Rabu, 21 Juli 2010

Dari Kaca Negara melihat Indonesia I.

Ada sebagian orang berpendapat bahwa mempelajari sejarah adalah omong kosong. “History is bunk”. Sedangkan Bung Karno menandaskan “Jangan sekali – kali meninggalkan sejarah” atau yang sering disebut dengan “JASMERAH”.

Bahkan beliau tandaskan bahwa : “Karena dari mempelajari sejarah orang bisa menemukan hukum, hukum yang menguasai kehidupan manusia. Salah satu hukum itu ialah bahwa : “Tidak ada satu bangsa yang besar dan malmur zonder kerja. Terbukti dalam sejarah segala zaman, bahwa kebesaran bangsa & kemakmuran tidak pernah jatuh gratis dari langit. Kebesaran bangsa & kemakmuran selalu ‘kristalisasi’ keringat. Ini adalah hokum, yang kita temukan dari mempelajari sejarah. Bangsa Indonesia, tariklah moral dati hukum ini ” ! Lao Tse, orang suci Cina, menyatakan :”Dengan memahami masa lalu, engkau akan menguasai masa depan” (Nasr.1984).

Memang benar bahwa dengan mempelajari dan melihat masa lalu, kita dapat menjalani masa kini dan hasil saat ini dapat menetukan untuk hari esok, walaupun dalam kasanah kearifan budaya local dikenal dengan adanya “Cakra – manggilingan”. Apakah esok akan menjadi kemarin ?. Tidak ! Karena besok adalah kepanjangan hari ini, akan tetapi tanpa mempelajari kemarin dan hari ini maka esok akn sia –sia saja seperti kemarin! Teramat sayang bahwa bangsa ini ingkar atas wasiat tersebut sehingga sejarah Indonesia ini tidak menunjukkan suatu kesinambungan. Satu masa dihapus dan digantikan secara total dengan suatu yang baru. Naifnya yang baru hanya dibuat untuk membedakannya dengan yang lama.

Maka tidaklah keliru bila Soebadio Sastrosatomo dalam salah satu bukunya yang brjudul “Era Baru Pemimpin Baru. Soebadio menolak rekayasa rezim Orde Baru” menyatakan bahwa “Seolah – olah sejarah Indonesia itu baru ada semenjak lahirnya rezim Oede Baru”. Seiring peringatan seabad Kebangkitan Nasional, satu dasawarsa kebangkrutan nasional & rezim Reformasi/ Transisional serta 63 tahun Kemerdekaan Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia, kiranya mutlak bagi seluruh unsur bangsa berkenan merenungkan peri kehidupan berbangsa & bernegara yang secara hakekat, secara tersirat sejatinya telah bubar dan bangsa ini amat terpuruk dengan stigma sebagai “bangsa babu, bangsa Indon – bangsa trouble maker, bangsa kuli – kulinya bangsa – bangsa” yang jauh hari sebenarnya telah diperingatkan oleh Bung Karno sebagaimana pidatonya pada 17 Agustus 1963 dengan judul “Genta Suara Revolusi Republik Indonesia” atau GESURI.

Bung Karno menyatakan bahwa : “Barang kali kita makin lama makin jauh ‘opdrft’, makin lama – makin klejar – klejer, makin lama makin tanpa arah, bahkan makin lama makin masuk lagi ke dalam lumpurnya muara ‘explotation de l’homme’ en ‘ explotation de l’homme par nation’. Dan sejarah akan menulis : disana, antara benua Asia & benua Australia, antara lautan Teduh & lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa yang mula – mula mencoba untuk hidup kembali sebagai bangsa, tetapi akhirnya kembali menjadi ‘een natie van koelies, en een kolies onder de naties”. Bahkan bangsa & Negara ini menempati rangking pertama disusul oleh Thailand di Asia dalah hal korupsi! Quvadis. Bung Karno sebagai anak sejarah, putra kandung revolusi, ikon pemimpin dunia, putra terbaik Bunda Pertiwi yang memiliki segudang stigma antara lain sebagai : Sang Proklamator, Bapak Bangsa, Founding Father, arsitek, seniman/pelukis, budayawan, pengarang, orator, politikus, negarawan, filosuf, futurolog dan lain sebagainya. Sebagai anak bangsa Bung Karno juga menyandang stigma miring yang dilekatkan oleh sebagian masyarakat yang kontra padanya dengan sebutan : diktator, gila hormat dan jabatan, kolaborator, cengeng dan donjuan serta tokoh coup detaat atas kekuasaannya sendiri.

Benarkah ? Pro dan kontra adalah suatu kenisbian, sungguhpun demikian kita telah diwarisi begitu banyak filosofi kearifan buadaya local seperti “Becik ketitik ala ketara” dan sesanti “Sura dira jayanikanangrat swuh brastha tekap ing ulah dharmastuti atau Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti” yang maknanya : ”Bahwa betapapun sura (sakti) dan besar kekuasaannya, akan tetapi kalau untuk tujuan yang tidak benar, tidak adil dan angkara murka (adharma), pasti akan sirna oleh budi pekerti luhur dan rahayu serta sikap kasih dan damai”.


Bung Karno

Seiring keadaan berbangsa dan bernegara dimana Pemerintah ingin merajut kembali kenangan, semangat dan jiwa nasionalisme seiring seabad peringatan kebangkitan nasional di tengah – tengah keterpurukan serta runtuhnya konstruiksi Negara Proklamasi yang berdasarkan PANCASILA yang telah diganti dengan esensi PIAGAM JAKARTA yang telah dilembagakan sekurangnya oleh 6 propinsi, 38 kabupaten & 12 kota serta menyusul di ujung timur, Papua tak mau kalah segera memberlakukan perda syareat “Kota Injili”. Disintegrasi bangsa telah meletup dan masyarakat tanpa asa sehingga mereka berduyun – duyun mencari harta karun – harta warisan Bung Karno secara membabi buta, sedangkan yang dimaksud adalah menggali dan menghayati warisan ajaran (idiologi ) Bung Karno. Antara lain tentang : PANCASILA, MARHAENISME, JASMERAH, TRISAKTI (Berdaulat di bidang politik; Berdikari di bidang ekonomi dan Berkepribadian di bidang kebudayaan) dan lain – lain semata – mata guna membangun dunia baru dengan tanpa adanya penghisapan antar manusia sekaligus antar bangsa. Kelemahan Bung Karno sebagai manusia biasa tentu ada namun amatlah tak beradabnya bila anak bangsa yang diperjuangkannya justru sama sekali tidak menghargainya bahkan tega menfitnah dan menjebloskannya ke penjara. Soebadio Sastrosatomo tokoh PSI yang pernah dijebloskan dalam penjara yang menjelang tutup usia begitu produktif menulis buku, ia begitu cinta & hormat serta mengakui berbagai kebenaran dan kelebihan iterhadap diri Bung Karno sehingga salah satu bukunya diberi judul “Soekarno adalah Indonesia – Indonesia adalah Soekarno”. Apa yang diutarakan tersebut benar adanya, Bung Karno ibarat telah bersenyawa – telah menyatu dengan Bunda Pertiwi sehingga kerinduan dan rintihan Nusantara tak sedetikpun beliau lupakan. Bagaimana Ibu Periwi dan susuannya (rakyat) yang rindu kemerdekaan telah beliau nyatakan pada 1933, “Bila perang Pasific meletus maka Indonesia akan merdeka”, sebaliknya sakitnya Ibu Pertiwi juga telah diucapkan pada 1963 sebagaimana tertulis di atas. Marilah Jangan lupakan JASMERAH ! DAUR ULANG SEJARAH ANTARA MAJAPAHIT DENGAN NKRI Guna melengkapi kajian – renungan dan penghayatan atas sejarah untuk merenda hari esok yang lebih baik nampaknya kita dituntut untuk membaca dan mengkaji suara alam (min aayaatillah), terlepas dari kesahihan suatu sejarah yang mendahuluinya. Karena semua kejadian ini secara spiritual tidaklah ada kamus kebetulan, karena semua itu terjadi atas karsa dan kuasa – NYA! Apapun pro kontra isi dari sajian ini jangan sampai memupus amanat BUNG KARNO ‘JASMERAH” bahkan kita justru terbangkitkan untuk lebih inten menguak serpihan kebenaran!@ Bung Karno menyatakan bahwa : “Revolusi adalah perjuangan” Firman TUHAN inilah gitaku :”TUHAN tidak merubah nasib sesuatu bangsa sebelum bangsa ityu merubah nasibnya sendiri” QS : Ar Ra’d ayat 11. Ref pidato 17 Agustus 19633 : Gesuri. Benarkah ada daur ulang sejarah ? Yang pasti siklus kehidupan di bumi ini mengikuti hukum alam atau alur kehidupan : lahir, tumbuh, berkembang (matang) setelah itu mati. Siklus sejarah kekuasaan raja – raja beserta imperium yang dibanggakannya di dunia ini tak terkecuali Indonesia pun tak dapat lepas dari hukum alam ini. Maka di sinilah terjadi proses daur ulang (cakra manggilingan) sejarah kerajaan dengan ragam dialektika, dinamika dan romantika pergantian kekuasaannya.

Nampaknya fragmentasi sejarah kerajaan terdapat tiga babak yakni ;
(1). Zaman Kelahiran.
(2). Zaman Kejayaan dan
(3). Zaman Kegelapan.
Oleh sebab itulah NKRI, Negara Proklamasi yang berdasarkan PANCASILA sebagai kebangkitan Majapahit I seharusnya kita pertahankan dan kita berdayakan agar tujuan mendirikan negara yakni Sila V, keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan amanat penderitaan rakyat sebagaimana tertuang, tersurat dan tersirat dalam Preambule atau Pembukaan UUD 1945 itu. Begitu idial. dan universal yang nyaris sempurna dengan adanya paduan dari nilai hidup & peri kehidupan yakni filosofi dan religi serta iptek telah tersurat dan tersirat di dalam Preambule UUD 1945 yang petunjuk dan pelaksanaannya tertuang di dalam batang tubuh UUD 1945 yang memang sengaja dikemas secara simple dan sederhana oleh founding fathers. Keruntuhan kerajaan Nasional Sriwijaya dan Singhasari serta Majapahit hendaknya jangan lagi terulang pada NKRI ini.

ERA KEKUASAAN

1. Era R. Wijaya (1293 – 1309) & Jaya Negara (1308 – 1328) Identik Dengan Era Presiden I, Dr. Ir. Soekarno (1945 – 1967). Majapahit yang didirikan oleh R. Wijaya, canggah dari Ken Arok dengan Ken Dedes, putra Dyah Lembu Tal. Oleh sebagian sejarawan dinyatakan berpusat di bekas kerajaan Mahibit sebagai kota air semacam Venice, Italia yang dulu ditaklukkan oleh Singhasari, dan sebagian berpendapat sebagai hasil babat alas/hutan “Tarik”, dengan Trowulan sebagai ibukotanya yang didirikan pada 1293. Karena kehebatan R. Wijaya , pasukan Tartar sangat memperhitungkannya dimana untuk menyerang Singhasari yang (ternyata telah dikuasai oleh Jayakatwang) , brigade Kau Hsing, Brigade Ike Messe yang jalan darat sementara brigade Shihpe jalan laut menuju RV Sedayu harus minta nasehat Tuan Pijaya yang dimaksud Wijaya . Paska R. Wijaya diteruskan oleh Putranya yang Indo, Jawa – Melayu, Prabhu Jaya Negara atau Kologemet . Di masa – masa kedua rezim tersebut, kerajaan dirongrong oleh pembrontakan seperti Ranggalawe, Juru Demung, Gajah Biru, Sora, Nambi dan Rangkuti. Dimana Prabhu Jaya Negara wafat akibat pembunuhan oleh tabib Tanca.

Bandingkan dengan rezim Bung Karno, selain rongrongan oleh tentara Sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherland Indies Civil Administration) yang diboncengi oleh NICA (Netherland Indies Civil Administration) sehingga meletuslah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, juga di tempat – tempat lain. Timbul kelicikan oleh Belanda seperti terjadinya Agresi Militer I pada 27 Juli 1947 sehingga tercetuslah Perjanjian Renvil pada 8 Desember 1947 yang kemudian masih muncul pemberontakan oleh anak – anak bangsanya sendiri seperti :
PKI Muso, yang mendeklarasikan “Negara Republik Soviet Indonesia”, pada 18 September 1947,menyusul kemudian Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948, yang membawa KMB pada 23 Agustus 1949, yang membuat Indonesia menjadi RIS yang terdiri dari 16 negara bagian. Yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Oleh sebab itu RIS dan RI (sebagai negara bagian dari RIS) sepakat untuk membentuk Negara Kesatuan, pada 17 Agustus 1950 RIS menjelma menjadi NKRI. Dan berturut – turut pemberontakan pecah dimana Karto Suwiryo mendeklarasikan berdirinya NII, pada 7 Agustus 1949, Darul Islam oleh Daud Beureuh, di Aceh dan Kahar Muzakar,di Sulawesi Selatan serta, PRRI, APRA, RMS, Permesta (Piagam Perjuangan Semesta Alam, oleh Letkol Sumual pada 2 Maret 1957 di Sulawesi), Westerling, Dewan Banteng, Andi Azis, yang terakhir G30SPKI. Amerika Serikat ikut membidani aksi – aksi tersebut. Juga adanya upaya pembunuhan berkali – kali secara langsung terhadap diri Bung Karno namun selalu gagal Maka rezim R. Wijaya dan Jaya Negara (selama 35 tahun) adalah identik dengan rezim Bung Karno (24 tahun). Sungguhpun sebagai Negara yang baru merdeka Angkatan lautnya telah mampu menggetarkan Australia dan negara – negara lain. Armada Angkatan Perang baik laut, udara dan darat tercanggih di Asia yang menjadi kekaguman negara – negara sahabat utamanya yang tergabung dalam Konferensi Asia – Afrika. Bahkan Indonesia pernah memiliki pesawan pembon tercanggih di dunia yakni type TU – 16 saat merebut Irian Barat. Dan Indonesia sekaligus mampu menjadi pemimpin dunia, Konferensi Asia Afrika, Ganefo, Conefo adalah bukti nyata. Dan ruh, jiwa dan semangat Preambule UUD 1945 mampu memerdekakan puluhan negara di kawasan tersebut. Bung Karno adalah Proklamator, Founding Fathers, Bapak Bangsa! Secara gen, bila istri R. Wijaya dari Swarnabhumi/Jambi, yakni Dara Petak dan Dara Jingga sedangkan Bung Karno juga mempersunting Ibu Fatmawati dari Bengkulu, Sumatera. Lebih jauh bila dianalogikan bahwa Gajah Mada adalah identik pula dengan Bung Karno yang sama – sama sebagai pemersatu bangsa. Bila Gajah Mada dengan berpuasa mutih selama puluhan tahun sedangkan Bung Karno rela namanya hancur & dipenjarakan nyaris sepanjang hayatnya, tidak saja oleh Belanda namun juga oleh anak bangsanya sendiri asalkan persatuan bangsa itu masih tetap terpelihara & tak ada pertumpahan darah. Gajah Mada demi sumpah Palapanya harus rela menjadi lilin yang menerangi namun sekaligus menghancurkan dirinya sendiri karena peristiwa Bubat dimana junjungannya batal mempersunting Dyah Pitaloka atau Citraresmi putri Prabhuwangi dari Pajajaran. Gajah Mada dianggap bersalah karena dianggap telah mengambil domain sang raja! Sebaliknya Bung Karno karena sumpah Pemuda dan Proklamasi, beliaupun tak hendak membubarkan PKI karena dasar PKI dari Marxisme – Leninisme dengan PANCASILA, Bung Karno pun dihujat dan disalahkan karena menurutnya benar salah yang memutuskan adalah pengadilan! Namuin sejarah ternyata selamanya dikodratkan “bengkok” oleh ego pembuat sejarah itu sendiri yang menganggap kekuasaan adalah segala – galanya, bukannya merupakan jalan sebagai pengabdian “respublika” demi memenuhi tuntutan amanat penderitaan rakyat tapi demi ambisi dan ego kesrakahan anak – anak bangsanya sendiri. Dan ke tiga patriot Majapahit yakni R. Wijaya, founding father Majapahit, Jaya Negara, sebagai raja yang dicitrakan oleh para sejarawan demikian buruk. Bila benar begitu kenyataannya mengapa ia selalu dapat memadamkan pergolakan/ pemberontakan. Dengan fakta tersebut ia adalah raja yang baik & konsepsional, setidaknya logistic & strategi perang melawan pemberontak sepanjang pemerintahannya adalah cermin baiknya tata kelola berkerajaan. Memang semuanya tak terlepas dari peran Sang Bekel dan kemudian didudukkan sebagai Kepala bayangkara (Kapolri) dan mencapai pimpinan puncak sebagai Mahapatih yakni Gajah Mada sebagai pemersatu seluruh Nusantara. Ini pun nampkanya mirip dan luluh ke diri Bung Karno yang amat gandrung terhadap persatuan dan kesatuan bangsanya. Dharma eva hota – hanti ! Bisa jadi bangsa ini harus menyadari atas kekeliruannya dan para pimpinan apapun namanya, kadereisasi dan regenerasi adalah mutlak adnya sehingga setiap ada suksesi akan berjalan mulus, tidak berdarah – darah dan berkesinambungan.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar