Rabu, 22 September 2010

DE PROKLAMATOR

Bung Karno pada 1933 telah menyatakan : “Bilapecah perang Asia – Pacific maka INDONESIA AKAN MERDEKA”. Dan sejak dasa warsa dua puluhan Bung Karno telah mempersiapkan itu semua. Pro kontra terhadap sosok Bung Karno memang tak dapat dihindari sejak pra kemerdekaan, karena ada satu yang terlupakan bahwa sisi isoteris yang tersirat dan atau yang batin jarang dipadukan dalam setiap memandang sesuatu.

Bahkan hingga kini dengan adanya gerakan “DESOEKARNOISASI”,masih menyisakan banyak penilaian yang nyinyir, tidak fair dan cenderung membabi buta, tidak saja oleh sesama anak bangsa akan tetapi banyak pula kaum orientalis dan atau sejarawan barat yang sering melupakan sisi terdalam tersebut!

Sebagai fakta sejarah, bagaimana tokoh Chairul Saleh seorang pemuda yang amat progresif revolusioner sebagai pemimpin pergerakan kaum muda selalu saja berseberangan dengan Bung Karno, sehingga terjadilah tragedy “PENCULIKAN” yang dibawa ke Rangasdengklok untuk dipaksa agar segera meproklamirkan kemerdekaan R.I yang usianya persis genap 65 tahun yang lalu.

Tentu tidaklah bijak bila Bung Karno harus memaparkan secara detail tentang restu penggunaan tgl. 17 itu dari sesepuh yang dituakan dan dihormatinya. Simaklah perdebatannya saat para pemuda mendatangi kediamannya pada 15 Agustus 1945, Bung Karno menyatakan bahwa “Saya menghadapi pihak Pemuda; Pemimpin Tua dan pemimpin Agama. Syahrir menarik saya ke jurusan tertentu, Hatta juga menarik saya ke arah tujuan tertentu. Tapi saya harus mengikuti hati nurani saya sendiri”! (hatinurani saya sendiri inilah yang tidak terjabarkannya).
Nah jiwa Bung Karno yang dipengaruhi oleh factor Gemini itu, tidak selalu orang yang dituakannya senantiasa nasehatnya dituruti apabila tidak sejiwa dengannya seperti pada saat pernikahannya dengan Utari putri tokoh kharismatik yang sekaligus gurunya, HOS. Tjokroaminoto nyaris batal karena hanya urusan pakaian yang diharuskan oleh penghulunya. BungKarno di samping hormat dan bektinya kepada ke dua orang tuanya, menunjukkan kebesaran jiwanya, seperti saat sedang berpidato di Surakarta saat memandang hadirin di depannya sekejab tak disadari saling berpandangan dengan guru yang ia hormati. Tak ayal Bung Karno pun segera turun podium & menyalaminya. Nah adakah pemimpin kita seperti itu ?

Dalam tulisan ini penyaji sama sekali bukan bermaksud mengkultuskan dirinya, karena secara spiritual kultus hanya milik yang serba maha itu sendiri, namun ingin mengajak bagi yang berfikiran negatif untuk jujur dan menghormati pengorbanan dan jasa – jasa Bung Karno yang pada akhir kekuasaannya hanya untuk sekedar membeli seikat rambutan rabiah kesukaannya puntak mampu sehingga dibelikan ajudannya. Tak ubahnya Bung Hatta hanya bermimpin memakai sepatu buatan Itali merek “Bally” pun tak kesampaian.
Ada baiknya kita mengikuti ketauladanan sosok kontroversial yakni Chairul Saleh yang kemudian mau bergabung dalam Pemerintahan Bung Karno, dan setelah memahami siapa sosok Bung Karno, ia menjadi sangat Soekarnois, sampai – sampai ia meminta pada Muhtar Kusumaadmaja (Bapak Maritim Indonesia = anak idiologis Ken Arok) untuk mengusahakan aga rlebar laut wilayah NPKRI yang semula hanya 4 mil yang kemudian (disepakatiinternasional) menjadi 12 mil, ia ngotot agar diperjuangkan menjadi 17 mil agar sama dengan angka Proklamasi! Sebagai seorang Soekarnois akibatnya nasibnya (Waperdam III yang sekaligus Ketua MPRS itu) nyaris sama dengan BK, ia wafat dalam tahanan RTM tanpa proses pengadilan. Mari kita doakan semoga mereka diberikan matfiroh dan tempat yang mulia di alamnya.

Bung Karno ditakdirkan sebagai Proklamator bersama Bung Hatta, yang memungkinkan kita semua dapat hidup (lebih) baik daripada menjadi inlander! Kalau bangsa ini esensinya belum merdeka itu karena kesalahan elit para penyelenggara Negara sendiri , bukan oleh Bung Karno dan founding fathers dll.! Betapa anak – anak bangsa yang telah dimerdekakan ini justru merasa lebih hebat ketimbang mereka. Sungguhironis, ekses Desokearnoisasi tentunya berimbas pada Depancasilaisasi sehingga tak ketinggalan para ahli hukum tatanegara yang menganggap para founding fathers itu tak becus membikin undang – undang bahkan ada yang penuh sakwasangka seperti pendapat pakar hukum tata Negara , seorang pengajar di Universitas Trisakti, (bisa jadi lupa nama Trisakti itupun dicetuskan oleh BungKarno) dimana A. Ahsin Thori yang menilai bahwa : ” ………mengingat UUD 1945 naskah aslinya mengidap persoalan sejak kelahirannya sehingga sejak awal tidak dimaksudkan sebagai UUD difinitif”. …….UUD 1945 naskah asli justru menjadi persoalan itusendiri”. (Kompas, Kamis 3 Juli 2008 hal.6).
Bisajadi penilaian minor tsb. karena mereka lupa bahwa UUD 1945 itu dibuat dalam suasana apa dan latar belakangnya apa serta terjadinya teks itu bagaimana “. Sedangkan UUD 1945 itu sendiri menuntut adanya “bagaimana praktek dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen hinterground)”. Seharusnya kita mampu dan mau menyelami pokok– pokok pikiran di dalam Preambule itu sehingga kita tidak begitu mudah melecehkan warisan mereka.
Kalimat yang berbunyi ” … sejak awal tidak dimaksudkan sebagai UUD yang difinitip”, sungguh suatu ungkapan pelecehan & prasangka buruk terhadap founding fathers. Tega – teganya dan berani – beraninya melontarkan tuduhan tersebut sedangkan mereka itu bukan saja darahnya bahkan nyawanyapun rela untuk dipersembahkan bagi nusa dan bangsa. UUD 1945 itu hanya diselesaiakan dalam waktu kurang dari 3 bulan maka atas kesadaran keterbatasan itu, founding fathers pun mengamanatkan adany Perubahan (Bab XVI pasal 37)! Dan bandingkan dengan UUD Amandemen (UUD baru) yang butuh waktu 3 tahun yang dalam kondisi damai dan dengan fasilitas berlimpah ruah termasuk fulus, tapi apa yang dihasilkannya ?

Persatuan dan kesatuan bangsa raib; demokrasi hanya menjadi gincu, menciptakan raja – raja kecil dalam oligarki kekuasaan, dan ribuan triliun rupiah hanya dihabiskan untuk menggelar : Pilkada, Pileg, Pildewandarah, dan pildeperada. Sementara rakyatnya tetap saja miskin dan bodoh, sungguh suatu kemudlaratan!. Akibatnya kini menyulut syahwat – birahi untuk mereamandemen bahkan Presiden SBY setelah gagasannya membentuk “Komisi Konstitusi”, dengan enteng menyatakan bahwa : “Bentuk demokrasi dan UUD 1945 bukan kitab suci agama sehingga bisa diubah. Perubahan dimungkinkan untuk menjawabtan tangan dan permasalahan bangsa” (Kompas, 31 Agustus 2009, hal 2).

Hanya dengan keihklasan menghargai pengorbanan dan jasa – jasa BK (sekalipun dia tidak meminta itu) dan penghargaan termasuk kepada para founding fathers, para pejuang, para pahlawan dan para syuhada serta para pendahulu k ita, dengan mempersembahkan (pahala) bacaan Surat Alfatekah & ayat – ayat suci kepadanya disamping yang umum dilakukan untuk para nabi, para wali dst.Nampaknya akan mampu membuat suasana negeri ini dingin apa lagi mau dan mampu menghayati ajarannya yang telah diwasiatkan di dalam Supersemar itu dimana kemerdekaan hakiki dan hidup merdesa dapat dipastikan dapat terwujud.

Kemudian mari kita bertanya kepada diri kita masing – masing apa saja yang telah kita perbuat dan persembahkan kepada Bunda Pertiwi ini ? Bagaimana hanya sekedar ego saja belumlah mampu ?.
Bung Karno disamping menyandang julukan resmi sebagai Proklamator, Penggali Pancasila, Presiden RI I, beliau juga dijuluki sebagai humanis, orator, pelukis, seniman, arsitek, budayawan,penulis, filsuf, pembaharu, bapak bangsa bahkan futurolog, pemilik 26 gelar doctor dari berbagai universitas terkenal di dunia serta gelar2 lainnya yang dibunuh belasan kali tapi tetap saja malaekat pencabut nyawa enggan mendekatinya. Mestinya kita bersyukur keharibaan – NYA dan bangga pernah memiliki pemersatu bangsa bernama Koesno yang kemudian Soekarno yang lebih pas dengan sebutan BUNG KARNO! Sebagai seorang futurolog & filsuf banyak sekali memberikan pernyataan seperti peringatan Bung Karno, :”A nation in collapses” (satubangsa yang sedang ambruk), dimana krisis demi krisis sehingga mungkin nanti menjadilah krisis itu, satu krisis total, krisis mental”, telah menjadi suatu kenyataan pula. PM. GajahMada dan para pendahulu kita yakni parapejuang – para pahlawan dan para syuhada, kini sedang menangis sendu, hatinya tercabik – cabik, begitu sedih melihat anak cucunya hidup dengan penuh penderitaan bahkan terpaksa banyak yang bunuh diri karena beban hidup yang tak tertahankannya dan tanpa ada penerangan ataucahaya Illahi, serta leadership karena para elit penyelenggara Negara baik eksekutif, yudikatif dan legislatif tak lagi mau melaksanakan laku hidup Berpancasila dan melupakan perjuangan serta jasa – jasa mereka. Bukankah Bung Karno pada 1956 di hadapan sidang konstituante telah mengingatkan : “Dan mata hatiku melihat pula roh – roh pahlawan – pahlawan kita yang telah berkorban dan kini tak berbadan lagi.Dengan suara yang tiada bergema tapi sampai ke telinga hatiku, mereka berkata “Pengorbanan kami jangan disia – siakan ! Kami telah berkorban untuk persatuan bangsa, untuk kesatuan tanah air, untuk kedaulatan negara nasional yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945″.
Pada kesempatan lain BK pun telah mengingatkan bahwa : “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”!

TANGGAL 16 AGUSTUS 1945 MENJELANG DETIK -DETIK PROKLAMASIi :

LANGIT KOTA jAKARTA, penuh aura jiwa patriotisme dan hawa begitu asing (bisa jadi seperti sekarang ini?) karena pada pagi buta seusAi saur, kurang lebih lonceng menunjukkan angka 0400 para pemuda telah menyebar ke berbagai pelosok kota & pinggiran Jakarta guna mempersiapkan rakyat agar menyambut dentang “Proklamasi” sesuai jadwal (para pemuda) dan dengan pembagian tugasnya masing – masing.

Sebuah mobil membawa Chairul ke rumah Winoto Danuasmoro di jalan Pekalongan untuk meminjam mobil Fiat. Kemudian mengantarkan Muwardi ke kediaman Bung Karno guna melakukan tugasnya. Sukarni, Singgih danJusuf Kunto melanjutkan perjalanannya ke Oranye Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro) rumah BungHatta.
Setibanya, Bung Hatta menyambutnya dengan nada marah : “Apa maksudmu ? “Sukarni menjawab : “Bung lekas – lekas bersiap keadaan sudah memuncak genting. Rakyat sudah tidak sabar lagi menunggu. Belanda & Jepang sudah bersiap – siap pula untuk menghadapi segala kemungkinan. Pemuda & rakyat tidak berani menanggung akibat apa yang akan terjadi jika Saudara masih tinggal di dalam kota”!.
Sebaliknya dr. Muwardi setelah sampai dikediaman Bung Karno digelayuti rasa takut sehingga begitu enggan untuk membangunkan Bung Karno karena menganggap jam – jam seperti itu Bung Karno sedang tidur nyenyak. Kemudian setibanya kembali Winoto Danuasmoro dan Chairul Saleh baru ia memiliki keberaniannya lagi.
Mereka tidak menyangka bahwa penghuni rumah, pada saat yang gawat itu sedang galau, terjadi perang batin atas persoalan cara menyatakan kemerdekaan bangsa dan mengenai prosedurnya. PPKI yang dipimpinSoekarno – Hatta oleh kalangan pemuda dianggap “bikinan Jepang”. Maka Bung Karno tak dapat tidur dan duduk sendirian di ruang makan sambil makan saur. Maka dini hari itu saat para pemuda tersebut datang lagi dengan mengendap – endap Bung Karno melihatnya. Para pemuda seraya menyandang pistol dan sebilah pisau panjang dengan mata membelalak berseru : “Berpakaianlah Bung …., sudah tiba saatnya”.Kegaduhan seketika terjadi dan kemudian Bung Karno masuk kamar menyampaikan kepada Bu Fat bahwa ia akan dibawanya ke luar kota. Fat ikut apa tinggal ? Tanya BungKarno. Fat sama Guntur ikut. Kemana Mas pergi di situ aku berada juga! Jawabnya.(sungguh mengharukan keselamatannya pun mereka pertaruhkannya).

Tak ayal, di luar sudah menunggu sebuah sedan Fiat hitam kecil dan ternyata Bung Hatta sudah ada di dalamnya. Mereka berempat duduk di belakang sementara Soekarni dan Winoto Danuasmoro bersama seorang supir duduk di depan, dan di pagi buta itu mobil meluncur ke arah timur. Sesampainya di Cipinang terpaksa mereka harus pindah mobil menggunakan truk Syodanco Singgih, karena susu bubuk bayinya Guntur tertinggal , maka Fiat tesebut kembali untuk mengambilnya. Dan Bung Karno – Bung Hatta diberikan pakaian seragam Peta untuk digunakannya. Truk segera meluncur dikawal oleh sepasukan Peta anak buah Singgih mengawal rombongan tersebut sampai di tempat tujuan.

Jam 0600 rombongan telah tiba di Rangasdengklok setelah berkali – kali melewati tempat pemberhentian dan menyeberangi sungai karena suasana yang dianggapnya tidak kondusif berhubung tentara Jepang senantiasa mengawasinya di manapun mereka berada.
Setelah rombongan singgah di rumah Camat, kemudian di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan , setelah mendapat sarapan pisang rebus kemudian pindah lagi kesurau dan pada jam 0810, Syodanco Singgih dari Daidan Jakarta memasuki asrama PETA (kediaman Cudanco Subeno kemudian berita “Jakarta sudah mulai” diteruskan pula kepada Syodanco Oemar Bahsan dan memintanya untuk menemui Sukarni dan dr. Sutipto Gondoamidjojo. Para tamu yang berada di Cudanco Subeno kemudian dipindahkan kesebuah rumah di luar pagar Cudan di sebelah utara yakni rumah Djiauw Sie Siong (versi Bu Fat) atau I Song (versi Oemar Bahsan) sekalipun halamannya dipenuhi kotoran babi toh dianggap yang paling layak di wilayah Rangasdengklok untuk mengadakan negosiasi. Pemilik rumah dilarang pergi dan harus merahasiakan atastamu – tamunya tersebut.(hingga saat ini rumah tsb. kondisinya sangat memperihatinkan dan akankah bernasib sama dengan Monumen Jenderal Soedirman di Pacitan itu ?).
Tak lama terjadilah perdebatan panas, Soekarni berkata : “Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi siang ini, … lalu …”.! “Lalu apa ?’, hardik BungKarno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala – nyala.Semua yang hadir terkejut, dan anehnya tidak seorang pun yang berani bergerak atau beranjak serta berbicara, wajah – wajah semua tertunduk dalam degub jantung yang menguras adrenalin.
Suasana tenang kembali setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; “Yang paling penting dalam peperangan & revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17!”.
“Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapatidak sekarang saja?, atau tanggal 16 ?” ,tanya Soekarni. “Saya orang yang percaya mistik. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberikan harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka yang suci. Pertama – tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa. Ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Tanggal 17 besuk hari Jumat, hari Jumat itu Jumat Legi,Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al – Qor’an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat. Karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia” !.

Demikianlahantara lain dialog dan perundingan antara Bung Karno dengan para pemuda di Rangasdengklok, saat itu. Setelah disepakati maka mereka makan masakan Mang Irun, Mang Erman, Bik Nari, Mang Ilyas dan lain sebagainya kemudian istirahat – tidur berpencar di tempat pilihannya masing – masing termasuk di dapur.
Sebaliknya di Jakarta pun tak kalah sibuk & menegangkan. Chairul Saleh pada 16 Agustus 1945 jam 09.00 mengadakan pertemuan antara Pemuda yang diwalili oleh Chairul Saleh dengan Peta. Daidan Jakarta diwakili oleh Latif Hendraningrat. Pembicaraan diadakan di Kebun Binatang Cikini yang letaknya berdampingan dengan Asrama Cikini 71. Mereka berdua mengadakan pembicaraan rahasia di restoran Kamar Bola. Sedangkan pemuda lainnya berpencar menjaga keamanan mengantisipasi bila Jepang tiba – tiba mengadakan penyerbuan. Chairul kemudian melakukan pertemuan dengan kelompok pemuda lain di Jl. Bogor Lama (sekarang Jl. Saharjo) di rumah Maruto Nitimihardjo. Sambil menanti datangnya kabar dari Rangasdengklok mereka pun mempersiapkan teks Proklamasi.

Hariitu pihak intel dan polisi Jepang telah mencium hilangnya Bung Karno – BungHatta apa lagi Laksamana Maeda yang sampai sebegitu jauh tetap memelihara hubugan dengan Soekarno menugaskan pembatunya Nishijima untuk mencari tahu dimana kedua pemimpin Indonesia itu berada. Akibatnya diadakanlah penangkapan – penangkapan terhadap Mr. Yamin dan Syarib Thayib.Mereka dianggap mengetahui golongan mana yang menangkap Bung Karno – Bung Hatta. Chairul lolos karena tidak ada di tempat dan ayah Bu Fat pun ikut dicomot Jepang dibawa ke Kempetai.
Subardjo dan Mbah Diro menghubungi Chairul Saleh dan Wikana untuk saling berkerja sama,tawaran tersebut tentu diterimanya. Maka Subardjo dengan Mbah Diro diputuskan dengan diantar oleh Jusuf Kunto untuk menjemput Bung Karno – Bung Hatta ke Rangasdengklok. Kuatir usaha Mr. Subardjo akan menggagalkan rencana “pimpinan van aksi” dan bisa membawa Soekarno – Hatta pada suatu kompromi dengan Jepang dalam bentuk mengintrusksikan kemerdekaan hadiah, maka Wikana segera memerintahkan anak buahnya untuk mencegat mereka di jalan yang menjadi pintu keluar masuk Jakarta.Ternyata tindakan itu sudah terlambat, namun toh malam harinya di ulangnya lagi. Ditentukan agar Mr. Subardjo dkk. sekembali dari Rangasdengklok, bersama maupun tidak bersama Soekarno – Hatta, segera datang ke salah satu markas pimpinan van aksi. Akan tetapi ternyata Wikana menunggunya dengan sia – sia, karena tugas tidak terlaksana sebagaimana yang mereka harapkan.

Kembali situasi di Rangasdengklok, pada jam 1700tiba – tiba muncullah Sukardjo, Sucokan (Residen) dengan berpakaian Jawa datang dari Jakarta kemudian disusul pula oleh Soebardjo yang diberi tugas untuk menyusul Bung Karno – Bung Hatta. Petang itupula diputuskan pulang ke Jakarta dan Soekarni senantiasa gelisah apa lagi melihat api berkobar – kobar di depan seraya mengatakan bahwa di Jakarta pemuda – pemuda sudah mulai berontak.Kata Sukarni berkali – kali! Sebaliknya Bung Karno dan Bung Hatta tak sedikitpun percaya bahwa api itu tanda pemberontakan. Maka diputuskan untuk didekati saja dan ternyata keyakinan Dwitunggal benar adanya karena yang ada api tersebut hanyalah dari nyala pembakaran jerami saja. Dan kemudian semuanya tertawa. Bung Karno nyelethuk : “Itulah revolusi di Jakarta. Hai pemuda – pemudamu yang berevolusi itu ?.

Itulah gurauan Bung Karno kepada Soekarni. Tepat 16 Agustus 1945 jam 20.00 rombongan tiba di rumah Bung Hatta. Tak lama kemudian Bung Karno dengan Bung Hatta segera menuju ke kediaman Laksamana Muda Maeda Tadhasi guna memimpin rapat. Sementara Fatmawati dan Guntur kembali ke rumahnya di Pegangsaan Timur No. 56 dan disana telah menunggu S. K. Tri Murti dan Sayuti Melik serta beberapa pemuda. Orang tua Bu Fat ternyata tidak di rumah karena sepeninggal Bung Karno ia ditahan oleh Kempetai.
Sebelumrombongan tiba dari Rangasdengklok ternyata berbagai kelompok telah mengetahuibila Bung Karno dengan Bung Hatta akan kembali ke Jakarta, dan orang – orang yang dekat dengan Kaigun (Angkatan Laut) pun sudah dikerahkan untuk menyambut kedatangan rombongan tersebut di rumah Lakda Maeda (karena bila di tempat lain pasti akan digagalkan oleh serdadu Jepang sementara di kediaman Maeda memiliki status “hakekstra territorial”. Nampak BM. Diah dari harian Asia Raya, Sayuti Melik yang belum lama keluar dari bui & Iwa Kusuma Sumantri, sudah siap menanti kedatangan Bung Karno – Bung Hatta di ruang depan.
BulanPuasa tak sedekitpun mengurangi gerak dan langkah perjuangan mereka dan itulah esensi ibadah dan bakti sucinya terhadap Ibu Pertiwinya itu yang begitu mulya.

H. 17 AGUSTUS 1945, DETIK – DETIK PROKLAMASI

MalamJumat Legi, 8 Ramadhan 1364 H atau 9 Poso 1876 SJ, setelah masing–masing mengambil tempat dan melepaskan lelah sejenak, Soekarni danChairul Saleh berangkat ke Manggarai menjumpai Syahrir, Maruto, Pandu,Adam Malik,Kusnaeni, Jawoto, dll. Setelah Soekarni memberikan laporanperjalanannya ke dan dari Rangasdengklok, maka diputuskan bahwa yangakan menandatangani Proklamasiialah enam orang pemuda. Mereka adalahSukarni,Chairul Saleh, Adam Malik, Maruto Nitomihardjo, PanduKartawiguna dan Jawoto. Soekarni dan Chairul Saleh diwjibkanmenghadiri rapat yang segera akan diadakan di kediaman Laksamana Maeda.

Taklama mereka semua berangkat ketempat rapat menuju Jl. Nassau Boulevard(sekarang Jl. Iman Bonjol No. 1) dengan maksud menyaksikanpenandatangan Proklamasi. Jepang yang hadir selain Laksamana Maeda,ialah Nishi Sima, Saitodan Miyosi. Seorang lagi belum datang. Maka apabila sampai jam 2300 Yamamoto (Gunseikan) yang ditunggu –tunggu belumjuga tiba, maka Maeda akan mulai membuka perundingan. Maeda sangatberjasa karena elit Jepang, Gunseikan Yamamoto lewat telepon menolakuntuk menerima Soekarno, Hatta dan Maeda. Demikian pula Nishimuramenolak memberi persetujuan resmi terhadap setiap tindakan bebasIndonesia, tetapi akhirnya memberi kesempatan bahwa Proklamasi mungkindapat dilakukan tanpa sepengetahuannya.Akhirnya Laksamana Maeda,membuka rapat dan mengemukakan, bahwa dia mengerti dan setuju denganhasrat pemuda,yakni Indonesia Merdeka. Cuma dia menyesali atasterjadinya perpecahan antara golongan tua dengan golongan muda.

Hatta,mengemukakan, bahwa pernyataan kemerdekaan pada malam hari itu tidakbisa dihalang – halangi lagi. Hanya dia berharap supaya bahayapertempuran secara besar – besaran antara Jepang dan rakyat/PemudaIndonesia dapat dihindarkan. Dikemukakan pula, kalau golongan tua tidakmengakui kehendak pemuda, maka mereka pun (golongan tua) akan terancambahaya. Hatta menganjurkan untuk mecari jalan yang terbaik.

SementaraSoekarno memperkuat pandangan Hatta – Subardjo dengan mengatakan bahwa: “Kalau sampai lewat jam 1200 malamini belum ada keputusan, makagerakan pertama barang kali akan dilakukan oleh Pemuda. Pihak Jepangjuga sudah banyak yang ditawan, kami pun dalam bahaya”.

Setelahperundingan selesai, maka Bung Karno berangkat katanya hendak menjumpaiYamamoto yang ingin berbicara dengannya dan Bung Karno berjanji akanmengumumkan Proklamasi dan mengumpulkan para pemimpin.

Hadirdalam rapat tersebut antara lain ialah : Mr. Subardjo, M. Sutardjo,Teuku Moh. Hasan, Mr. Latuharhary, Dr.Radjiman Wediodiningrat, Dr. M.Amir, Mr. Dr. Supomo, Dr. G.S.J.J. Ratulangi, I.Gusti Ketut Puja, R.Otto Iskandar Dinata, Andi Sultan Daeng Raja, M. A. Abbas, AndiPangeran, Supeno, Gunadi, Semaun Bakri, Sayuti Melik, B. M. Diah, JusufKunto, Chairul Saleh, Soekarni, Dr. Samsi, Dr. Buntaran, Mr. Iwa KusumaSumantri, Kamidan, A. R. Rivai. Semua 26 orang, sedang 4 orang Jepangyang semula hadir telah meninggalkan tempat. Sekembali Bung Karno,sekitar pukul 01.30 dini hari mereka mulai membicarakan susunan kata –kata Proklamasi dancara – caranya. Sukarno – Hatta mengusulkan agarProklamasi dibacakan besuk siang hari, tanggal 17 yang ditandatanganidan diumumkan di muka Anggota Panitya Persiapan Kemerdekaan yang ada.Praktis usul tersebut ditolak mentah – mentah oleh Soekarni dan ChairulSaleh. Mereka menolak keras karena membawa – bawa nama PPKI. KemudianSoekarni membacakan draf Proklamasi yang telah dipersiapkan olehkelompok Pemuda yakni : “Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakankemerdekaannya. Segala badan – badan Pemerintah yang ada harus direbutoleh rakyat dari orang – orang asing yang masih mempertahankannya”.

Sebaliknyaisi tek tersebut tidak memuaskan Soekarno – Hatta, karena tidak inginJepang menghantam rakyat Indonesia habis – habisan. Dan perdebatan punmemuncak tak ada ujung pangkal. Akhirnya diambillah jalan tengah danSayuti Melik mengetik (dengan mesin ketik pinjaman dari kedutaanJerman) naskah yang ditulis oleh Bung Karno tersebut yang berbunyi :”Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indoenesia.Hal– hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain – laindiselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat –singkatnya”.

Setelah persoalan naskah Proklamasi selesai,kemudian muncul persoalan baru tentang siapakah yang harusmenandatanganinya. Apakah semua yang hadir seperti Declaration ofIndependencenya Amerika Serikat ?. Toh dengan lantangnya Chairul Salehsegera berdiri dan mengatakan : “Kami golongan pemuda tidak sudimenandatangani naskah ini dengan orang – orang Jepang itu”(yangdimaksudkan adalah anggota PPKI). Dan ngotot mengusulkan enam orangyang telah dibicarakan di Manggarai sebelumnya.

Sebaliknya padasaat itu Soekarni tidak menyetujui usul karibnya tersebut walaupuntelah mereka setujui s ebelumnya, dan ia bahkan mengusulkan bahwa cukupuntuk ditanda – tangani oleh “SOEKARNO – HATTA” saja, sebagai wakilbangsa Indonesia. Usul tersebut akhirnya disetujui bersama.

Dalamruang besar tersebut, jam 0400 itu Bung Karno didampingi Bung Hattamemberikan sambutan. Bung Karno mengemukakan alasan mengapa pertemuanluar biasa ini dilangsungkan pada larut malam, tentang keadaan mendesakyang telah memaksa semua untuk mempercepat pelaksanaan ProkamasiKemerdekaan. Kemudian Bung Karno dengan pelan dan tenang membacakan isiteks Proklamasi itu.

Tak ayal seusainya pembacaan tersebut kiniganti Soekarni yang mengkritiknya bahwa isi teks itu begitu lembek,terlepas dari semangat revolusioner, namun golongan tua tetap padapendiriannya dan keamanan rakyat yang harus diutamakannya. Akhirnyateks tersebut ditandatangani dan diperbanyak untuk disebar luaskan saatitu juga keberbagai penjuru kota.

Maka atas “berkat danrahmat TUHAN”, pada 17 Agustus 1945 yang dalam kalender Jawa jatuh padaJumat – Legi, tanggal 9 Pasa 1876 SJ atau 8 Ramadhan 1364 H, BungKarno dengan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkankemerdekaannya. Gentha – Lonceng Naviri Kemerdekaan bertalu – talumenggema, membahana melalui lorong – lorongl angit di seluruh persadaNusantara ini, suasana keramat menjalari ke sekujur tubuh para pesertadeklarasi tersebut.

PIDATO PROKLAMASI :

Saudara – Saudara sekalian !

Sayatelah minta Saudara – Saudara hadir di sini untuk menyaksikansuatuperistiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh – puluh tahunkitabangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita.Bahkan telahberatus – ratus tahun.

Gelombang aksi kita untukmencapai kemerdekaan kita itu ada naiknyaada turunnya, tetapi jiwa kitatetap menuju ke arah cita – cita. Juga di dalamjaman Jepang ini,tampaknya saja kita menyadari kemerdekaan nasional tidak berhenti –henti.

Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkandiri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenagakita sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan kita sendiri.

Sekarangtibalah saatnya kita benar – benar mengambil nasib bangsadan nasibtanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang beranimengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengankuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah denganpemuka – pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia.Permusyawaratan itu seiya – sekata berpendapat , bahwa sekaranglahdatang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara – Saudara ! Dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad itu.Dengar kanlah Proklamasi kami :

PROKLAMASI

Kamibangsa Indonesia denganini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal – halyang mengenai pemindahankekuasaan dan lain – lain diselenggarakandengan cara yang seksama dan dalamtempo yang sesingkat – singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus ’05 (note: 2605 Kalender Jepang atau 1945 Masehi)

Atas nama Bangsa Indonesia

SOEKARNO – HATTA

Demikianlah Saudara – saudara!

Kita sekarang telah merdeka!

Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsaini!

Mulai saat ini kita menyusun Negara kita ! Negara Merdeka, NegaraRepublik Indonesia, merdeka kekal – abadi.

Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.

Gunamengetahui suasana yang maha mengharukan tersebut kiranya dapat disimakpenuturan Bu Fatmawati disamping sebagai isteri Bung Karno, beliau jugasebagai pelaku sejarah yang juga telah lama menyiapkan Bendera PusakaMerah Putih, sejak Guntur masih dalam kandungannya. Bu Fat melukiskanbahwa : “Berdiri di beranda rumah Pegangsaan Timur 56, di pagi hari 17Agustus , sesudah mengalami peristiwa – peristiwa hari – harisebelumnya, dan matahari pagi sedang meninggi, terasalah suatuketegangan yang akan meledak. Apakah itu saat – saat lahirnya kejadian–kejadian besar dalam sejarah ? Pada saat– saat itu terasa orang –orang tidak berdiri sendiri. Kita diliputi oleh suatu suana ghoib yangmengikat kita semua.Bila aku diminta untuk melukiskan kejadian –kejadian pagi itu sampai terperinci aku jelas tidak mampu “……

“Bagian–bagian kalimatnya aku ingat, terutama nadanya yang sangat bersemangattanpa teks dan merupakan pidato terpendek yang pernah diucapkan BungKarno. Tapi marilah kita kembali kepada urutan peristiwa pagi berhikmahitu. Pak Latif Hendraningrat menjadi Komandan Upacara. Bung Karnokeluar menuju corong, Bung Hatta disampingnya sedikit ke belakang(mikropon yang bersejarah ini menurut keterangan Pak Sudiro adalahmilik Saudara Gunawan yang beralamat di Salemba Tengah 24, dipinjamoleh Pak Wilopo & Pak Nyonoprawoto).

Mula – mula Bapakmengucapkan pidato di hadapan massa, yang menurut penafsiranku kuranglebih 300 orang. Pidato Bung Karno saat itu lebih berapi – api daripidato – pidato hari – hari sebelumnya, dan atau hari – hari sesudahnya.

Setelahselesai memberikan pidatonya, mulailah Bung Karno membacakan TeksProklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Aku melihat beberapa orangmengucurkan air mata, gembira bercampur haru. Nampak olehku Pak Suwiryoterisak– isak, demikian juga aku sendiri. Saat itu aku melihat banyaklelaki yang mengucurkam air mata. Aku lihat Bung Karno dan Bung Hattabersalaman, sementaraitu Pak Latif Hendraningrat mempersiapkan upacarapengibaran Sang Saka Merah Putih.

Aku bersama – sama dengan S. K.Trimurti menuju tiang bendera. Upacara Bendera dipimpin oleh Pak LatifHendraningrat, dengan diiringi lagu Indonesia Raya, tanpa musik.

Semuanyabegitu tertib & khusuk. Seusai upacara dilanjutkan dengan resepsidengan makanan kecil yang telah disiapkan oleh Bu Fat”.

Selangbeberapa saat setelah gema Proklamasi berkumandang datanglah duaperwira Jepang menemui Bung Karno, untung tak terjadi apa – apa.

Sebaliknyatidak demikian halnya dengan nasib Chairul Saleh dan Sukarni, setelahmengikuti pendeklarasian Proklamasi Kemerdekaan, ke duanya diajak olehNishishima ke Kebon Sirih No. 70 Asrama Kaigun, katanya untukberistirahat. Akan tetapi kenyataannya mereka dipancing ke sana untuksegera ditahan. Soekarni yang selama ini bertindak atas Pemuda Jakarta,ketika hendak keluar, oleh Jepang diancam dengan pistol. Namun usahaChairul Saleh untuk keluar berhasil. Dia bisa mendapatkan mobilKomandan,kemudian segera menjemput Soekarni & bersama – samaberangkat ke tempat persembunyiannya.

PERUNDINGAN KEPU

Parapemuda melanjutkan aksinya dengan mengadakan rapat di Kepu SelatanKemayoran di kantin Kantor Berita Antara, rumah Jawoto, jam 1700.Sementara menunggu yang lain para pemuda sibuk memperbanyak naskahProklamasi. Bak’da Magrib berkumpullah Jawoto, Kusnaeni,MarutoNitimihardjo, Wikana, Chairul Saleh, Soekarni dan Pandu KartaWiguna.Sementara Syahrir hanya mewakilkannya, ia tidak bisa datang.

Pembahasanmengarah pada tindakan apa yang harus dilakukan setelah Proklamasi.Mereka bertekad untuk menggerakkan aksi massa, mengambil alihkekuasaan dan merampas pesenjataan Jepang. Maunya merebut karena tidaktercantum di dalam teks Proklamasi, adanya hanyalah pemindahankekuasaan. Terjadilah ketegangan ketika Pandu menghunus keris sambilteriak : “Kenapa rakyat tidak bergerak ? Kenapa ?. Maruto mencobamenenangkannya dan Pandu pun dapat menahan emosinya. Akhirnya rapatmemutuskan guna mendirikan markas yang idial yakni di J l. Prapatan Xsebagi tempat basis mahasiswa yang sudah terlatih.

Chairul Salehmenyatukan berbagai elemen aksi Pemuda yang sudah bergerak baik dizaman Belanda maupun Jepangs eperti Gerindo, Suryowirawan, GPII, Perda(Pemuda Rakyat Jakarta), Pertimu (Persatuan Timur Muda), Lasykar PAI(Partai Arab Indonesia) dan lain sebagainya.

AngkatanPemuda Indonesia (API) segera dibentuk dengan markasnya di Menteng 31dengan agenda : Memperteguh Negara Kesatuan Republik Indonesiaberdasarkan kedaulatan rakyat, dengan memperjuangkan masyarakat yangadil dan makmur.

Mereka memilih Wikana sebagai Ketua denganChairul Saleh. D.N. Aidit, Darwis, A. M. Hanafi, Kusnandar, JoharNur,Chalid Rasyidi sebagai anggota pimpinan. Bersama dengan API, diSemarang didirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) di bawahpimpinan pemuda – pemuda Ibnu Parna, Bambang Suprapto, S. Karna,Rochyati, Sutiah dan Marthadi. Di Yogyakarta didirikan Pemuda PeloporNasional (PPN) yang tak lama kemudian namanya diganti dengan Gerpri,yaitu Gerakan Pemuda Republik Indonesia di bawah pimpinan SW. Lagiono,Mantoro Tirtonegoro, Hudoyo dan Asrar. Di Surabaya juga berdiri PRI(Pemuda Republik Indonesia) di bawah Sumarsono, B. Kaslan, RuslanWijayasastra. Tak ketinggalan di Bandung dan Cirebon.

Dalamsekejab lahirlah dimana –mana tentara revolusi yang tak terbilangbanyaknya, dimana saja dijumpai bangsa Indonesia disitu hiduplahsemangat dan roh kemerdekaan yang menyala – nyala. Jika dalam keadaanbiasa Jakarta diliputi oleh suasana tenteram, maka pada saat proklamasisemuanya menjadi berubah. Para pemimpin dianggapnya tak pernahmemperhitungkan kekuatan tentara rakyat yang lahir dari rahimnyarevolusi. Jangan sekali – kalai meninggalkan sejarah!

NAH BAGAIMANA SITUASI SAAT INI ? KITA AKAN MELIHAT PARA ANGGOTA DEWAN BAIK DPR MAUPUN DPD YANG MENGKLAIM DIRINYA PARA SENATOR ITU SELURUHNYA BERPAKAIAN JAS YANG TRENDI DISAKUNYA 3 HP BLACKBERRY DENGAN BAU HARUM SEMERBAK. DEMIKIAN PULA PARA PEREMPUAN TERMASUK POLIBRITIS SAMBIL MANGGUT – MANGGUT MENYIMAK PIDATO KEPALA NEGARA PRESIDEN SBY DALAM SIDANG PARIPURNA GABUNGAN SIANG INI! SEMENTARA DI LUAR SUASANA DAN KEJADIAN APA AKAN DILAPORKAN OLEH PEMILIK STASIUN TV YANG GEBYAR – GEBYAR INI//DIRGAHAYU NEGERIKU, WAHAI BUNDA PERTIWIKU HAPUSLAH AIRMATAMU, PERCAYALAH MASIH BANYAK ANAK – ANAKMU YANG MEMPEDULIKANMU BUNDA, IJINKANLAH ANAKMU MEMBASUH KAKIMU DAN MENGAHPUS AIR MATAMU DENGAN KAIN MERAH PUTIH YANG KUSIMPAN SELAMA – LAMANYA INI!KUMOHON BUNDA JANGAN JATUHKAN UCAPANMU BAHWA KAMI DURHAKA TERHADAPMU BUNDA —- JANGAN YA BUNDA KARENA ANAK – ANAKMUA AKAN SEMAKIN TAK TAHAN MENJALANI HIDUP & KEHIDUPAN INI, LALU SIAPA NANTI YANG AKAN MERAIKAN RUMAH INI BUNDA? APAKAH SUARA TAWA RENYAH DI TENGAH LENGKINGAN SUARA CUCU -CUCUMU YANGSEDANG BERMAIN DAN BERCANDA INI KAU BIARKAN SUNYI – SENYAP TANPA KEHADIRANNYA ? SUNGKEMKU BUNDA!