunia. Tidakkah kita ini merasa sangat bersyukur bahwa di Indonesia ini amat sangat kaya raya tidak saja SDAlam akan tetapi juga SDBudaya, SDSosial & SDSpiritual. Mengapa berbagai ras warna kulit itu ada semua di Nusantara ini ? baik dari yang berkulit hitam dan berambut ikal seperti saudara – saudara kita di Bumi Cendrawasih, sedangkan disana berbeda sekali daerahnya dengan Afrika. Mengapa ? ini yang tak pernah dipertanyakannya. Kemudian yang berkulit putih seperti kebanyakan mojang Priangan, Minahasa, Badui Dalam, Dayak dan lain sebagainya. Yang berkulit sawo matang justru sebagian besar masyarakatnya.

Bahkan nama ACEH sebagaimana telisik Ki Dieng Marwah (Marwoto Sudebyo) alm. seorang pejuang tulen dan spiritualis sejati sehingga selama Pak Harto memerintah beliau tak mau menerima pension dan juga bekerja!. Menurutnya ACEH dapat dianalogikan sebagai refleksi atas seluruh ras di dunia tersebut yakni A (Afrika – berkulit hitam ), China (berkulit kuning), E (Eropa yang berkulit putih) dan Hindis (berkulit sawo matang/coklat). Apakah itu suatu kebetulan ? Tentu tidak !

Namun mengapa kita tidak bersyukur dan bahkan keberagaman, Bhinneka tunggal ika atau e pluribus unum itu oleh sebagian orang diingkarinya ? Bahkan fatwa haram pun dilekatkannya pula oleh MUI ?.

Indonesia atau Nusantara sebagai bangsa timur tentu tak dapat ditata laksanakan dengan agama saja kecuali harus senantiasa berpijak pada “philoshopie, religie & watenschap” (filosofi, agama dan iptek) yang merupakan tiga kesatuan berpijak yang telah dipaterikan dalam jiwa & ruh PANCASILA itu sendiri!

Sedangkan bila bangsa ini mau dan mampu melaksanakan ajaran, pituduh dan warisan leluhur tersebut akan memudahkan mengantisipasi, menyiasati sesuatu yang kurang baik dan juga mampu memberdayakannya dengan maksimal. Memang dengan adanya kerusakan dan ketidak seimbangan alam oleh nafsu, ego & kesrakahan manusia telah menyebabkan anomali & sungsang bawana balik bumi yang kita pijak yakni Negara Proklamasi tercinta ini.

Secara moral dan spiritual bahwa senjakalaning Bumi Nusantara, Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan ”PANCASILA” ini telah terjadi dengan berakhirnya era rezim Bp. HM. Soeharto. Tuntutan reformasi pari purna telah dilaksanakan tanpa tujuan, sesat jalan dan kebablasan.
Dengan penumbangan atas diri Pak Harto dianggapnya telah selesai dan hanya beranggapan negara akan lebih baik namun justru yang terjadi adanya pengingkaran PANCASILA secara masif dengan lahirnya Otonomi Daerah & Otonomi Khusus dan UUD baru, UUD 2002 yang nota bene masih tetap menggunakan atribut ”1945”! UUD Amandemen atau perubahan atau penyempurnaan itu, manakala tidak mengubah struktur dan substansi secara besar – besaran terhadap UUD 1945 yang asli. Sedangkan UUD 1945 paska amandemen itu hanya memuat 25 ketentuan lama (12.5%) sementara kete
ntuan baru sebanyak 174 (87.5%). Sedangkan teramat jelas amanat founding fathers yang tersurat & tersirat terutama dalam Bab XVI pasal 37 hanya mengamanatkan adanya ”PERUBAHAN”.

Hebatnya lagi dalam UUD 2002 adanya eksistensi perwakilan yang telah dituangkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 (pra amandemen) menyatakan bahwa : "Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR.Tapi inilah pula yang telah dikhianatinya. Dengan menggantinya menjadi "Kedaulatan berada di tangan rakyat, yang dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar". Artinya pemilik sah kedaulatan, daulat rakyat itu telah dikalahkan oleh UUD, yang mengubah karakter dasar MPR. Sifat kekuasaannya menjadi restricted potent yang (oleh Panitya Ad Hoc) sengaja diformat agar terbatas & terbatasi oleh UUD itu sendiri. Sungguh hebat dan strategis, ada apanya dibalik ini semua ?

Ironisnya lagi oleh anggota MPR (1999 – 2004) pemegang kedulatan rakyat itu kini haknya telah di split (dibagi) yakni antara lain menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi (MK), dimana ia berhak menguji dan memutuskan terhadap undang – undang apakah bertentangan dengan UUD 1945 amandemen atau tidak. Yang kedua adalah yang menyatakan dirinya ”Dewan Perwakilan Rakyat”, yang sejatinya mereka, para elite anggotanya itu hanyalah mewakili kepentingan partai politik semata sebagai legislator, bukan mewakili daulat rakyat/bangsa.

Analoginya bagaimana mungkin sang pemilik sah kedaulatan itu sama sekali tak lagi berdaulat atas kedaulatannya. Lembaganya (MPR) yang (dulu) memiliki wewenang merumuskan GBHN, kini hanya setara
sejajar dengan para penerima mandat dari sang pemiliknya sendiri ?. Ibaratnya sang pemilik sawah dan ladang kini ia dipasung tak boleh memerintah para penggarap sawah dan memilih benih padi pilihannya itu. Bahkan ia pun tak boleh memilih jenis pupuk karena harus tunduk pada sang penjual pupuk soal pupuk itu paslu atau asli sang pembeli tidak punya hak untuk komplain apa lagi menuntut ?.

Para proklamatoris amat menyesalkan atas sebuah kejumawaan sehingga mereka menilainya, sungguh merupakan adanya alur pikir yang tidak wajar identik dengan hipotesis doktrinnya Romen George Orwell (1984), dibangunnya polisi – polisi pikiran. Bagaimana Orde Baru menjejalkan pengertian bahwa ”Bung Karno adalah merupakan tokoh coup d’etaat atas dirinya sendiri dan Pak Harto adalah penyelamat NKRI dan sebagai Bapak Pembangunan”. Disamping doktrin maka wajib tayang dan wajib lihat bagi anak-anak sd - slta atas Film 'PENGHIANATAN G30SPKI"! Ironisnya lagi di era reformasi justru mengulanginya kesalahan tersebut dengan lebih masif, bahwa demokrasi dimana pemerintahan di tangan rakyat diubahnya ”secara substansial bahwa pemerintahan itu di tangan partai politik” yang dilegitimasi melalui UUD permak – an yang tetap berlabelkan ”1945”. Apakah ini ekses dari cara berfikir ”pro toto totem pro party” atau memang ”No sabe queno sabe – queno sabe”, tidak tahu terhadap sesuatu permasalahan tetapi tidak sadar bahwa sebetulnya mereka tidak tahu.

Namun sepertinya itu mustahil karena mereka adalah para pakar – para ahli di bidangnya. Yang paling berbahaya adalah manakala ada grand – design yang memang ada suatu kesengajaan atas adanya invisible hands – nafas nekolim yang ingin menghancurkan NKRI ini setelah Bung Karno sang pelaku dan propagandis anti nekolim dengan gemilang dapat dihancurkannya setelah bertahun – tahun gagal dienyahkan dengan jalan pembunuhan secara langsung baik dengan pistul, granat maupun senjata berat lainnya yang terjadi belasan kali itu dilakukannya. Dan ternyata begitu mudah untuk menjungkalkan singgasana Bung Karno hanya dengan menjauhkannya dari jiwanya yakni rakyat yang beliau cintai dengan prolog G30S PKI yang sangat kontroversial itu, dimana reputasi Angkatan Darat dipertaruhkannya namun anehnya tiada keinginan untuk meluruskan sejarah yang ada.

Nampaknya kita dapat mengamini pernyataan KASAD Jenderal Ryamizad Ryacudu yang menyatakan bahwa : ”........, perang modern yang kini tengah dilakukan oleh negara – negara adidaya tidak disadari oleh bangsa lain seperti Indonesia. Perang seperti itu dapat menghancurkan sendi – sendi suatu negara, seperti yang terjadi di Rusia & Yogoslavia. Bangsa Indonesia yang sangat besar, memiliki sejumlah kerawanan yang dapat disusupi konsep perang modern seperti itu. Karena itu, sudah saatnya bangsa Indonesia sadar akan bahaya perang modern itu”. (Suara Pembaharuan, Selasa , 21 Desember 2004, hal.3).

Benarkah bahwa demi jargon demokrasi (liberalistik) kita relakan ”Sila IV” kita campakkan ?. Sistem perwakilan tak lagi dikenal karena bangsa yang hetorogen ini diklaim cukup terwakili hanya oleh elit parpol saja. Juga bagaimana (suara) TNI harus hengkang dari DPR/MPR, mereka nampaknya lupa bahwa cikal bakal TNI itu dibentuk oleh rakyat dan untuk rakyat, tanpa kehadiran dan peran sertanya tentunya NKRI ini sudah hilang tertelan oleh imperialis Belanda dan atau Inggris. Penghujatan terhadap lembagadipanya negara adalah suatu kebodohan! Seharusnya penyelewengan yang ada itu seyogyanya diluruskan bukan hak – haknya yang harus dibasminya. Bukankah mereka secara pribadi juga merupakan warga negara yang memiliki hak yang sama ?. Maka kini pun muncul kontroversi itu!

Bagaimana Presiden SBY telah mencanangkan (duluan) progran 100 harinya sementara Program Kerja Jangka Menegah masih belum ditelorkannya ?. Inilah suatu ketimpangan yang absurb bila dibandingkan dengan sistem lama dengan GBHN yang telah digodog oleh pemilik mandat, pemilik sah kedaulatan yang bernaung di bawah Lembaga Tertinggi Negara yakni MPR. Akibatnya suka – suka & kontrol bukan lagi dilakukan oleh MPR akan tetapi oleh para demontran jalanan seperti yang terjadi dalam hiruk pikuk di seluruh pelosok Nusantara yang dipertontonkan bertepatan dengan program 100 harinya Pemerintahan Rezim Presiden Bp. SBY dengan Kabinet Indonesia Bersatu julid II nya, 28 Januari 2010 lalu.

Apapun alibi dan pembenaran Bapak Yudhoyono dan para jubirnya yang begitu bangga dengan masuknya menjadi anggota G20 dan rangking 3 dunia dalam menyiasati terjadinya krisis global. Namun betapa sulit untuk mengelak mengapa betapa banyak orang yang bunuh diri karena stres terbelit ekonomi, bagaimana rakyat yang dulu dapat membeli gula pasir kini tak lagi mampu karena harganya telah mencapai > Rp 12.000/kg di Jakarta. Swasembada gula yang pernah ditargetkan 2006 molor hingga 2014 sehingga DPR pun konon ingin membentuk Panitya Kerja (Panja). Belum lagi kebutuhan 9 bahan pokok lainnya kini bagaikan barang mewah di mata para kawula alit yang papa seiring naiknya TDL per 1 Juli ini. Bukankah berbagai kerusakan itu nyata terjadi yang terefleksikan dengan berbagai kasus demi kasus seperti :

• Kerusakan di bidang penegakan hukum justru dikuasai oleh mafia peradilan, kasus Anggodo
hanyalah riak dari gelombang mafioso hukum yang mengantarkan kelahiran ”Cicak versus Buaya &
Godzella”, yang telah memperdaya institusi penegak hukum yakni Kejaksaan Agung dan Kepolisian;

• Kerusakan di bidang keadilan dengan mencuatnya penjara Bintang V di Rutan Wanita Pondokbambu bagi Neng Ayin dan ratu Narkoba dan maraknya mafia pajak, mafia perizinan, mafia penerimaan catam, caba dan ilegal logging, ilegal fishinh, ilegal maining.

• Kerusakan/ kehancuran di bidang perekonomian yang terwakili oleh kasus ketidak siapan memasuki era globalisasi dimana antara lain hasil produk pertanian nasional seperti jagung, kedelai, padi , ikan, gula, cabe, bawang dll. harganya justru lebih mahal ketimbang barang impor apa lagi kini dilanjutkan dengan negeri Tirai Bambu, Cina dalam bentuk ACFTA (ASEAN – China Free Trade Agreement).Barang – barang buatan China akan membludak,
karena PPn Impor ”NOL %” maka
praktis industri dalam negeri sangat terancam dan terpukul ditambah beban TDL. Akibatnya akan banyak pabrik yang bangkrut, ekses lanjutannya banyak buruh yang di PHK, akhirnya penghasilannya nil sehingga tak memiliki daya beli sama sekali akhirnya kerawanan sosial secara nasional takterelakkannya. Defisit Neraca Perdagangan dengan Cina membengkak berkali - kali.

• Kemudian kehancuran di bidang moneter & fiskal serta keuangan, terefleksikan adanya penafian undang – undang dengan pembengkakan kucuran dana talangan (bailout) yang disetujui DPR guna penyelamatan Bank Century 630 milyar menggelembung 1000 % lebih, menjadi 6, 7 tiliun yang dilakukan oleh BI dan Komite Keselamatan Stabilitas Keuangan (KKSK) yang diketuai Ibu Sri Mulyani Indrawati yang juga menjabat Menkeu sehingga mendorong dibentuknya Panitya Hak Angket DPR Bank Century atau Century Gate. Disamping itu ada upaya pengaburan antara ”Uang Negara” dan ”bukan uang negara”, walaupun amat jelas bahwa pengelola dan uangnya berasal oleh dan dari negara; Dan semakin banyaknya hutang Pemerintah.

• Di bidang pemberantasan korupsi justru melahirkan adanya ”Kriminalisasi KPK”, Sang mantan Ketua yang dijadikan pesakitan Antasari Ahzar yang difonis hukuman 18 tahun penjara. Dan kemenangan Anggodo dalam praperadilan atas dikeluarkannya SP3. Akibatnya Wakil Ketua KPK Bibid Samad Riyanto dan Candra M. Hamzah kembali terancam diseret ke Pengadilan;

Bagaimana rakyat yang konon sebagai pemilik sah kedaulatan, lembaganya telah dibonsaikan ?. Respublika, yakni pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat tak lagi ada. Bangsa (pemilik sah kedaulatan) ini tak lagi berhak atau memiliki kewenangan guna menyuruh Presiden (Lembaga Eksekutip) untuk melaksanakan amanatnya yakni GBHN ?. Sehingga blue print, master plan terhadap pelaksanaan amanat penderitaan rakyat itu tak lagi dikenal. Presiden atau eksekutip sebagai mandataris – kulinya rakyat tak ada lagi karena mereka memiliki program sendiri yang identik bukan programnya rakyat kecuali hanya programnya elit partai politik semata. Nama rakyat hingga kini hanyalah semata – mata dicatutnya. Adanya dana aspirasi yang digagas Golkar sungguh absurb.

DPA sebagai pengejawantahan Wali Sanghanya NKRI dibubarkannya tapi justru menjelma menjadi Dewan Pertimbangan Presiden dan muncul pula Unit Kerja Presiden Pengawasan & Pengendalian Pembangunan dan unit – unit lainnya,serta berbagai puluhan lembaga pemerintah yang saling tumpang tindih..

Akibatnya nusa bangsa ini sungsang bawana balik dan bencana alam senantiasa silih berganti dengan instensitas yang makin menjadi – jadi yang menyebabkan anak – anak bangsa ini menderita, dan entah hingga kapan semua ini akan berakhir ?. Quovadis bangsaku - akan dibawa kemana ?. Manakala kita menggunakan rasa ing pangrasa atau laku hidup Berpancasila dan menggunakan Sila II sebagai ”measurement tool”, bahwa bangsa & negara ini setidaknya telah melakukan tiga pengkhianatan yakni antara lain :

1. Mengkhianati anugerah Tuhan Seru Sekalian Alam yang telah memberkati dan merahmati berdirinya Negara Proklamasi Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 (9 Pasa 1876 SJ/8 Ramadhan 14 1364 H).

2. Mengkhianati wasiat, warisan, amanat (rasa tanggung jawab akan akibat dari segala sesuatu yang diserahkan kepadanya, lawannya khianat yakni penyelewengan) dan amanah (sesuatu yang dipercayakan) para founding fathers, para pendiri bangsa yang telah memberikan dasar idiologis, spiritual dan religius dengan PANCASILA dan juklaknya, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional terutama Bab XVI pasal 37 dimana MPR hanya diberi mandat mengadakan perubahan UUD 1945 karena sangat disadarinya bahwa UUD 1945 sifatnya hanyalah sementara karena dibuat hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan dalam situasi menjelang & berakhirnya Perang Dunia II.

3. Mengkhianati wasiat, warisan, amanat dan amanah Sang Proklamator, Bapak Bangsa, Presiden R.I. I Dr. Ir. Soekarno, yang menyatakan ”Kutitipkan bangsa & negara ini kepadamu”, Trisakti :
Berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Dan Jasmerah, ”Jangan sekali – kali meninggalkan sejarah”!

Untuk itu peran seluruh anak bangsa seyogyanya dalam sutuasi yang sungsang bawana balik, penuh anomali ini, mau dan mampu berkorban dan berjuang lebih dari segala – galanya ketimbang sumbangsihnya sebelum ini karena keadaan berbangsa dan bernegara telah berproses menuju kesenjakalaan Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena Pancasila itu kini telah dinafikannya dan dibiarkan saja tanpa ada kemauan dari penyelenggara negara guna merevitalisasikannya kembali sesuai perkembangan jaman. Maka bila tak ada kesadaran, conciousness atas situasi & kondisi ini, tak lama lagi bangsa dan negara kita ini akan segera mengikuti jejak & nasib kerajaan nasional Sriwijaya, Singhasari dan Majapahit yang tinggal sejarahnya belaka. Relakah ?.

Wacana yang disampaikan Pemerintah dan MPR adanya 4 pilar berbangsa & bernegara yang tidak dapat diganggu gugat yakni : (1).NPKRI (2). Pancasila (3). UUD 1945 dan (4). Bhinneka tunggal ika. Perlu bukti bukan slogan dan bagaimana caranya ? karena :

• NPKRI sudah diredusir oleh Otsus dan Otda sehingga Negara hanya memiliki kedaulatan atas 5 bidang saja yakni : Politik luar negeri; pertahanan dan keamanan; agama; moneter dan fiskal serta yustisi. Namun toh kedaulatan negara nyatanya masih dapat dimandulkan seperti kasus ”DCA” dengan Singapura terlepas banyak kekurangannya toh dengan mudahnya dianulir oleh DPRD maupun gubernur yang wilayahnya dijadikan area Bravo. ? Sehingga perjanjian bilateral tentang ekstradisi menjadi bubar berantakan, sehingga Singapura tetap menjadi persembunyian yang aman bagi para bandit negara.

• Pancasila ? Pancasila yang mana ? karena Sila IV tidak lagi dikenal adanya ”perwakilan”? Unsur bangsa tidak lagi ada perwakilannya kecuali hanya oleh elit parpol ? yang duduk di DPR & DPD yang begitu bangga menyebutnya para senator itu ?. Dan apa buktinya karena ada organisasi agama yang telah menistakan Pancasila dan Garuda Pancasila dianggapnya berhala dan haram juga oleh ulama dan atau tokoh masyarakat, Pemerintah diam saja ?

• UUD 1945? UUD yang mana ?karena UUD permakan adalah sangat liberalistik dan menghilangkan unsur kekeluargaan dan atau gotong royong serta sosialisme – nasionalisme – religius ?

• Bhinneka tunggal ika ! yang mana ? karena ratusan gereja ditutup paksa. Ijin pendiriannya pun luar biasa sulitnya dan bangunan serta masjid tempat beribadah JAI justru dihancurkan oleh yang mengaku Islam dan juga oleh aparat pemerintah sendiri ?. Dan nama junjungan umat Buddha, dijadikan nama bar dan asesoroies, Pemerintah membiarkannya saja ?. Tidaklah sesama umat –NYA, kita begitu jumawa mengambil alih domain TUHAN YANG MAHA ESA dengan menyatakan orang lain yang berbeda dengan kita lantas dengan enaknya kita nyatakan kafir – haram – halal darahnya dll ?. Apakah kita yang menghakimi itu (pasti) lebih baik perilaku dan watak karakternya ?.
Mengapa sudah puluhan tahun pemerintah dan masyarakat tidak pernah terusik oleh keberadaan JAI yang juga telah berjasa ikut mencerdaskan bangsa dengan ratusan lembaga pendidikan dan tak ada gerakan makar atau subversib dari mereka ? Bahkan mengahmadiyahkan anak – didik pun tak ada ?. lalu dharma bakti apa yang telah mereka sumbangkan untuk negeri ini ?.

Sebagai bangsa Nusantara maka tak dapat lepas dari pemahaman holistik ini sebagimana ”jiwa Tantularisme : Tan hanna dharma mangrwa, tiada kebenaran yang mendua”. Oleh sebab itu Kebijaksanaan filsafati & pengetahuan ilmiah semestinya selalu berjalan bergandengan. Sepanjang mengenai tujuannya, tidak ada perbedaan antaraa ilmu dengan seni sarvashastra prayojanam tatwa darsanam. Tujuan utama dari setiap ilmu tak lebih dari pada pandangan mendalam terhadap kenyataan, pemahaman tentang hakekat dunia dan alam semesta. Itulah tujuan akhir dari semua shastra”.(Radhakrishnan, ”True Knowledge” 1978 :23 & ”Faith Renewed”, 1979 : 21-22).

Dalam ilmu filsafat membedakan tetang etika yang menjadi ukuran atas baik dan buruk, estetika tentang indah atau jelek sebaliknya logika membawa pemahaman tentang benar dan salah. Sedangkan hidup sendiri merupakan keseimbangan dari ke tiganya.
Oleh sebab itu sesuatu yang benar belum tentu indah demikian pula yang indah belum tentu baik sebaliknya yang baik belum tentu benar, dan seterusnya.

Kamis, 29 Juli 2010

DESTROYING NATION

Meminjam istilah Jacob Sumardjo, ia menyatakan bahwa : “Indonesia (ini) sedang dilanda neurotic alias gangguan jiwa karena tidak (lagi) mampu membedakan mana realitas factual mana realitas rasional …….”. Teori Romen George Orwell (1984) telah menjadi kenyataan di Indonesia yakni dibangunnya polisi – polisi pikiran. (Kompas, Saptu 5/7/8 hal . 6).

Maka tidaklah aneh bila Soebadio Sastrosatomo dalam bukunya “Era baru pemimpin baru – Badio menolak rekayasa rezim Orde Baru”, menyatakan bahwa : “Sekarang ini seolah – olah sejarah Indonesia dimulai dari lahirnya Orde Baru”.

Sungguh ironis, sejarah telah begitu bengkoknya. Bangsa & Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia setelah 12 tahun reformasi atau satu abad dua tahun kebangkitan bangsa atau 65 tahun kemerdekaan akibat “nation & character building dinafikan dan diganti dengan “economical building” saja, telah menjadikan bangsa ini kehilangan jati diri bangsa sehingga tergelincir menjadi bangsa yang :

• Mengusung anarkisme dijadikan panglima dan penyelesaian terhadap sesuatu masalah.

• Suka mengkambing hitamkan orang lain.

• KKN telah menjadi budaya bangsa.

• Penuh dengan kemunafikan.

• Suka jalan pintas dan malas, berhutang serta meminta – minta dianggap suatu norma yang umum , bangsa ini cenderung memilih yang serba instan.

• Individualistik, kekeluargaan dan atau kegotong royongan telah ditinggalkannya.

• Menurunnya harkat dan martabat atas bangsanya sendiri.

• Narsisistas atas masa lalu dan lebih suka menjadi penonton di tengah pergolakan era globalisasi.

• Tidak mau menghargai para leluhurnya – pejuang – pahlawan – syuhada dan founding fathers serta Proklamator maupun warisan, wasiat, amanat dan amanahnya.

• Mudah sekali terpedaya oleh budaya impor atau manca Negara yang belum tentu sesuai dengan nilai dan jiwa budaya asli Nusantara.

• Tidak konsiten & konsekwen melaksanakan keputusan para founding fathers yang telah diwariskan yakni adanya Negara Prokamasi dengan dasar Negara, pandangan hidup bangsa, filosofi bangsa, sumber tertib hukum, nurani bangsa, ajaran multy khomplek dan alat perekat bangsa “PANCASILA”, yang menjadi dasar idiologis serta UUD 1945 pra amandemen sebagai dasar konstitusi. Semua telah kita khianati sesuka hati kita sendiri.

• Terjadinya pergeseran tata nilai di masyarakat bahwa orang yang berhasil itu kini adalah orang yang hartawan dan perengkuh kekuasaaan soal dari mana harta yang didapatkannya tidaklah penting. Akibat dari semua itu KKN begitu sulit untuk dibrantas dan bila dulu suatu pertunjukan itu mengandung pesan moral sarat dengan nilai – nilai adi luhung kini terjerumus dalam pragmatisme dengan mengedepankan segi humor semata.

Bila sesuatu acara itu menimbulan ger – geran itu yang penting maka setelah pertunjukan wayang (campur dangdutan) kemudian diikuti dengan kethoprak (humor) maka pelecehan lembaga kepresidenan dengan alasan jargon parodia dan demokratisai di bidang pekerja seni dianggap sah – sah saja dengan Republik Mimpi, Negeri BBM dan lain sebaginya, kemudian kini irama lagu Kebangsaan Indonesia Raya pun dengan enteng digubahnya bahkan tidak dilantunkan sekalipun dalam hajat sidang paripurna DPR.Lembaga Keprisidenan sebagai bahan ketertawaan. ironis!

• Demokrasi terjerembab pada demokrasi procedural. Demokrasi di atas kertas deficit penghargan
atas perbedaan dan toleransi.

• Parpolitarisa menjelma menjadi siluman kartel politik dan oligarki kekuasaan. Kekuasaan seolah
hanya milik keluarga yang dapat diwariskan dengan akal –akalan dalam pildasung baik kepada
isterinya dan atau anaknya. Rakyat nampaknya tidaklah berhak mendapat seorang pimpinan yang
capabel dan handal quovadis//


Carut marut berbangsa & bernegara ini atau berbagai anomali yang muncul, seharusnya tidak perlu terjadi bila kita menghayati & memiliki satu bangsa (satu jiwa – satu karakter) untuk melaksanakan amanat penderitaan rakyat yang telah disampaikan oleh para pendahulu kita.

Makna pernyataan tersebut, adalah bahwa bangsa ini merupakan suatu keniscayaan yang dibangun di atas sendi “bhinneka tunggal ika”, unitas in plurifate, kepelangian, keberagaman, keaneka ragaman, atau e pharibus unum dari ratusan suku bangsa yang praktis memiliki multi kulturalisme, suatu keberagaman. Bukan sebagai bangsa satu dimensi!

Namun mengapa justru ditentang oleh anak – anak bangsanya sendiri khususnya kelompok garis keras yang selalu berusaha ingin menyeragamkan adanya keberagaman adi kodratinnya itu serta merasa paling benar adalah merupakan ancaman pluraslisme itu sendiri. UU Pornografi No. 34/2008 yang disahkan pada 30 Oktober 2008 adalah salah satu contoh belum lagi pengharaman tentang pluralisme oleh MUI. Kita lupa bahwa : ”Morality can not be legislated but behavior can be regulated”.

Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia telah diberkati dan di rahmati – NYA namun kita ingkarinya sendiri sehingga bisa jadi kita telah melakukan seperti yang diperingatkan dalam Injil, Ulangan 28 ayat 46 : "Bencana – bencana itu merupakan bukti dari hukuman TUHAN atas kamu dan keturunanmu untuk selama – lamanya.

Ayat 47 : "Kamu sudah diberkati TUHAN Allahmu dalam segala hal, tetapi tidak mau mengabdi kepada – NYA dengan hati yang ihklas dan gembira". Ayat 48 : "Karena itu kamu harus mengabdi kepada musuh – musuh yang dikirim TUHAN untuk melawan kamu. Kamu akan kelaparan, kehausan dan telanjang serta berkekurangan dalam segala hal. TUHAN akan menindas kamu dengan kejam sanpai kamu binasa".

Bukankah ini telah terjadi ? dimana pembentukan UU dibiayai oleh USAID seperti UU Migas, Kelistrikan dan Geo termal. Seperti UUNo. 22/2001 dalam kurun 2001 – 2004 telah dikucurkan dana US$ 21,1 juta termasuk untuk perbantuan tehnis & pelatihan dalam mengimplementasikan UU tsb.(Kompas 12/02/2009).

Demikian pula untuk Pemilu! Quovadis! Bangsa yang tidak berdaulat!

Belum lagi sistem liberalisme yang menyolok dengan adanya tanah yang boleh dikuasai oleh investor asing selama 95 tahun dan saham asing hingga 99% sebagaimana UU Investasi dan sewa tanah hutan lindung maupun produksi hanya dengan sewa Rp 120 – Rp 300/M2 sebagaimana PP No. 2/2008. Lalu alasan apa yang dapat diterima oleh rakyat ?.

Atas berbagai fakta di atas maka pada galibnya "Negara Proklamasi ini esensinya telah tiada " karena satu sisi telah dijadikan "Amerikanisasi" sedangkan di sisi lain pun telah pula dijadikan "Arabisasi". Sebab apa ? karena makin menipisnya "rasa harkat nasional", makin menipisnya rasa "national dignity", makin menipisnya rasa bangga & rasa hormat terhadap kemampuan & kepribadian bangsa sendiri atau rakyatnya sendiri, sebagaimana telah diingatkan oleh Bung Karno itu.

Tak ketinggalan jauh sebelumnya, Ibnu Khaldhun (1332 – 1406 M) yang menyatakan bahwa : "Bangsa Pecundang gemar meniru bangsa yang lebih kuat, baik dalam slogan, cara berpakaian, cara beragama, gaya hidup serta adat istiadat" nampaknya berlaku bagi bangsa kita ini.

Bahkan lebih jauh Bung Karno sendiri, Sang Proklamator, Founding father, Presiden I, mengingatkan terjadinya " A nation in collapses" (satu bangsa yang sedang ambruk), dimana krisis demi krisis sehingga mungkin nanti menjadilah krisis itu, satu krisis total, krisis mental", paparnya.

Kaum reformis telah gagal, seharusnya hanya satu tekadnya yakni return to basic, return to Pancasila & UUD 1945 dan seharusnya menjauhi kerja sama dengan kelompok siapa saja yang katanya mendukung gerakan reformasi akan tetapi tidak berlandaskan Pancasila & UUD 1945 & keutuhan NKRI. Mereka mestinya mau dan mampu mengawal agar dalam barisan reformis tidak tersusupi oleh unsur – unsur anti Republik, anti Pancasila serta UUD 1945. Tapi nasi sudah menjadi bubur, lets by gone be by gone.

Andai saja kita merasa sebagai anak bangsa Indonesia yang senasib sepenanggungan dan berkenan tidak melupakan sejarah, Bung Karno mengingatkan : “Alangkah berbahayanya situasi pada waktu itu. Tetapi Allah SWT memberi ilham. Memberi taufik hidayat akan persatuan kita yang kemudian menjelma menjadi satu dasar yang bisa disetujui oleh semuanya, yaitu dasar PANCASILA, yang sampai di dalam tiga UUD RI tidak akan pernah terangkat. UUD RI Yogyakarta, UUD RIS maupun UUDS RI sekarang ini,

PANCASILA tetap terpegang teguh. Ini karena PANCASILA sudah menjadi suatu kompromi yang mampu mempersatukan golongan – golongan ini. Maka, oleh karena itu, Saudara – Saudara, insyaf dan sadarlah akan keadaan yang berbahaya di dalam bulan Juli 1945. Janganlah kita mengalami lagi keadaan yang demikian itu.! Jangan pecah persatuan kita dan jikalau aku katakan “pecah persatuan kita” itu berarti pecah, gugur, meledak, musnah Negara kita yang telah kita perjuangkan bersama ini dengan segenap penderitaan dan pengorbanan yang hebat – hebat. Kembalilah kepada persatuan.

Aku sama sekali – sebagai tadi kukatakan berulang – ulang – tidak pernah melarang seseorang untuk mempropagandakan idiologiya. Tetapi ingat, accentenleggen kepada persatuan. Jangan diruncing – runcingkan persatuan mutlak , persatuan mutlak, persatuan mutlak. Aku ingat kepada kaum Kristen, Kaum Kristen bukan satu, bukan dua, bukan tiga, bukan seratus, bukan dua ratus, ribuan kaum Kristen mati gugur di dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan ini. Apakah yang menjadi harapan kaum Kristen itu, Saudara – saudara, yang kita pantas juga menghargai pengorbanan mereka ? Harapan mereka ialah bahwa mereka bisa bersama – sama dengan kita semuanya menjadi anggota kesatuan bangsa Indonesia yang merdeka. Jangan pakai istilah minoriteit. Jangan !” ( Kuliah Umum di UI pada 7 Mei 1953 “Negara Nasional dan cita – cita Islam”).

oleh :
Sri Widada Putu Gede

Sabtu, 24 Juli 2010

Melihat Setelah Usia 65 th.

Seiring selesainya program 100 hari di tahun kerbau yang lalu, DPR jalanan pun marak dengan atribut ‘KERBAU Si Bu Ya”nya, sayang dimaknai keliru sehingga membuat gusar beliau. Sapi (kerbau – banteng) jaman dulu justru menjadi nama para kusuma bangsa seperti Mahesa Jenar, Kobo Kanigoro, Kebo Kenanga, Kebo Umar Cuet, Lembu Sora, Munding Wangi, Munding Laya bahkan kepala banteng dijadikan simbul “Sila IV”. Bahkan di dalam agama Hindu maupun Islam sendiri lembu tersebut memilki derajat istimewa sehingga dalam QS ada Surat Al – Baqarah! Bukankah tenaganya dapat dijadikan alat pembajak dan transportasi ?
Susunya dapat mencerdaskan dan menyehatkan anak – anak bangsa ?, dagingnya “ditto” bahkan kulitnya dapat dijadikan pertanda tibanya waktunya shalat dan atau dapat membuat ritme tarian yang kadang licah kadang sendu mendayu kadang garang dan seterusnya. Tak terkecuali telethong dan urinenya dapat dijadikan energy gas dan pupuk//

Di kalangan kraton sendiri bila kirab tanpa kehadiran ‘SANG KERBAU
BULE”, kurang afdol dan konon akan berdampak buruk ?.
Bandingkan dengan diri kita yang merasa sok suci ? dari 9 babahan hawa sanga kita hanya menjadi sumber bau tidak sedap, namun karena masih kedunungan ROH semua berbalik ibarat “tai kucing serasa coklat”, apa lagi manakala roh (rahmani) itu sedang menguasi diri kita sehingga saat pacaran hanya keindahan dan kenikmatan
itulah yang ada. Apapun permintaan pacar kita kita turuti. Namun saat ROH dicabut jasad kita hanyalah membeku dan naifnya tadinya ada yang memujanya, merindukannya sontak ada yangtak berani mendekat bahkan dikatakannya menjadi hantu! Naifnya lagi jasad yang membujur kaku kemudian sangat dinantikan sebagai santapan uret – uret, ulat, belatung dan cacing tanah.

Kecuali ada yang mau kembali pada zaman pra sejarah yang mengawetkan jasad wadag dengan berbagai cara itu seperti di Mesir kuno atau di Trunyam Bali yang tanpa diawetkan namun tak mengeluarkan bau apapun//Mari kita renungkan berguna laskana mana antara kita dengan kerbau itu ?
Bila kita yang ditasbihkan sebagai kalifah yang bertugas mewujudkan terciptanya rahmatan lil alamin, atau memakmurkan alam smeseta namun justru melakukan "DEHUMANISASI" apapaun alasannya? Nah jumbuhkah dewngan 'RASA ING PANGRASA" ? SEBAGAI MANUNGSA ?

• Akibat UUD 2002 yang telah menghapus DPA, maka sebagai hak prerogative Presiden, Lembaga kepresidenan membentuk satuan – satuan tugas seperti : berbagai asisten khusus; juru bicara Kepresidenan; Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres); Unit Kerja Presiden Pengawasan & Pengendalian Pembangunan (ketua :Kuntoro M); Unit Kerja Presiden Bidang Pengelolaan Program & Reformasi Ket : Marsilam Simanjuntak) dan satgas pemberantasan mafia hukum dan korupsi.

Belum lagi berbagai LNS (lembaga non structural) dll yang begitu banyak dan tumpang tindih.

%. Liputan6.com, Jakarta: Deklarasi "Suara Anak Indonesia" batal dibacakan di hadapan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hari Anak Nasional di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, Jumat (23/7) siang. Pembatalan, membuat kecewa ratusan anak yang merumuskan delapan butir aspirasinya dalam kongres anak di Bangka Belitung pada 22 Juli lalu.

Kekecewaan mendalam di antaranya dirasakan Arief Rochman Hakim. Peserta dari Bangka Belitung ini mengaku merasa aspirasinya dibatasi. "Kami sangat kecewa," kata Arif. Pun demikian dengan Maesa Ranggawati Kusnandar, perwakilan dari Jawa Barat. Dia mengaku acara pembacaan deklarasi "Suara Anak Indonesia" sudah ditunggu-tunggu oleh anak-anak lainnya.

Apa yang menimpa dua wakil kongres anak itu sungguh bertolak belakang dengan apa yang
berulang kali disampaikan Presiden SBY di acara itu. Apalagi di saat bersamaan Presiden Yudhoyono juga mencanangkan Gerakan Nasional Indonesia Sayang Anak. Apabila demikian, benarkah negeri ini masih memprioritaskan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa(JUM)!
Ini bukanlah kesalahan SBY melainkan Panitya yang tidaklah bijak esensi peringatan anak Indonesia namun suara mereka yang disuarakan dalam konggres anak di Babel yang dihadiri 300 anak dari seluruh Nusantara sehingga mampu merumuskan 10 diktum Deklarasi Anak Indonesia pada 22 Juli 2010 menjadi menjadi mubazir adanya. lalu apa hikmah dari kasus ini ?
Mengapa bahasan Mahesa bersamaan dengan kasus Mahesa diikuti pula pada Mahesa Ranggawati yang gagal membacakan deklarasi tersebut ?. Kemudian bila beberapa hari lalu secara tidak langsung banyak masyarakat yang merasa terganggu dengan konvoi rombongan SBY, kini kekecewaan pun justru dirasakan oleh anak - anak Indonesia yang ironisnya terjadi pada hari bersejarah "Hari Anak Indonesia", 23 Juli 2010.


DAUR ULANG SEJARAH : IBARAT SIRIH TEMU ROSE LEMAH KUREP BILA DIGIGIT SAMA RASANYA



Sidang pembaca yang budiman esensi kesamaan kuduanya adalah pada kerapuhan, kerentanan dan kekeroposan sebuah rezim akibat inviltrasi agama baru bagi mayoritas penganut Syiwa (Hindu) Buddha tatwa yang kala itu dianut oleh sebagai besar warga kerajaan Majapahit. Seiring dengan perjalanan sang waktu maaka Kemudian penyebaran Islam berhasil mencapai kejayaannya sebagai hegomoni bangsa yang jumlahnya kini > 90 % jumlah penduduk Nusantara. Namun sebagai mayoritas penduduk nampaknya sulit untuk dapat menafikan bahwa umat Islam Indonesia secara social ekonomi justru sebaliknya karena ditinjau dari sisi kwalitasnya justru menjadi minoritas.
Para tokoh agamawan, para kyai dan ulama telah menorehkan maha karya baik yang terwadahi oleh organisasi keagamaan seperti NadLatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang ikut membidani lahirnya Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia mereka sepakat untuk mendirikan Negara Proklamasi yang berdasarkan “PANCASILA”. Apa lagi NU dengan nandliyinnya yang terbesar itu dari awal memiliki pedoman: "Al – muhafazhah 'ala al – shalih wa al akhzubi al – jaded al ashlah" atau "Menjunjung tinggi warisan leluhur yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik".

Demikian pula Muhammadiyah, yang keduanya telah mempelopori pula disamping pendidikan tradisional dalam bentuk Pondok Pesantren juga mendirikan berbagai pendidikan modern bahkan rumah sakit dll. Namun nampaknya dengan semakin tingginya ledakan penduduk terasa bahwa semua karya dan dharma itu masih belum dapat mengimbangi kebutuhan masyarakat luas. Para ulama pun dalam munasnya di Situbondo pada 1983 secara aklamasi telah menerima “Pancasila sebagai satu – satunya azas”. Namun bagaimana perkembangan berikutnya ?.

Kini diusianya 65 tahun Indonesia merdeka kemapanan pilar keberagmaan kembali terusik oleh membanjirnya idiologi Islam transnasional yang mengusung kekerasan menjadi landasan perjuangan yang memiliki motto : “Hidup sejahtera atau mati sahid” dan menghalalkan darah orang lain dan atau pemaksaan kehendak serta mengambil alih domain kepolisian dll. Yang semua itu sejatinya justru mendegradasi dan merendahkan nilai - nilai Islami yang dipegang teguh oleh kedua organisasi agama terbesar di tanah air ini. Bahaya ini tidak saja menghantui eksistensi ke dua lembaga agama terbesar tsb. akan tetapi juga mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara.

Sebagai upaya cegah dan tangkal, keduanya mengadakan survey dan membuat buku dengan judul “ILUSI NEGARA ISLAM EKSPANSI GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL INDONESIA” yang diterbitkan oleh LibForAll Foundation, dimana bedah buku dilaksanakan pada 16 Mei 2009 di Hotel Grand Melia Jakarta. Strategi mereka disinyalir begitu canggihnya seperti : dengan penguasaan masjid, penyusupan ke institusi pendidikan dan atau ke pengajian – pengajian yang nota bene merupakan anggota Muhammadiyah dan atau NU. (bahkan ke MUI dan juga ke berbagai lembaga /institusi Negara).
Tuduhan pengikisan umat itu dialamatkan ke Partai PKS dan penyokong gerakan Negara Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bersama Ikhwanul Muslimin, ketiganya dalam buku ini dianggap berusaha mengubah wajah Islam Indonesia yang santun dan toleran menjadi wajah yang sombong, garang, kejam, penuh kebencian dan merasa berhak mnguasai. (Gatra 3 Juni 2009 “Peperangan Pendawa Melawan Kurawa”0.
Maka dapatlah dipahami bila kedua lembaga tersebut seiring muktamar dalam rangka penetapan Pengurus baru , pejabat terasnya ada yang diambilkan dari mantan pentholan BIN yang ulama.

Yang lebih memperihatinkan dalam milis Hizbut Tahrir (bila itu benar miliknya) mereka “MENGHARAMKAN PANCASILA & menjungkir balikkan lambang ‘GARUDA PANCASILA” yang oleh mereka dianggap sebagai ‘BERHALA”. QUOVADIS BANGSAKU!

Sekalipun kita merasa (agak) lega karena akhir –akhir ini baik MUI, Muhammadiyah dan NU melarang dan mengharamkan “TINDAK KEKERASAN” atas nama agama! Pemerintah sebagai penyelenggara Negara tentunya tidak boleh membiarkan upaya militansi tersebut berjaya sehingga NEGARA PROKLAMASI KESATUAN REPUBLIK INDONESIA” tercabik – cabik dan menyusul nasib kerajaan Nasional Sriwijaya, Singhari dan Majapahit. Nah layakkah yang tidak pernah ikut berjuang dan memanggul senjata serta mempertahankan Negara Proklamasi jutru berlaku seenaknya ? Sangatlah adil bila ingin mendirikan Negara agama bukanlah di Nusantara ini yang telah tersucikan oleh darah para pejuang, para syuhada dan para pahlawan bangsa. Sebagai seorang muslim sejati tentu terikat oleh peri laku yang berbudi pekerti luhur dengan tunduk dan patuh terhadap “Aturan Negara, aturan Agama dan aturan Masyarakat Nusantara yang menjunjung tinggi “Bhinneka Tunggal ika” demi terpeliharanya “Kerukunan antar umat ber – KETUHANAN YANG MAHA ESA (tidak sekedar beragama) sebagai sebuah Negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 29)”.

Sebagai umat Islam yang menyusu dan menyerap sari pati bumi Nusntara mempunyai kewajiban untuk melaksanakan dan mengobarkan semangat dan jiwa “Hubbul wathan minal iman”, cinta Negara adalah sebagian dari iman. Maka seruan Ketua MK, Mahfud MD yang direleased ANTARA tgl. 22 Juli 2010 dengan judul : “ Mahfud: Negara Tidak Boleh Jadi "Tangan" Agama sangatlah bijak dan perlu dipahami bersama.
QUOTE : Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan, di dalam negara yang bukan negara agama seperti Indonesia, negara tidak boleh menjadi perpanjangan "tangan" agama. "Negara tidak boleh mewajibkan apa yang diwajibkan agama atau melarang yang dilarang agama," kata Mahfud saat menjadi pembicara dalam halaqah perdamaian International Conference of Islamic Scholars (ICIS) di Jakarta, Kamis. Menurutnya, kewajiban negara terkait agama adalah melindungi warganya yang memeluk agama.

Hukum agama, lanjutnya, hanya menjadi salah satu bahan di dalam penyusunan hukum negara."Itulah negara kebangsaan religius. Beda dengan negara agama," katanya. Karena itu, menurut Mahfud, sangat tidak realistis jika ada kelompok agama yang ingin memaksakan agar negara Indonesia menerapkan secara formal hukum dari agama tertentu, sekalipun agama yang dipeluk mayoritas warga negara.

"Sebenarnya, saat ini prinsip Islam sudah sangat mewarnai hukum Indonesia meski tidak diformalkan," katanya. Bahkan, dalam beberapa kasus, upaya untuk memformalkan hukum Islam di dalam hukum positif negara justru kontraproduktif, misalnya dalam kasus Rancangan Undang Undang (RUU) Pornografi. "Dulu semua fraksi setuju untuk mengatur pornografi di dalam undang-undang. Penolakan justru muncul setelah ada yang mengait- kaitkan persoalan ini dengan Islam," kata Mahfud.UNQUOTE

Di pihak yang lain, seorang pemikir yang bernama Syafi’i Anwar menyatakan bahwa : ”berpandangan pluralisme sering dipahami secara salah dengan menganggap menyamakan pandangan agama-agama yang berbeda. ”Itu salah besar, Pluralisme itu mengakui keberagaman orang lain, tanpa harus setuju. Selain itu, yang terpenting bukan sekedar toleran, melainkan menghormati ajaran agama orang lain dan sadar betul bahwa keberagaman orang lain itu bagian yang sangat fundamental dan inheren dengan hak azasi manusia, katanya. Lebih lanjut, ia menambahkan : ”Islam sendiri sebetulnya juga mengajarkan pluralisme”. Ia percaya, untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang keberagaman yang beraneka ragam, solusinya adalah pendidikan pluralisme dan multi-kulturisme di sekolah. Ide tersebut sejalan dengan Deklarasi Bali tentang Membangun Kerukunan Antar Agama(21 Juli 2005). Anwar menambahkan :”Yang terutama diajarkan adalah sejarah agama-agama. Saya kira seseorang yang paham (tahu) sejarah agama-agama tidak akan pernah jadi radikal”.
Ketika ditanya, masa depan pluralisme dan multi-kulturisme di Indonesia itu seperti apa? Jawabnya pada Kompas :”Tidak selayaknya orang Islam mengklaim mayoritas karena sejak awalnya, masuknya Islam ke Indonesia melalui dakwah kultural, tak melakukan pendekatan melalui Syariah. Bahkan unsur Sufisme, Tassawuf sangat besar dalam mengembangkan Islam di Indonesia karena Islam harus beradaptasi dengan unsur lokal. Harus beradaptasi dengan kepercayaan dan kebijaksanaan lokal (local wisdom) lainnya.
Karena itulah, kalau kemudian Islam menjadi mayoritas, tidak selayaknya mereka menilai rendah kepada minoritas. Sayangnya, dakwah Wali Songo yang terbukti dalam sejarah berhasil menyebarkan Islam melalui kultural harusnya menjadi contoh. Bagaimana Sunan Kalijaga memasukkan unsur Islam dalam cerita pewayangan. Tentu itu harus dijadikan pengalaman berharga dalam melakukan dakwah”, katanya.

Atas berbagai fakta di atas maka pada galibnya "Negara Proklamasi ini esensinya telah tiada " karena satu sisi telah dijadikan "Amerikanisasi" sedangkan di sisi lain pun telah pula dijadikan "Arabisasi". Sebab apa ? karena makin menipisnya "rasa harkat nasional", makin menipisnya rasa "national dignity", makin menipisnya rasa bangga & rasa hormat terhadap kemampuan & kepribadian bangsa sendiri atau rakyatnya sendiri, sebagaimana telah diingatkan oleh Bung Karno itu.

Tak ketinggalan jauh sebelumnya, Ibnu Khaldhun (1332 – 1406 M) yang menyatakan bahwa : "Bangsa Pecundang gemar meniru bangsa yang lebih kuat, baik dalam slogan, cara berpakaian, cara beragama, gaya hidup serta adat istiadat" nampaknya berlaku bagi bangsa kita ini. Bahkan lebih jauh Bung Karno sendiri, Sang Proklamator, Founding father, Presiden I, mengingatkan terjadinya " A nation in collapses" (satu bangsa yang sedang ambruk), dimana krisis demi krisis sehingga mungkin nanti menjadilah krisis itu, satu krisis total, krisis mental", paparnya.
Pendek kata demokrasi adalah suatu penghormatan atas perbedaan apapun adanya yang semuanya ditujukan untuk memayu hayuning bawana. Jadi demokrasi yang tujuannya hanyalah demi kekuasaan belaka dapat dikatakan sebagai politisasi demokrasi atau demokrasi prosedural.
Sungguhpun demikian intuisi Bung Karno tentang perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini amat tepat. Bahkan jauh hari Bung Karno telah mengingatkan perkembangan demokrasi yang terjadi saat ini bahwa : " Nyata kita dengan apa yang kita namakan demokrai itu, tidak menjadi makin kuat dan makin sentausa, melainkan menjadi makin rusak dan makin retak, makin bubrah dan makin bejat"!.
Pada peringatan 17 Agustus 1956 Bung Karno mengingatkan, bahwa : “......, kebebasan tidak berarti kenetralan. Kita tidak netral dalam menghadapi baik dan buruk, ... Kita tidak netral dalam menghadapi pilihan idiologi. Kita pasti memihak kepada ajaran Pancasila. Adakah suatu politik yang dipimpin oleh kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menjunjung tinggi rasa perikemanusiaan, yang menghormati rasa kebangsaan, yang mempraktekkan kedaulatan rakyat, yang melaksanakan cita – cita keadilan sosial. Adalah politik yang demikian itu suatu politik yang tak mempunyai moral ? Jika orang belum dapat menilai moral yang setinggi itu, maka sungguh kita tidak mengerti apa yang dinamakan moral !

Sebagai kata akhir dari renungan daur ulang sejarah ini terkait dengan “JASMERAH”, narasi sejarah lahir, tumbuh dan dewasanya “PANCASILA” sebagai rahim kebudayaan berarti bangsa ini harus memahami terhadap gagasan atau alam piker dan makna yang berkaitan dengan factor social, politik, ekonomi, cultural dan religi serta moral dan spiritual bangsa. Maka kembali ke PANCASILA dan UUD 1945 pra amandmen adalah merupakan “condition sine quanon” sebagai langkah awal melasanakan wasiat, amanat dan warisan serta amanah para founding fathers dan kemudian melaksanakan UUD 1945 seca murni, konsisten, konsekwen dan berkesinambungan agar amanat penderitaan rakyat itu dapat terlaksana dengan baik, benar, tepat dan bersih.//

Marilah kita belajar menjadikan diri kita masing – masing sebagai Proklamatoris (pewaris NPKRI) yang berjiwa Pancasilais ; yang Islami, yang Christiani, yang Hinduis, yang Budais, yang Kong Hu Chuis dan atau yang spiritualis.
Jangan sampai apa yang dikatakan Dimas Darma Eka sebagai pasemon bahwa : “Jika Togog, Semar dan Bathara Guru tdk menyatu, goro-goro yg terjadi.....jika cipto, roso dan karso tidak menyatu, kemunafikan yang dialami.......jika tubuh, roh dan dzat hidup tidak menyatu, keraguan langkah dalam hidup yang terjadi.....jika Shiwa, Brahma dan Wisnu tidak menyatu, kehancuran alam yang terjadi......jika ekskutif, legislatif dan yudikatif tidak menyatu, kebobrokan mental yg terjadi....

Semua kitab suci yg diturunkan manusia berupa "pasemon/sanepo" banyak juga yg berisi sentilan2 hati.... begitu juga dengan kitab yang tersirat baik dalam alam manusia maupun alam jagad raya.....
Jika manusia sudah "kebal" dengan sentilan2 hati pada kitab yang dianutnya....jika manusia sudah "ndableg" dengan sentilan yg diberikan alam.... Maka jangan salahkan jika pusaran energi alam akan me-revolusi penghuninya.... sebab alam butuh keseimbangan...seperti halnya negara butuh keutuhan dan kesatuan ketiga faktornya, bukan saling jegal dan menjatuhkan apalagi saling mencari isi....rekening “ unquote!
Daur Ulang bagian dari Alam Sementa Raya dengan seribu ragam manifestasinya itu nampaknya sulit untuk kita hindarkan bilamana tetap saja kita menjadi Togok – Togog bukan Tokoh pengukir sejarah bangsanya// KARMANE FA DIKARASTE MAPALESYU KADYATJANA//

Renungan VII ini untuk sementara kita anggap selesai dan tak lupa kami haturkan terimakasih atas perhatian dan peran para kadang dan mohon dimaafkan khususnya bagi kadang pembaca yang tidak nunggal rasa. Semua kembali kepada Karsa dan Kuasa –NYA! Karena ‘MAN PROPOSES BUT GOD DEPOSES”, MANUSIA BERHAK MERENCANAKAN NAMUN SEGALA KEPASTIAN DI TANGAN GUSTI!

original
http://www.facebook.com/awareness.mindset?v=wall&story_fbid=134483569921066#!/notes/sriwidada-putu-gedhe-wijaya/penutup-renungan-vii-serie-i-daur-ulang-sejarah-brawijaya-v-rezim-sby-/134274739943167

Follow : 28 + 14 comment.

Kamis, 22 Juli 2010

Anggodo bikin gonjang ganjing.

Keprak Nusantara " gonjang ganjing langit kelap kelap katon tontonan aril lawan lunamaya oooooo autaaa gemleger suaraning infotaiment anyauti ....rep sanaliko kesirep solah bawaning sang Anggodo ".

Kocap kacarito ki Sriwidada Putu gedhe paring uninga :

Setelah sasmita kebangkrutan nasional yang telah terpapar di depan kita masih pula diberi peringatan oleh alam. Anggodo Widjojo CS sejatinya dipinjam oleh Alam guna menyadarkan bangsa dan negara ini agar segera sadar, tahu, mau dan mampu hijrah memperbaiki diri sesuai dan selaras dengan amanat PANCASILA & UUD 1945 PRA AMANDEMEN.

Oleh sebab itu semoga ini bukan bentuk pelanggaran HAM dan pelecehan terhadap nama - nama yang terkait disini karena semata - mata dalam rangkan menguak hikmah apa dibalik min aayaatillah (ayat - ayat TUHAN) ini. Maka sebelumnya kawula mohon dimaafkan utamanya dari OM ANGGODO, BUNG SUSNO dll. Karena apa yang dialaminya pun bisa jaditerjadi pula pada diri kita ?.

Bila saja ada polling orang - orang yang memenuhi berita baik via layar kaca maupun media cetak terdapat 3 nama yakni "ANGGODO WIDJOJO - KOMJEN SUSNO DUAJI & SRI MULYANI". LALU APA RELEVANSINYA ?

A. ALEGORIS ANGGODO WIDJOJO

Kasus Anggodo Widjojo melibatkan banyak orang. Prolog didahului oleh Anggoro Widjojo dengan Atasari Ahzar kemudian berikutnya antara lain pengacaranya Bonaran Situmeang; Komjen Susno Duaji, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, Jagung Muda Intelegen Wisnu Subrota, Wanita misterius Ong Yuliana Gunawan.
Anggodo, kepolisian dan kejaksaan versus Bibit & Chandra, wakil pimpinan KPK (Jilid II setelah Antasari).

Anggodo yang bikin geram masyarakat yang terbukti benar – benar bersalah dengan rekamannya itu namun begitu saktinya sehingga polisi angkat tangan, tak berkutik untuk menyidik dirinya bahkan Kebebasan Bibit & Chandra kembali terusik setelah gugatan Anggodo tentang SKPP Kejagung dimenengkan oleh dirinya baik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan maupun Pengadilan Tinggi DKI, sehingga membuat Kejagung kalang kabut harus menempuh upaya yang sejatinya tak lazim dengan mengajukan banding ke Mahkamah Agung! Bagaimana Anggodo yang konon hanya jebolan klas 5 SD sehebat dan sesakti itu ?. itulah misterinya.

Para pengacaranya yang piawai bermain dibalik layar, sayang mereka kecanduan berfikir dan berperilaku secara hitam - putih yang belum tentu benar alibinya tapi karena mampu bermain pasal - jurus kera mabuk maka "MENANG", mereka lupa bahwa nurani dan kebenaran TUHAN selamanya tak dapat dikalahkannya!. Lha Om Anggodo apa sih kerugiannya tentang SKPP itu ? apa hanya sekedar kekurang cermatan alibi kejagung yang juga "Mangro tingal" tidak memilih "DEPONERING" lantas setiap orang berhak mengunggatnya ? nah disinilah schenario ALAM AGUNG itu untuk anak - anak yang disusuhinya itu bangun bahwa hukum dan keadilan di Nusantara ini tak dapat diharapkan dan bila terus saja dibiarkan "HUKUM ALAM" yang akan mengaddilinya!

Syahdan, Paska Bibid & Chandra kembali bertugas maka kasus dirinya dilimpahkan kepada KPK. Oleh KPK Anggodo disidik dalam kasus penyuapan & menghalangi penyelidikan KPK, ia diduga melanggar pasal 15 UU No. 31/1999 tentang Tipikor yakni upayanya melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan korupsi. Anggodo juga dijerat pasal 21 tentang mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan, penenututan, & pemeriksaan tipikor. Berkasnya sudah P21 (lengkap) yang sudah diserahkan ke bagian penuntutan per 12 April 2010. KPK hanya memiliki 14 hari kerja untuk kemudian melimpahkannya ke pengadilan. Persidangan perdana telah dimulai pada 3 Mei 2010 dan diwarnai sandiwaranya dengan pura - pura sakit dan mendengkur, sungguh 'ACTOR YANG JITU". Nah mari kita tunggu bagaimana endingnya apakah dia tetap sakti sehingga bebas dari TIPIKOR dan justru Bibit & Chandra sekalipun tidak salah harus lebih dulu menghuni hotel prodeo lagi ?.

Sebelum diseret ke muka persidangan, dia menunjukkan kesaktiannya yang ke dua kalinya karena gugatannya atas SKPP dengan tersangka Bibit & Chandra digelar di PN. Jakarta Selatan dan pihak termohon I adalah Kejagung cq Kejati DKI Jakarta cq Kejari Jakarta Selatan. Pihak termohon ke dua adalah Kapolri cq Kabareskrim Mabes Polri. Dalam sidang Senin, 12 April 2010 Kejaksaan diwakili oleh Adhi Prabowo. Menurut Bonaran, pengacaranya (lengkapnya plus Robert Situmeang dan Alexander Arief, Anggodo adalah “saksi korban” sehubungan SKPP tersebut. Hebat bukan ?.
Gugatan Pra peradilan tersebut ia menangkannya pula!

Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada mempertanyakan kedudukan hukum Anggodo Widjojo dalam menggugat Surat Ketetapan Pemberhentian Penuntutan (SKPP) kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Anggodo itu. Implikasi putusan ini, kasus dugaan menerima suap dengan tersangka Bibit-Chandra harus dilanjutkan ke pengadilan.
"Anggodo dalam putusan itu disebut saksi korban? Anggodo kan tidak berkaitan dengan dugaan penyelewengan jabatan yang dialamatkan kepada Bibit - Chandra," kata dia.
Seharusnya, imbuhnya, saksi korban adalah pengusaha yang disebut telah dirugikan karena dicegah ke luar negeri oleh Bibit - Chandra. "Djoko Tjandra dan Anggoro Widjojo, bukan Anggodo," katanya.

Guna menangkap suara – suara alam atas caraut marut berbangsa & bernegara ini semoga tidak terlalu banyak kesalahan karena didasari oleh niat suci dan laku suci untuk terjadinya gerakan “awakening – consciousness” bersama. Nama – nama tersebut bisa jadi memiliki makna dan pesan alegoris dari alam agung sebagai berikut :

Anggoro Widjojo, Anggoro adalah bahasa Kawi untuk nama hari, sekarang identik dengan “Selasa” dan widjojo adalah identik dengan kejayaan, kedigdayaan dan sebagainya. Disisi lain menyiratkan adanya “Anggo “ yakni badan & “Goro – goro yang (wi)jaya atau dahsyat”. Bukankah dia sebagai sumber orang yang berbuat goro – goro benar adanya sehingga centang perenang permafiaan ini menimbulkan goro – goro di bidang hukum dan keadilan ?.

Antasari identik menjadi “sarinya negeri Anta(h) berantah” dengan gebrakannya yang spektakulersebagaimana didambakan oleh rakyat.

Anggodo Widjojo adalah alegoris dari Panglima Perang Negeri Kiskendo (kerajaan wanara/keradalam kisah pewayangan era Ramayana.

Susno Duaji bisa jadi memiliki makna, sas – sus (desas – desus) e ana, rumornya ada yaknimelakukan adharma dan sekaligus dharma yang menjadi “dua – ji”, dua – duanya menjadi siji (satu).

Abdul Hakim Ritonga, Abdul(lah) adalah anak nya "Sang hakim", yang malang karena "RI" (dikemudian hari) menjadi “(TANGA), BA THA NGA! yakni ” bathang atau jisim". Bukankah untuk menjadi Jaksa Agung tinggal selangkah lagi namun kandas karena menjadi jisim akibat serumnya Anggodo yang mematikannya itu. Sungguh pun demikian dia adalah sosok patriotic karena dengan suka cita mengundurkan diri dari jabatan yang menjulang tersebut.

Adakah pejabat di negeri ini seperti itu?

Wahyu Subroto, adalah sosok yang gentur tarak brata (puasa/bertapa) sehingga mendapatkan wahyu! Tapi kini utopis karena realitanya - kebalikannya. Tak ada lagi (kecualiSultan HB X menjelang lengsernya Pak Harto) yang mengikuti jejak PM. Gajah Mada yang mutih hampir dwidasa warsa untuk mempersatukan Nusantara, juga P. Senopati, Sultan Agung dll yang tarak brata untuk mendapat pertolongan TUHAN dalam keruwetan tata keprajaan! Maka kini mawut - mawut!

Bonaran Situmeang, bisa jadi makna dari statemen “Beneran nih mang, ada “cicak lawan buaya?” sebagaimana pernyataan “situ” Bang Susno ?.

Ong Juliana, bisa jadi ONG (HONG) Asma – NYA, Jul (Jal = Dajjal) artinya bahwa setelah tak lagi umat manusia membaktikan dirinya terhadap Allah (HONG) maka manusia ini akan begitu mudah menjadi kawan atau justru lasykarnya Dajjal. Walahu ‘alam bhisawab.

Muladi, nampaknya gabungan dari dua kata mulad yakni melihat dan adhi yakni baik atau mulad salira. Dia sadar bahwa rekayasa menjerat Bibit – Candra adalah sebuah adharma maka ia harus menyuarakan hati nuraninya – suatu kebenaran itu.

Julianto, yang dianggap missing link karena tak dapat diketemukan sosoknya, adalah merupakan alegoris yang mirip dengan Juliana (wanita) tersebut. Yang keduanya begitu aman tak tersentuh jejak kepolisian sekalipun nama Presiden SBY ikut terseret dalam drama antagonis tsb.

Bibit adalah tunas – tunas muda.

Chandra adalah bulan yang menyinari alam semesta raya.

Kemudian apa makna dari alegoris atas nama – nama tersebut ?
Marilah kita simak secara seksama dan para pembaca dapat menambahkannya sesuai ketajaman visionernya masing – masing.

Syahdan siapakah gerangan Anggodo itu dalam dunia pewayangan ?

ANGGODO adalah salah seorang senopati brigade wanara negeri Kiskenda dalam rezim Prabhu Sugriwa. Ayahnya bernama Resi Subali, ibunya bernama Dewi Tara, putri Bathara Indra. Subali dan adik kandungnya Sugriwa, atas perintah dewata telah memenangkan dalam perang melawan Prabhu Maesasura, dengan seluruh bala tentaranya. Sesudah peristiwa Kiskenda, Sugriwa dikawinkan dengan Dewi Tara dan dinobatkan menjadi raja. Kerajaan Kiskenda dihadiahkan kepadanya. Atas hasut dan fitnah Prabhu Dasamuka (Prabhu Rahwana), Negara Kiskenda diserang Subali, karena merasa, bahwa kemenangan atas Kiskenda, Subalilah yang melakukannya, dialah yang amat berjasa. Prabhu Sugriwa dengan tentaranya terpaksa meninggalkan negaranya untuk berhijrah. Subali akhirnya menduduki Kiskenda dan memperisteri Dewi Tara oleh sebab itu lahirlah bayi wanara “ANGGADA” tersebut.

Konon Sugriwa dapat kembali menduduki Kiskenda setelah Subali dapat dibinasakan oleh Sri Rama. Maka Anggada tetap mengikuti Ibundanya, yang kembali pada pelukan Sugriwa. Praktis Anggada merupakan kemenakannya yang sekaligus anak tiri Sugriwa. Dalam lakon “Anoman Duta”, Anggada sangat iri hati atas penobatan Anoman, saudara sepupunya, sebagai duta ke Alengka untuk menyelidiki tempat Dewi Sinta (permaisuri Sri Rama) yang diculik oleh Dasamuka. Sebaliknya dalam lakon “Anggada Balik”, ia diutus oleh Sri Rama guna mengukur kekuatan bala tentara Alengka. Karena justru adanya kontra intelegen, Anggada dihasut oleh Dasamuka bila Subali, ayahnya dibunuh oleh Sri Rama, maka tak ayal Anggada mengamuk membabi buta ingin membunuh Sri Rama. Anoman melihat sepupunya kesetanan terpaksa harus Mengkaonya dan ternyata begitu mudah ditaklukkan dan diinsyafkannya.

Denga kesadaran baru setelah mendapat aufklarung, enlightening atau pencerahan tersebut semangat bela Negara berkobar – kobar sehingga kembali menyerang dan berhasil membawa pulang mahkota Prabhu Dasamuka dan dipersembahkannya kepada Sri Rama. Dalam perang besar Alengka Diraja, Anggada pilih tanding, ia berhadapan dengan putra mahkota Alengka R. Indrajit (Megananda), putra Dewi Tari, yang juga saudara sepupunya. Oleh jasa – jasanya itulah dia mendapat gelar “JAYA” yang berarti unggul sehingga nama lengkapnya menjadi “JAYA ANGGADA”. Seperti lakon lainnya tak dikisahkan kapan Anggada itu berakhir (mati) ?.

Nah bisa jadi sifat kera yang rakus, protektif, over confidence, merasa menangan itu akan terus hidup dalam jutaan Anggodo – Anggodo Wijoyo yang lain. Bukankah Anggodo juga protectif terhadap abangnya sehingga seribu satu cara pun ia tempuh ? bahkan rahasia dan nasib abangnya serta keluarganya pun ia wartakan demi mendapatkan emphati masyarakat Indonesia ?.

Dalam kasus Anggodo, yang terprovokasi oleh Anggoro abangnya yang esensinya pembuat goro – goro, mereka ingin menghancurkan KPK dengan pundi – pundi yang dimilikinya. Ini nyaris sejalan Anggada yang mengamuk ingin membunuh Sri Rama, titisan Sang Hyang Wisnu (Sifat Pemelihara TUHAN) sebaliknya Anggodo Widjojo pun esensinya ingin membunuh KPK yang merupakan representative dari amanat rakyat dalam pemberantasan korupsi karena mandulnya lembaga penegak hukum. “Fox populi Fox DEI “, suwara rakyat adalah suara TUHAN, amanat rakyat adalah amanat TUHAN. Anggada hanya dapat dikalahkan oleh Anoman (Resi Mayangkara atau Palwagaseta alias kera putih) sementara Anggodo pun hanya dapat ditaklukkan oleh “Sejuta facebookers” (gerakan putih identik dengan Anoman), yang tak lain adalah gerakan hati nurani guna menegakkan perintah TUHAN (Wisnu). Seiring proses hukumnya belum usai apakah nanti akan muncul 'DUA JUTA FACE BOOKER" bila dimenangkan oleh Anggodo dan menyerahkan kepada "PENGADILAN RAKYAT" ?

Dalam mencapai tujuannya tersebut maka ia memanfaatkan teman – teman atau kroninya yang telah ia bina sejak di Surabaya maka terseretlah nama Abdul Hakim Ritonga ( yang menyiratkan abdul(lah) = anak hakim yang dikemudian hari – membunuh kariernya/mayat – bathang, karena sejatinya tinggal satu tahap lagi ia menaiki puncak jabatan tertinggi sebagai jaksa agung), juga Wisnu Subroto dan Susno Duaji. Peran Bonaran Situmeang tentu sangatlah menonjol sebagai penesehat hukum. Kemudian dalam rangka kriminalisasi pimpinan KPK ia meminta jasa Muladi untuk menyerahkan uang upeti ke mereka yang harus berjenjang via Julianto. Syukurlah sebagai sosok yang mampu mulad (slira/introspeksi) yang adi (baik dan benar serta suci), Muladi tak ingin membuat dosa baru dengan kesaksian palsunya agar Bibit dan Chandra masuk bui.

Kemudian siapakah wanita berpengaruh dalam pewayangan moyang Anggodo itu ?. Ong Juliana bisa jadi alegoris dari dunia pakeliran. Tersebutlah kisah seorang Resi bernama Gotama mempersunting Dewi Indradi seorang bidadari. Dalam perkawinannya melahirkan Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa. Anjani memiliki Cupu Manik Astagina yang bila dibuka terlihatlah seluruh peristiwa di langit dan di bumi sampai sap tujuh. Maklum sebagai balita maka pusaka tersebut sebagai barang mainan ibarat timezone saja nampaknya. Adik – adiknya ikut nimbrung karena asyiknya, tiba – tiba ayahandanya menghampiri dan menanyakannya dari mana barang tersebut ?. Sebagai balita tak mungkin bohong maka dibeberkanlah bahwa itu pemberian ibundanya Dewi Indradi. Karena marahnya Sang resi melabrak istri tercinta dan ditanya asal usulnya namun tetap saja merahasiakannya karena itu pemberian Bethara Surya yang bisa jadi kekasih gelapnya atau selingkuhannya. Maka ia marah bersimaharaja lela maka Sang isteri disabdanya menjadi “Tugu” kemudian dilemparnya dan jatuh di tapal batas Astinapura. Sementara cupunya tersebut dilemparkan sekuat tenaga, tutupnya jatuh di Telaga Sumala sedangkan cupunya jatuh di Telaga Nirmala. Akibat kemarahannya tersebut tidaklah sadar bahwa kemudian justru mengakibatkan penderitaan anak – anaknya.

Maka ke tiga anaknya saking cintanya diburulah cupu tersebut diiringi dayang – dayangnya Endang Suwarsih (Anjani); Jembawan (Subali) dan Menda (Sugriwa). Semuanya menyelam ke telaga kecuali Anjani dan Suwarsih. Mereka tak sadar bahwa dirinya berubah menjadi kera sehingga timbullah peperangan dan setelah menyadari dirinya masing – masing ternyata saudaranya kandung. Sementara Anjani karena terik mata hari hanya membasuh mukanya dan memasukkan kakinya saja maka muka dan kakinya berbulu bagai kera. Mereka menangis dan menyesal dan segera menghadap ayahandanya agar dapat dipulihkannya kembali namun sayang Sang Ayah tiada kuasa dan menyuruhnya mereka melakukan tapa brata untuk mendapatkan pengampunan TUHAN. Syadan Anjani bertapa Nyanthoka (laku katak); Subali tapa ngalong (laiknya kelelawar besar) dan Sugriwa bertapa Ngidang layaknya seekor kijang yang disertai pengasuhnya di hutan Sunyapringga.

Konon Anjani di telaga Madirda kedatangan Sanghyang Pawana (Bethara Bayu) dan terlibatlah cinta asmara sehingga lahirlah Anoman. Anjani mendapat pengampunan Dewata sehingga berparas cantik kembali. Sementara adik – adiknya masih seperti ujut kera.

Dalam kaitan ini apakah Ong Juliana Gunawan adalah alegoris dari Dewi Indradi yang main mata dengan Bethara Surya ? Sebaliknya Ong Juliana (seolah main mata) dengan membawa – bawa nama Presiden SBY. Yang anehnya nama SBY terseret – seret pun Ong Juliana yang konon bermukim (terlempar) di Brunei Daressalam bak “tugu”, sehingga tidak diusiknya, setidaknya menjadi saksi Anggodo. Masyarakat selalu bertanya – tanya misteri apa di balik semua ini ?, sehingga SBY seolah tidak merasa terusik nama baiknya ?. Walahu ‘alam bhisahawab.

B. KOMJEN SUSUNO DUAJI

sebagai alegoris dua adi kodrati seperti baik buruk, benar salah, kaya - miskin dll. Sosok yang berbintang 3 yang dinilai banyak pihak ikut medzalimi Bibit - Chandra akhirnya menuai karma didzalimi oleh corps yang ia bela sendiri. Maka = Sas - sususe (desas - desusnya) itu memang ada yang keduanya menjadi satu (duaji). Yakni satu sisi beliau ingin membela corps Bayangkara namun karena sikon corpsnya dipenuhi aura hitam sungguh lama - lama beliau tak tahan, sehingga nuraninya berontak ingin menyuarakan suatu kebenaran sekalipun tebusannya begitu pahit.
Sebagai seorang kesatria dia bongkar mafia di corpsnya sendiri apapun resikonya tak dipedulikannya.

Diakui atau tidak sebagaimana manusia dan menduduki berbagai jabatan strategis tentu aura hitampun sebelumnya sulit dihindarinya, karena tentu dia tidak sekklas dengan senior Kapolri HUGENG IMAN SANTOSA yang amat jujur sehingga tak memiliki harta yang berarti. Akibatnya sikap team khusus presiden pemberantasan mafia korupsi bertsikap 'MANGRWA (MANGRO TINGAL - MENDUA), tidak mau melindunginya sebagai tukang pluit!
Institusi Kepolisian begitu jumawa dn arogan betapa salah dan beraninya seorang bintang 3, seharusnya ada perlakukan bijak, bajik dan arif. Karena diabaikannya itu semua semakin membuktikan kebenaran apa yang dikatakan Susno. Praperadilannya atas penangkapan dan diselnya dirinya pun keok dan dapat dipastikan dia pun kelak akan dihuninya karena pengadilan masih terselimuti oleh jiwa Anggodo. Nah dari alegoris ini negeri ini amatsangat memerlukan ribuan suno agar mampu mengalahkan jutaan anggodo! Bung Susno apapun yang anda lakukan tidaklah sia - sia, sekalipun nanti secvara permanen dihukum yang bisa jadi minimal 5 tahun tak perlu disesali sebaliknya disyukuri karena pengorbananmu tidak sia - sia dalam penegakan "dharma" di sisa hidupmu! Bravo Pak SUS!

C.ALEGORIS IBU SRIMULYANI INDRAWATI

Mbak Any ini merupakan reaktualisasi dari semangat dan jiwa Ibu kita R. A Kartini yang menerangi kaum dan bangsanya dengan semboyan “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Nama Mbak Any lengkapnya Sri Mulyani Indrawati (SMI) memiliki alegoris dari nama Sri yakni lambang Dewi Kesuburan, Mulyani adalah wanita yang kelak hidupnya mulya dan Indra adalah maknanya pengelihatan atau panca indera yang dimiliki oleh perempuan. Bisa jadi makna yang dikehendaki orang tuanya adalah anak wanitanya ini nanti menjadi wanita utama yang mampu membuat kesuburan (kesejahteraan bagi bangsa serta memulyakan ke dua orang tuanya) yang memiliki ketajaman visioner seorang perempuan.

Sebagai pengejawantahan R.A. Kartini, ia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah badai krisis global bahkan devisa Negara sempat meningkat dari US$ 50 juta menjadi US$ 60 juta pada Juni 2009.

Beberapa jam paska pengunduran dirinya pada 5 Mei 2010, para investor kecewa, ini tercermin dari penurunan IHSG, Rabo, yang mencapai 3,8% atau 112,7 poin ke level 2.846. Adapun nilai tukar rupiah merosot dari dari penutupan Selasa Rp 9.020 ke level Rp 9.110 per dollar AS. Walau ada yang mengatakan penurunan itu tidak semata – mata karena pengunduran dirinya melainkan juga dipengaruhi oleh kekawatiran investor global atas penyelesaiaan krisis keuangan di benua Eropa.

SMI yang namanya mendunia bak meteor itu amat sayang pengunduran dirinya pada 5 Mei 2010 ditengah sergapan badai sehingga menimbulkan pro dan kontra. Primadona Nusantara ini diterpa badai mulai dari skandal Bank Century, makelar pajak yang terjadi di lembaga yang dipimpinnya, perseteruannya dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Kasus Paulus Tumewu mengenai penggelapan pajak hingga kehadirannya di gedung DPR mewakili Pemerintah dalam RPAPBN. Maka tak pelak lagi, polemik pun menyeruak dengan bumbu – bumbunya. Di satu sisi jabatan managing director World Bank yang akan digenggamnya merupakan penghargaan tertinggi bagi bangsa ini, di sisi lain dinilainya merupakan suatu rekayasa atau sandiwara demi menyelamatkan dirinya dari jerat KPK dan rezim SBY sendiri.
Yang sulit diterima akal secara mitologis konon memang itu merupakan schenario orang – orang tua pelaku sejarah agar obligasi AS, JC. Morgan, G7 yang berbentuk dolar 1934, Peru Intis, UBCN 241 – 244,dan lain sebagainya, agar dapat segera dicairkan demi kesejahteraan rakyat Nusantara yang ahir – akhir ini dalam deraan penderitaan yang tiada akhir ini. Benarkah ? atau hanya pemimpi saja ?.

Dan menurut penelusuran hiruk pikuk atau badai “Century Gate’ itu yang memaksa Budiono dan Sri Mulyani bertanggung jawabnya, dialektikanya terekam dari hari ke hari sebagai berikut :

1. 30 November 2009, SMI berinisiatif memberikan keterangan kepada KPK terkait kasus Bank Century di Kantor Kementerian Keuangan.

2. 11 Desember 2009, Untuk yang ke dua kalinya SMI beriniiatif untuk memberikan keteragan kepda KPK dikantornya.

3. 18 Desember 2009, Pansus DPR tentang hak angket Bank Century secara aklamasi menghimbau Presiden Yudhoyono guna menonaktifkan SMI dari jabatannya.

4. 13 Januari 2010, Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century memint keterangan SMI.

5. 8 Februari 2010, Kesimpulan sementara Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, & Partai Hanura menyatakan bahwa SMI sebagai Ketua KSSK bertanggung jawab terhadap kaus Bank Century.

6. Maret 2010, Muncul wacana pemboikotan SMI di DPR.

7. 9 April 2010, Bambang Soesatyo (F – PG), Desmon J Mahesa & Erick Satria Wardana (Fraksi Hanura) meninggalkan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR sebagai aksi boikot atas kehadiran SMI.

8. 1 Mei 2010, Anggota Badan Anggaran dari Fraksi Hanura melakukan boikot dengan cara “wolk out”, atas kehadiran SMI.

9. 3 Mei 2010, F – PDIP & F – Hanura “wolk out”, sebagai sikap penolakan terhadap kehadira SMI dalam rapat paripurna DPR untuk pengeSahan RUU APBN – P.

10. 4 Mei 2010, KPK kembali memeriksa SMI di Kantor Kementerian Keuangan.

11. 5 Mei 2010, Presiden SBY menyetujui pengunduran diri SMI sebagai Menteri Keuangan.

Dalam Facebook muncul “Testimoni Sri Mulyani”. Intinya Sri Mulyani Indrawati tidak mau dibui karena dalam kasus Bank Century dia merasa ditipu. Akhir – akhir ini kita kenyang dengan testimony pejabat. Kalau itu benar mengapa baru sekarang diakui ?. Beberapa waktu lalu saat Yusuf Kalla masih wakil Presiden, Sri mengklaim bahwa kebijaksanan yang diambilnya sudah disetujui Kalla. Namun hari berikutnya Kalla membantah. Lebih penting lagi, mungkin sengaja Kalla tak dilibatkan dalam merumuskan atas kebijakan bank itu. Mengapa kini dia ganti merasa ditipu ?. Jika benar siapa yang menipu, untuk apa ?. (Kompas, Saptu, 12 Desember 2009).

Sementara hasil Pansus DPR “Century Gate”, menengarai secara politis bahwa telah ada penyimpangan dalam pemberian dana talangan (ballout) ke Bank Century yang menggelembung menjadi Rp 6,7 triliun. Ketua KSSK dan atau Menkeu Sri Mulayani dan mantan Gubernur BI yang kini Wapres, Budiono mereka adalah penanggung jawab utama yang merugikan keuangan Negara tersebut. Bila Mulyani pernah mengaku dibohongi oleh BI alias dia dibohongi oleh Budiono?. Sayang point entry ini oleh Pansus justru tidak diperdalam. Uniknya lagi bila diamati dengan kasus BLBI ada kemiripan tentang angka. Dana yang telah dikeluarkan Pemerintah dalam penanganan krisis keuangan rezim Pak Harto sebesar Rp 634 triliun = 6 + (3 + 4 = 7) 67 sedangkan BLBI Jilid II adalah juga Rp 6,7 triliun ? Mengapa kembali terulang ?.

Melengkapi tengara alam nampaknya ada schenario besar dari Alam Agung, dengan mengamati min aayaatillah seperti adanya kasus :

Pada 2 April 2010, terjadilah kebakaran hebat atas “Ramayana Departemen Store” di Kebayoran Lama, seiring peringatan wafatnya Isa Almasih yang tepat pada hari Jumat Kliwon. Pemilik Ramayana, Paulus Tumewu dari Kawanua , adik ipar Edy Tamsil, konon SP2 yang telah disiapkan Kejagung di era Jagung Rahman Saleh dalam penggelapan pajak dicabut atas perintah Menkeu Sri Mulyani setelah mendapat masukan dari Marsilam Simanjuntak dan gubernur Gorontalo Fadel Muhammad sehingga konon Negara dirugikan 1,8 triliun termasuk dendanya. (Interaktif TV One 26 April 2010).

Disisi lain Megawati menziarahi Pusara Bung Karno setelah nisannya digeser beberapa hari sebelumnya dengan amat rahasia yang sehari sebelumnya juga diziarahi presiden
SBY.

JAKARTA, KOMPAS.com — Ada fenomena yang menarik dalam salah satu foto yang mengabadikan peristiwa kebakaran hebat di pusat perbelanjaan Ramayana di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (2/4/2010). Lihatlah, kobaran api sempat membentuk wajah menyerupai manusia.

Kejadian aneh 21 April 2010 antara lain :

1. Gedung Kementerian Keuangan di Lapngan Banteng, terbakar.

2. Istana Silindung, Sumatera Barat terbakar.

3. Di Jl. Kartini VIII, RT 02/08, Jakarta Pusat, si rumah ”Cahya” ditemukan ular pyton dengan kepala bersinar keemasan panjang 4 M. Apa kaitannya dengan esensi dan jiwa Kartini ?

4. Presiden SBY dan isteri, menutup Rekernas Pemerintah yang dihadiri oleh SBY serta kabinet KIB II, para gubernur, para Ketua DPRD se Indonesia, pimpinan BUMN dan lembaga pemerintah, kalangan usahawan serta tehnokrat, yang dimulai sejak 19 April 2010.

5. 3 buah rangkaian gerbong kereta api terguling di sta. Kampung Bandan, 6 container ikut tujuan
Pasar Turi Surabaya muatan electronok dll. Ikut terguling.
Dalam kaitan ini seiring akan diperiksanya Sri Mulyani oleh KPK mulai 29 April 2010 nampaknya semboyan tersebut bisa terjadi terbalik menjadi “Habis terang bergantilah gelap”. Quovadis.

Tanda – tanda itu nampaknya kian nyata & bisa dirunut dari dua kejadian amuk massa yakni :

Pada 14 April 2010 terjadi kerusuhan missal, Satpol PP versus jemaah dan ahli waris Mbah Priok atau Habaib Hasan Alhadad bin Muhammad yang menewaskan 3 orang anggota Satpol PP, 28 orang luka berat, 21 orang luka sedang dan 148 orang luka ringan. Puluhan kendaraan & alat berat menjadi bangkai karena dibakar massa. Pemda tak ayal harus mengalokasikan dana sebesar 1,79 miliar guna santunan korban Koja yang diambil dari APBD.

Hanya selang seminggu yakni 22 April 2010, Kamis Batam bergolak terjadi kerusuhan rasial oleh ribuan pekerja dari PT. Draydocks World Graha, puluhan mobil hangus dibakar. 35 pekerja asing diungsikan polisi. Seminggu sebelumnya 13 April didahului Batam gelap gulita karena gangguan PLN

Hari itu pula terjadilah kebakaran yang merefleksikan anasir asing yakni :

Kuta Square, Denpasar terbakar.
Pabrik coca – cola di Mengwi, Tabanan bali pun terbakar.
Hotel JW. Marriot di Medan pun terbakar.

Perlu dicatat bahwa menurut pengamat gempa dan bencana alam dari kawan di Jogya, menengarahi terkena siklus (11X2) = 22 dimana merupakan alegoris dari diturunkannya wahyu TUHAN selama 22 tahun 2 bulan 22 hari!
Dan melalui pint entry gempa di Sinabang, NAD, pada 7 April 2010 dengan 7,2 SR ditengarahi akan terjadinya mega bencana gempa bumi lagi yang patronnya pengulangan dari 11 dan 22.

Apalagi bila kita menggunakan alegoris dengan jatuhnya pesawat kepresidenan Polandia Tupolev 154 pada Saptu 10 April 2010 yang menewaskan presiden LECH KAZYNSKI beserta isteri dan seluruh awak pesawat serta penumpang , total 98 orang tak ada satupun yang selamat dan banyak yang tak dikenalinya lagi. Yang menarik dari peristiwa ini bisa jadi ini merupakan miniatur kebalikan Indonesia yang juga memiliki bendera yang warnanya sama yakni merah dan putih hanya letaknya saja putih di atas dan merah di bawah. Juga lihat jumlah penumpang yang tewas 98 = 17(hari Proklamasi) 8 (Agutus, bulan Proklamasi). Seiring kebalikan slogan RA. Kartini tersebut maka ibu kota “Polandia” yakni “WARSAWA” bila dibalik menjadi “AWAS RAW (RIAU ?)” atau “AWAS WAR” Awas Perang (Saudara) !. Perlu diapresiasi sekalipun negeri tersebut berduka namun tetap mengirimkan delegasinya ke Solo pada (15 – 17 April 2010) dalam rangka membahas warisan budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai jembatan dialog dan kerjasama antar Negara anggota Asia – Europe Meeting (ASEM). Sebagai pendahuluan guna pertemuan IV menteri kebudayaan Negara anggota ASEM yang akan digelar di Poznan, Polandia pada September nanti.

Perlu dicatat bahwa pada saat gempa Sinabang itu, di atas langit Tangerang, Banten terdapat “awan” yang memanjang beberapa hari. Sebelumnya pada 1993, awan gempa sebelum gempa di Kagoshima, Jepang. Awan seperti ini juga terlihat sebelum gempa besar di Kobe, 1996 dan hanya 4 jam sebelum terjadi gempa Nigata pada 2004. Juga pada gempa Jogya. Awan tersebut sebenarnya secara ilmiah merupakan gelombang electromagnetis itu sendiri terjadi akibat adanya pergeseran atau patahan lempeng bumi.

Kejadian 11 Maret 2010 (PERINGATAN SUPERSEMAR) :

1. Kebakaran di Pasar Proyek Senin yang melumatkan beberapa bangunan.

2. Pabrik Swalow di Jelembar terbakar yang memakan korban jiwa dan anehnya pada 20 Maret 2010 kembali terbakar. Anehnya : Pabrik Swalow kembali terbakar pada 20 Maret 2010.

Parta Kadang biar tidak membosankan itu saja dulu sebagai bahan renungan kita dan sebenarnya ada sebuah misteri yakni :
Secara mitologis bahwa Presiden Yudhoyono adalah merupakan satria 'SATRIA BOYONG PAMBUKANING GAPURA', yang doboyong, diangkat dan didudukkan oleh rakyatnya secara langsung sebagai amanat UUD 2002, sebagai Presiden untuk ke dua kalinya. Lalu apa relevansinya dengan 'OPENING GATE' VERSUS CENTURY GATE ? YANG SAMA - SAMA "GATE" nya ? Inilah yang perlu dikaji bahwa antara ketinggian tehnologi dan kedalaman mitologi itu sebenarnya sejajar dan saling melengkapinya.

Hanya rakyat jelata sangat menyayangkan mengapa BP SBY terprovokasi ikut mengangkat sumpah atas kasus Century Gate ?. Tengara apa ini ? Sementara terdapat benang merah bila SMI merasa ditipu oleh BI juga menyatakan bahwa sebagai seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, apakah ini kata bersayap ? yang lebih mengherankan Bp Wapres Budiono pun menyatakan bahwa "Dirinya berada ditempat yang tidak tepat" ?

Oleh sebab itu rakyat sangat berharaf ada kebijakan BP Presiden untuk berani mengambik kebijakan yang ekstra revolusioner dengan slogan "INDONESIA BISA"!
BILA KEMARIN RENUNGANNYA : :KEBANGKITAN ATAU KEBANGKRUTAN BANGSA", SAJIAN INI "HABIS TERANG BERGANTILAH GELAP" ?

Pun kacarita keprak atur ki Gedhe "kawula nyuwun aksama bilih ada kalimat yang tak senonoh/Jenang sela wader kalen sesonderan/apuranta yen wonten lepat kawula"

Pra kadang skabat sedulur ing alam maya sami gumregah munjuk atur , koyo ngono tho gumelaring carios Sang Anggodo.