Misteri 17.8.45

I. Pak Prapto menyampaikan berbagai renungan atas misteri angka 17.8.45 sehingga kemudian dengan berbagai penggalian intensif berdua, puji syukur telah ditemukanlah begitu banyak misteri dan sekaligus menemukan perbintangan (model baru) yang kita namakan “HOROSCOP GARUDA PANCASILA”.Apakah misteri itu ?.

Nah untuk sajian ini kita bahas tentang “ANGKA PROKLAMASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN HARI PASARAN PROKLAMASI”.

Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah dideklarasikan pada hari Jumat dan Pasaran Legi tanggal 9 Pasa 1876 SJ atau 8 Ramadhan 1364 H yang bertepatan dengan 17 Agustus 1945. Sayang sapta wisesanya jatuh pada ‘SATRIA WIRANG”. Jumat adalah hari rayanya bagi umat Islam. Dalam perbintangan Jawa hari Pasaran Legi naptunya = 5 dan Jumat memiliki naptu nilainya 6. Eloknya 56 adalah juga sbagai nomer jalan Pegangsaan Timur dimana Proklamasi dikumandangkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. (Bahasan khusus tentang tempat menyusul).Jadi hari pasaran dengan tempat, dapat jumbuh atau sama & menyatu. Hebatnya lagi tahun Proklamasi, 45 adalah sama dengan jumlah naptu “Ngapit Jumat Legi”, dari : Kamis (8) Kliwon (8) = 16; Jumat (6) Legi (5) = 11 dan Saptu (9) dan Pahing (9) = 18. Kita tambahkan = 16 + 11 + 18 = 45. Sebuah simbolik tahun kemerdekaan dan bila ditambahkan menjadi 9 yang merupakan angka misterius dan unik, kelipatan 9 berapapun angkanya hasilnya bila ditambahkan akan tetap memiliki nilai “9”!Disisi lain dari peristiwa sumpah sakral Pemuda ke deklarasi Proklamasi bangsa : 1928 – 1945 = 17 tahun. Kembali ke angka cantik = 28 (10 dan 19 (10). Serta tahun 28 = 10. Disamping itu, ini identik dengan puasa ngapit hari kelahiran. Maka bagi anak bangsa yang ingin berbakti kepada Ibu Pertiwi yang percaya dengan yang batin maka dalam rangka pemberdayaan kebangkitan nasional akan bijak dan bajik berkenan melakukan puasa atau saum pada hari – hari tersebut,di samping puasa sunah lainnya. Apakah ini Islami ? Puasa hari kelahiran sebenarnya dilakukan oleh nabi Muhammad saw dan jauh sebelumnya puasa tersebut telah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa. Puasa Senin & Kamis, dapat dirunut bahwa hari Senin adalah hari lahir (dan sekaligus ternyata kemudian sebagai hari wafatnya) nabi Muhammad saw, sedangkan Kamis adalah hari wafatnya Ibundanya tercinta, Siti Aminah. Jadi puasa Senin & Kamis maupun puasa hari kelahiran anak manusia & tanah air negaranya adalah sama – sama baiknya tidak perlu diperdebatkan, apa lagi itu wujud sujud syukur atas anugerah – NYA tersebut. Yang tidak baik adalah yang tidak mau tahu tentang hari kelahirannya sendiri, hari saktinya sendiri. Sedangkan begitu jelas sabda Rasulullah "Man arofah nafsahu faqod arofah robbahu" yakni "Barang siapa (dapat) mengenal dirinya maka niscaya akan (dapat) mengenal TUHAN – nya". Nah bila mana hari lahirnya saja tak peduli & tak tahu lalu bagaimana bisa mengenal dirinya? Betapa besar rahmat & anugerah Tuhan Seru Sekalian Alam kepada bangsa ini ! "Tuhan ridlo atas Negara Proklamasi yang diperjuangkan dengan doa dan seribu satu daya - upaya termasuk pengorbanan waktu, kenikmatan, harta, keringat, darah bahkan nyawa oleh anak – anak bangsa Nusantara ini". Namun mengapa kita tidak pandai mensyukiri nikmat dan anugerah tersebut ? Sehingga kehidupan berbangsa & bernegara kini menjadi sungsang bawana balik ? Kemudian mengapa Bung Karno tetap bergeming memilih angka 17 ?. Nah untuk mendudah tabir di balik itu semua, dengan berbagai kekurangan & keterbatasan marilah kita bersama - sama mencari hikmahnya & semoga mampu meneguhkan kesadaran serta melipat gandakan perjuangan bangsa. Setelah menelusuri berbagai sumber, kita bersyukur telah ditemukan mengapa Bung Karno yang amat egaliteristic itu memilih tanggal 17 di samping berbagai alasan tersebut di atas ?

Menurut Ki (Alm) Hadi Soemarto, seorang veteran – pejuang '45, Pamengku HPK "Wisnu" Pusata yang bermukim di Salatiga, ternyata terdapat esensi yang lebih dalam dibandingkan berbagai pertimbangan tersebut. Pada saat Bung Karno berkonsultasi kepada seorang tokoh spiritual kharismatik dari Solo bernama Kyai Yakoeb bin Minhad (Pendiri Badan Keluarga Kebatinan "WISNU"). Bung Karno bertanya tanggal berapa yang terbaik untuk kemerdekaan bangsa ? Kemudian Bung Karno balik ditanya : "Berapa rusukmu ?". Dijawab olehnya " 17 ", Nah gunakanlah itu !. Dawuhnya. Disamping angka 17 merupakan alegoris dari : jumlah rokaat dalam shalat wajib bagi umat muslimin; juga sebagai lebar wilayah Nusantara ( 6 LU + 11 LS = 17); Tanggal mulai turunnya Nuzulul Qor’an dll. Maka angka 17 adalah ternyata merupakan milik manusia seluruh dunia. Kekuatan rusuk manusia seluruh negeri tersebut (konon) oleh Bung Karno diserabnya sehingga memiliki kekuatan yang luar biasa dahsyat. Maka saat perang mempertahankan kemerdekaan pun hanya dengan "Esensi Bung (tunas bambu) yang telah berumur dan dijadikan bambu runcing sebagai senjata", sungguh ajaib mampu menggetarkan musuh dan melumpuhkan persenjataan modern pasukan Jepang, Inggris dan Belanda/NICA. Dan sebutan Bung merupakan sebutan egaliterian yang penuh daya guna bagi kaum pejuang! Eloknya saat sebutan tersebut dipromosikan kembali oleh Harmoko sama sekali tiada nilai dan gregetnya. Ada apa ?

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG “NUSANTARA & SEJARAH ASAL KATA INDONESIA”
.1. Pandangan Kaum Spiritualis Guna mendapatkan gambaran yang komprehensif, penyaji berusaha merangkum dari berbagai pendapat dan sumber tentang asal – usul nama Indonesia. Baik dari kaum spiritualis, dan sumber akademik seperti uraian dari Irfan Anshori, Direktur Inst. Ganesha Operation dan berbagai bahan bacaan lainnya termasuk harian Kompas edisi 6 April, 2006. Suatu anugerah Tuhan Seru Sekalian Alam nampaknya Nusantara ini memang dijadikan oleh – NYA sebagai “miniaturnya dunia”, sehingga Multatuli menamakannya bagai “Jamrud di Katulistiwa”. Tidakkah kita merasa sangat bersyukur bahwa di Indonesia ini disamping kekayaan dan keindahan alamnya (SDA) terdapat berbagai ras warna kulit itu ada semua baik dari yang berkulit hitam dan berambut ikal seperti saudara – saudara kita di Papua dan Irian Jaya Barat, yang berkulit sawo matang yang memang merupakan kebanyakan dari warna kulit dari suku – suku Nusantara serta yang berkulit putih seperti kebanyakan suku Minahasa dan lain sebagainya (SDM) yang sekaligus sebagai sumber daya spiritual (SDS) dan sumber daya budaya (SDB) serta sumber daya social (SDSos). Berdasarkan pernyataan seorang tokoh pejuang kemerdekaan yang heroic, idialis dan konsisten yang bernama Marwoto Sudebyo atau Dieng Marwah, dari Divisi X, yang juga sebagai seorang spiritualis, dimana ia mengharamkan dirinya sendiri untuk menerima pension selagi di bawah rezim Pak Harto. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia menyatakan bahwa “kata Indonesia” itu berasal dari bahasa “Sipoh” yakni “Indungsia”. Makna dari kata tersebut artinya adalah “induk dari seluruh suku bangsa di dunia”. Ia sangat meyakini bahwa di tatar Pasundan inilah Nabi Adam dan Ibu Hawa bahkan Maryam (Dewi Maria) itu berasal yang ia namakan sebagai “Bhumi Segandhu”. Dan masih menurutnya manusia di bumi ini belum sah dan sempurna untuk diakui sebagai anak cucu orang Jawa (bukan arti pulau, maksudnya adalah manusia beradab), sebelum mereka mencium bhumi Nusantara. Benarkah ?.

Hal tersebut bisa jadi secara makro identik dengan Pulau Jawa yang disamakan sebagai Pulau Nyawa atau Pulau Dewata dan ada spiritualis Yahudi yang menyebutnya Pulau Yehwa yang maknanya Pulau t(kecil)uhan (dewata). Yang lebih dikenal sebagai Pulau Jawa (Dwipa) sehingga konotasi Jawa adalah walaka, prasaja, bersahaja atau beradab. Maka penamaan bagi “orang Jawa” bukan berarti orang – orang yang terlahir di pulau Jawa (suku Jawa) melainkan orang Jawa maksudnya adalah “manusia yang beradab”. Maka jaman dulu kakek/nenek bila melihat seseorang tidak mengenal sopan santun atau etika pasti mereka akan mengatakannya : “orang kok tidak jawani”! Namun sebaliknya sekalipun itu seekor anjing akan tetapi dapat bertata – jalma atau patuh terhadap segala perintah tuannya mereka (dapat) dinamakan sebagai “anjing Jawa” sekalipun itu jenisnya herder dan lain sebagainya yang asalnya dari negara seberang.Oleh sebab itu masih menurutnya nama “ACEH” yang juga disebut sebagai “Serambi(nya) Mekah”, itu memiliki makna akronim dimana dapat dianalogikan sebagai refleksi atas seluruh ras yang ada di dunia ini. Huruf awal “A” (Afrika, refleksi dari ras berkulit hitam), C (China refleksi dari ras berkulit kuning,), E (Eropa refleksi dari ras yang berkulit putih) dan H (Hindis yakni refleksi dari ras yang berkulit sawo matang/coklat). Apakah itu suatu kebetulan ? Asal – usul nenek moyang bangsa kita hingga kini masih belum jelas dan purna karena pendapat yang mengatakan dari Yunan & atau dari Hindia Belakang dinilai lemah sebab pendidikan di jaman Belanda belum dilengkapi dengan pengetahuan genetic dan linguistic yang tajam. Teori hanya dibangun melalui segi fisik saja. Sebaliknya teori “Out of Taiwan” yang mengatakan bahwa manusia Austronesia, atau kita ini berasal dari Taiwan masih dapat dipatahkan karena menurut Direktur Institut Biologi Molekuler Prof. Dr. Sangkot Marzuki meyakini bahwa manusia Austronesia itu justru datang dari daratan Sunda. Oleh sebab itu ia menghimbau agar sejarah asal – usul nenek moyang bangsa Indonesia ini perlu dirombak dan disesuaikan dengan kemajuan tehnologi. Apalagi tak lagi terbantahkan bahwa “NUSANTARA INI MERUPAKAN REINKARNASI DARI BENUA ATLANTIS” yang hilang itu.Nah ternyata tentang asal – usul bangsa Indonesia, apa yang diyakini secara supranatural nampaknya secara saintifik pun dapat seiring sejalan dan terdapat kesesuaian.

Maka akan bijak dan bajik manakala kaum akademisi mau dan mampu menganggap bahwa supranatural dan mitologi sama berharganya dengan tehnologi tidak saling merendahkan sebaliknya justru dapat sejajar dan dapat diberdayakan bersama untuk menuju kebenaran.Sementara menurut metafisikawan Ir. Pradiko menyatakan bahwa Indonesia adalah kepanjangan dari : ”IND" = India, “O” = of, “NE “ = Netherland, “S” = State, “I” = in dan “A” adalah Asia”., Jadi INDONESIA adalah merupakan “India of Netherland State in Asia”.

2. Pandangan Akademisi Nah sementara untuk melengkapinya dari sisi kepustakaan nampaknya dapat dirunut dari uraian di bawah ini. PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai “Nan-hai” (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini “Dwipantara” (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta “dwipa” (pulau) dan “antara” (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke “Suwarnadwipa” (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Termasuk nama ekspedisi Angkatan Laut Kerajaan Nasional “Singhasari” yakni “Dwipantara Pamalayu”. Sedangkan kerajaan di Jambi bernama “Swarnabhumi”.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita “Jaza’ir al-Jawi” (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah “benzoe”, berasal dari bahasa Arab “luban jawi” (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon “Styrax sumatrana” yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)” kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales) . Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (“aleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais”).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yangdigunakan adalah “Nederlandsch – Indie” (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah “To-Indo” (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu “Insulinde” yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin ‘”insula” berarti pulau). Tetapi rupanya nama “Insulinde” ini kurang populer. Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu tiada lain adalah “Nusantara”, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad XIX lalu yang diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari “Jawadwipa” ( Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, ”Lamun huwus kalah Nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata Nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi non Jawais itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli , maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara yang modern.

Istilah Nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda kala itu.Sampai hari ini istilah Nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

3. Pencetus Nama IndonesiaPada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, “Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia” (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), berkebangsaan Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations”. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: “Indunesia atau Malayunesia” (“nesos” dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: “… the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians “.Earl sendiri menyatakan memilih nama “Malayunesia” (Kepulauan Melayu) daripada “Indunesia” (Kepulauan Hindia), sebab “Malayunesia” sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan “Indunesia” bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah “Malayunesia” dan tidak memakai istilah “Indunesia”.Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel “The Ethnology of the Indian Archipelago”. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama “Indunesia” yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak padahalaman 254 dalam tulisan Logan: “Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku “Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel” sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 - 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam “Encyclopedie van Nederlandsch - Indie” tahun 1918.

Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama “Indonesische Pers-Bureau”.

Kata "merdesa" bila di Jakarta disosialisasikan oleh Kiai Ancol, yang mengambil dari kamus Bhs Ind. yang artinya "hidup layak dan bermartabat". jadi sebagai implementasi esensi merdeka yang sampai saat ini bangsa ini belum (merasa) merdeka karena esensinya masih terjajah baik ekonomi, sosial - budaya, politik dan agama! Bahkan teror Gas sebagai kebijakan conversi minyak tanah, masih saja berlanjut. Kasihan Kedaulatan bangsa ini masih tergadaikan bahkan jati diri bangsa, nurani bangsa, Ibu Peradaban dan atau Rahim Kebudayaan 'PANCASILA" nyaris tak lagi dikaji dan atau direvitalisasikannya apa lagi dihayatinya!

Sedangkan PANCASILA YANG MERUPAKAN APINYA ISLAM ADALAH JUGA LAYAK DISEBUT SEBAGAI "WAHYU TUHAN"! Bisa jadi hanya anak - anak bangsa yang devisit hati nuraninya, devisit "Jasmerah", devisit "rsa ing pangrasanya" yang menyatakan bahwa Pancasila itu "haram" dan Garuda Pancasila itu tak lain hanyalah "berhala"! Maka harus digantinya! QUOVADIS//

Nah guna melengkapi kajian guna membangkitkan rasa syukur dan cinta pada NPKRI yang telah diberkati dan dirahmati oleh TUHAN SERU SEKALIAN ALAM, ijinkanlah penyajii meneruskan hasil telisik misteri Proklamasi! bagi penyaji tidaklah menjadi hambatan disebut tukang nggothak - gathukake mathuk, pedukunan, kurafat dan apapun orang menamakannya, karena didasari semata -mata untuk ibadah keharibaan NYA, bektinya kepada proklamator - founding fathers, para pejuang -pahalawan dan syuhada serta baktinya kepada Bunda PERTIWI yang telah memberikan segalanya kepada kita semua ini. Karena tanpa mau mengkaji dari berbagai sudut pandang nampaknya kita tidak akan pernah menemukan hakekat anugerah NYA, sehingga begitu mudah kita menafikan jataan nyawa para pendahulu kita yang dikorbankan agar bangsa ini dapat dan tetap "MERDEKA" sebagai jembatan emas untuk menciptakan Sila V dan NPKRI yang abadi, yang merdesa, yang madani, yang baldatun thyoyibatun warabbun ghafur atau "Panjang – apunjung, pasir – wukir, gemah ripah loh jinawi karta tur raharja……! Panjang dawa pocapane punjung luhur kawibawane, pasir – samudera, wukir – gunung, loh urip kang sarwa tinandur, jinawi murah kang sarwa tinuku ………. ".

Untuk mengambil hikmah ayat - ayat TUHAN atau min aayaatillah tentang Proklamasi maka hanya dengan telaah numorologis kita dapat sedikit mengintip hikmah apa dibalik itu semua.


NEGARA PROKLAMASI KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN “PANCASILA” ADALAH KUNCI PERIKEHIDUPAN YANG RELIGIUS

Semoga dengan terkuaknya misteri Proklamasi ini mampu menumbuhkan kesadaran bahwa anugerah TUHAN untuk bangsa ini sungguh maha luar biasa dan hanya diperuntukkan bagi bangsa ini. Maka tidakkah bangkit rasa takjub dan syukur kita ?. bisajadi nurani kita telah terpenjara dalam ruang kaca yang kedap suara dan sinar Kemaha Hadiran TUHAn SERU SEKALIAN ALAM!
Marilah kita kaji bersama :

A. Angka Proklamasi : 17.8.1945 : mari kita kaji secara numerologis :
1. 17 + 8 + 19 + 45 = 90 alegoris dari Asma -NYA (Asmaul Husna) = SILA I
2. 17 X 8 X 1945 = 264.520 (2 + 6 + 4 +5 + 2 + 0 = 19 = 10 =1). 1 simbul keesaan TUHAN

Setelah kita kaji ternyata menyiratkan Berbagai Kunci Hidup & Kehidupan Umat Manusia :

1. KUNCI PENGHAMBA SAHAYAAN KEPADA SANG KHALIQ!

Dari misteri angka tersebut di atas maka dapat dijabarkan secara numerolgis yakni :
{[17 X 8 X 1} + [ 17 + 8 + 1]} = 162
ref. QS : Al – An aam ayat 162 yang menyatakan : “Sesungguhnya shalatku, amal ibadahku, hidup dan matiku untuk Tuhan Seru Sekalian Alam”. (SILA I PANCASILA)

2. KUNCI KERUKUNAN UMAT BERKETUHANAN YANG MAHA ESA, BUKAN HANYA BERAGAMA YAKNI
PLURALISME SEBAGAIMANA PASAL 29 UUD 1945. DAN SILA II, PANCASILA.
{17 X 8 X 1} = 136 ref. QS : Al – Baqarah ayat 136 :
“Kami hanya beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail,
Iskhak, Yakub dan anak cucunya. Begitu pula kepada apa yang diturunkan kepada Musa, Isa
dan kepada apa yang diturunkan kepada seluruh para nabi dari TUHANnya. Tidak kami beda –
bedakan yang satu dengan yang lain antara mereka. Dan kami hanya berserah diri kepada – NYA”.
Firman Tuhan Seru Sekalian Alam tsb. masih diulangi sebagaimana
Ref QS : Ali Imron ayat 84.
Maka amatlah tepat amanat Bung Karno saat mendeklarasikan Pancasila, 1 Juni 1945 : “Hendaknya
Negara Indonesia ialah Negara yang tiap – tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan
cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber – Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada
‘egoisme – agama’. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber – TUHAN”.!

Memang dalam QS : Al – Imraan ayat 185 dinyatakan : “Barang siapa mencari agama lain selain Islam tidak akan diterima padanya dan di akherat nanti termasuk kaum yang merugi”. Seyogyanya diingat bahwa pengertian “Islam” berasal dari kata “asalama” (menyerah) dan kata “salima” (selamat).
Islam berarti tunduk kepada Allah SWT dan berserah diri serta menyerahkan segala urusan kepada – NYA, yakni menegakkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya atas dasar prinsip “taat dan patuh”.
Maka hakekatnya dilambangkan pada gerakan ta’biratul ikhram dalam gerakan shalat bagi umat
muslim.

3. KUNCI GUNA MEMPEROLEH KEBAHAGIAN HIDUP YANG HAKIKI

Bulu sayap Burung Garuda yang 17 itu dibuat bujur sangkar dan ditengahnya ditempatkan simbul
Bintang maka = {[17 X 4] + 1} = 69 ref QS : Al – Ankabuut ayat 69 : “Orang yang berjihat di
pihak Kami maka akan Kami tunjukkan jalan – jalan Kami, jalan – jalan kebahagiaan. Sesungguhnya
Allah beserta orang – orang yang berbuat baik.
Jihat yang baik (SILA III, IV DAN V)!


4. Makna Politis “INDONESIA”

Sementara nama Indonesia pada tahun 1920 saat berlangsung Konggres Yong Java di Bandung yang juga dihadiri oleh Bung Karno, pertama kali ditemukan istilah “INDONESIA” sebagai nama dari sebuah perusahaan asuransi Dr. Sam Ratulangi. Disamping itu pada tahun yang sama oleh Semaun dan Darsono mendirikan Paratai “Perserikatan Komunis Hindia”. Dan saat itu Bung Karno pun mulai kuliah di THS (ITB) Bandung selanjutnya pada 1921 Bung Karno paska pertemuannya dengan petani gurem di Tatar Pariangan Bandung Selatan dengan Akang Marhaen dan nama Indonesia beliau dengung - dengungkan, sehingga partai politik non cooperative yang beliau bentuk pada 1927 pun menggunakan nama Indonesia pula yakni Partai Nasional Indonesia (PNI).

Oleh karnanya pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan tersebut.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa “Handels Hoogeschool” (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama “IndischeVereeniging”) berubah nama menjadi “Indonesische Vereeniging” atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (“De toekomstige vrije Indonesische staat”) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (“een politiek doel”), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan “Indonesische Studie Club” pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 “Jong Islamiten Bond” membentuk kepanduan “Nationaal Indonesische Padvinderij” (Natipij) . Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”.Tak ketinggalan tokoh nasionalis kontroversial Sutan Ibrahim atau Datuk Tan Malaka, pada 1925 di pengasingan menulis buku “Naar Republiek Indonesia”. Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kita sebut dengan “Sumpah Pemuda”.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota ”Volksraad” (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa, lahirlah Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (sumber Direktur Pendidikan Ganesha Operation, dan lain – lain).


E. APA ITU BANGSA ?

Guna melengkapi pemahaman tentang wilayah territorial dan namanya maka perlu pula dilengkapi oleh pemahaman tentang “bangsa” apa lagi masyarakat paska Orde Baru ini amat gandrung dengan terciptanya suatu “masyarakat/bangsa yang madani” setelah lebih dari 53 tahun merdeka tujuan Negara Proklamasi masih jauh dari harapan dan kenyataan.

1. Pengertian Bangsa Menurut Bung Karno dan para cendekiawan

Dulu bangsa Nusantara ini selalu menjadi pelopor dan kebesaran namanya tak dapat disangkal oleh siapapun. Bagaimana kebesaran Sri Wijaya, dan Singhasari serta Majapahit serta pelaut ulung dari Bugis, Madura dan lain sebagainya ?. Bagaimana dunia maritime temasuk bentuk – bentuk kapal Nusantara telah memberikan inspirasi bagi masyarakat bahari di Benua Afrika dari beberapa abat yang lalu ?

Nama Nusantara sendiri adalah muncul di era pemersatu bangsa di zaman Majapahit. Karena factor geografis dan geo politik yang harus dicanangkan oleh PM. Gajah Mada mengawali orasi pengangkatannya sebagai perdana menteri maka untuk menyebutkan wilayah di luar Jawa sebagai pusat kerajaan guna mempersatukan wilayah di luarnya maka di gunakanlah nama “Nusantara”. Yang dipandang sebagai suatu territory atas ribuan pulau yang dihubungkan dengan lautan. Itulah mengapa disebut “Nusa (pulau) – Antara” yang menjadi “Nusantara”. Sebaliknya istilah Nuswantara adalah dimaksudkan sebagai dunia, internasional atau global.

Kemudian apa arti bangsa itu ?. Menurut Bung Karno natie (bangsa) adalah : "Gerombolan manusia dengan le desire d'etre esnsemble (keinginan untuk bersatu) dengan charaktergemeinschuft (persatuan watak dan penderitaan yang sama). Tetapi yang berdiam di atas persatuan daerah yang nyata geopolitis, geografis, nyata ini adalah satu kesatuan". Bangsa adalah satu jiwa. Memang benar begitu! Dan marilah kita kembali kepada jiwa kita sendiri! Jangan kita menjadi bangsa tiruan!

Difinisi tersebut merupakan penyempurnaan dari pendapat Ernest Renan, mahaguru dari Universitas Sarbone, Perancis yang menyatakan bahwa bangsa adalah satu jiwa (une nation est un ame) karena satu bangsa adalah diikat oleh "le desire d'entre ensemble" yakni kehendak bersama. Sedangkan Otto van Bauer mengatakan dalam bukunya "Die Nationalitaten Frage und die Soziale Demokratie", bahwa satu bangsa adalah perwujudan dari persatuan watak karena senasib & pengalaman. Ke dua difinisi tersebut oleh Bung Karno dianggapnya masih ada aspek yang terlupakan yakni tentang "geopolitis dan geografis", itulah yang disempurnakan oleh Bung Karno itu.

Maka Bung Karno selalu menandasakan bahwa bangsa adalah satu jiwa, satu karakter. Ya benar begitu! Tandasnya! Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang berkarakter sesuai harkat dan martabat – jati dirinya sebagai bangsa Nusantara, setelah berabad – abad tertempa dan dijajah bangsa asing sebagai korban HAM. Suatu semangat dan jiwa kolektif – kekeluargaan untuk bersama – sama membebaskan belenggu penjajah adalah cermin budaya asli bangsanya yang ingin mewujudkan terciptanya "freedom to be free" dalam bingkai ”Ketuhanan Yang Maha Esa” yakni merdeka, bersatu, adil dan makmur (sejahtera).

Karena dengan budaya sebagai jati diri maka bangsa itu dapat dibedakannya. Sehingga oleh founding fathers dituangkan dalam Mukadimah UUD 1945. yang begitu mulya, sakral, holistik, komprehensif, serasi, berkesepadanan & berimbang. Begitu sempurnanya. Suasana batin tertancap kuat dalam preambule tersebut, ibarat wadah dengan isi, mikrokosmos dengan makrocosmos, curiga manjing warangka – warangka manjing curiga, kawula lan Gustine atau insensu stricto – insensu abstracto.

Adapun geopolitik, kemudian dimaknai sebagai kebijaksanaan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut. Sedangkan geostrategi adalah kebijaksanaan pelaksanaan dalam menentukan tujuan – tujuan & sarana – sarana serta cara penggunaannya demi mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan konstelasi geografis negara yang dimilikinya.

Nasionalisme menurut Rupert Emerson, diartikan sebagai komunitas orang – orang yang merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen – elemen penting serta memiliki takdir menuju masa depan.

II.MISTERI PROKLAMASI TELAH KITA KAJI BERSAMA DAN MASIH DAPAT DITAMBAHKAN ADANYA ALEGORIS YANG TANPA MEMERLUKAN PENGOLAHAN LAGI SEPERTI : 17.8.1945! YANG SECARA GAMBLANG NYARIS SETIAP ORANG MAMPU MEMAKNAINYA SENDIRI.

17 X 8 X1945 = 264.520 (2 + 6 + 4 +5 + 2 + 0 = 19 = 10 =1). Juga tahun 1945 =19= 10 = 1! Maka 1 simbul keesaan TUHAN. Lebih jauh dari angka Proklamasi tsb.Dapat melambangkan ajaran moral sebagai berikut :
%· 17= lambang jumlah rakaat adalah shalat wajib 5 waktu bagi umat muslimin.Tanggal turunnya (NUR) Al – Qor'an; lebar wilayah
territorial; panjang lapangan bulu tangkis; dan lain sebagainya.
%· 8 = simbul 8 penjuru mata angin; simbul system ketatalaksanaan khas Nusantara yang dikenal dengan "Hasta Brata" dan juga
merupakan jalan utama ajaran Buddha yakni: pengertian yang benar;pikiran yang benar; berbicara yang benar;
berbuat yang benar; penghidupan yang benar; berusaha yang benar,perhatian yang benar dan konsentrasi yang benar.
%· 1 = lambang Keesaan TUHAN YANG SERBA MAHA.
%· 9 = lambang jumlah manusia (pria) sementara perempuan, ada 12 yakni dua puting susu dan pada bagian kemaluan. 9 juga
melambangkan unsure fisik manusia yakni : wulu, kuku, kulit, getih,gajih,daging, otot, tulang dan sungsum. Lambang
Wali sanga (sangha) dan lambang jumlah macam – macam roh.
%· 4 = lambang dari : keblat, sahabat nabi (Umar, Ali, Abubakar &Utsman); imam (Hambali, Maliki, Syafei dan Hanfi serta anasir
manusia (tanah, air, bhumi dan angin); malaekat yang empat (Jibril;Isroil; Ijroil dan Mikail).
% 5 = lambang PANCASILA; rukun Islam, pancer,panca indera/walika.
Nah nilai spiritualitas tersebut merupakan anugerah - NYA dan tak seoranpun dapat menafikannya dan hanya bagi negeri
Nusantara ini bukan negeri yang lain!

POKOK BAHASAN

65 tahun yang lalu tepatnya 9 Agustus Bung Karno, Bung Hatta dan Dr. Radjiman Wediodiningrat terbang ke Dalat di Saigon Selatan guna menemui Laksamana A. L Jepang/Panglima Perang Wilayah Selatan yakni Terauchi,diDalat dekat Saigon, Vietnam. Pada 11 Agustus 1945 kepada Bung Karno – Hatta bersama Dr. KRT. Rajiman Widiodiningrat, diajukan pertanyaan : "Apakah kepulauan Salomon tidak termasuk yang disebut Indonesia itu ?". Dijawab tegas oleh Bung Karno, "TIDAK"!.

Dan pada 15 Agustus, hari ini 65 tahun lalu, sikon di Jakarta begitu panas membara setelah ada beberapa orang yang mengetahui bahwa Jepang telah menyerah. Maka Syahrir pada jam 14.00 bertandang ke kediaman Bung Karno untuk menyampaikan berita tsb. dan sorenya Darwis dan Wikana sebagai utusan para pemuda pun menemui Bung Karno, namun justru dihardik olehnya.
Hal tsb. bisa dimaklumi bahwa Bung Karno yang barusan pulang dari Vietnam belum mendengar langsung Kaisar Hirohito menyatakan kalah perang kepada Sekutu dan yang kedua, barusan saja BK menemui penguasa tertinggi Pemerintahan Pendudukan Jepang yang telah ada komitmen tersendiri. Embrio inilah yang mendorong terjadinya 'PENCULIKAN TERHADAP BK & BUNG HATTA" atau istilah lain muncul dalam kemasan 'DIAMANKAN" ke RANGASDENGKOK itu!

D. PERJUANGAN RUH KEMERDEKAAN

Di era itu nampak jelas bahwa semangat, jiwa dan ruh kemerdekaan sedang berproses ke hogore optrekking, sehingga lagu mars PNI "Indonesia Raya"oleh Bung Karno dijadikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang digubah oleh komponis Wage Rudolf Supratman yang menekankan adanya suatu esensi tentang pembangunan (ruh, jiwa dan raga) : "Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya"!
Esensi pembangunan tersebut seirama dengan yang dirasakan pula oleh Bung Karno sehingga secara pajang lebar, ia memberikan statemennya seperti : "Kita punya perjuangan pada hakekatnya adalah perjuangan roch , ia adalah perjuangan semangat , ia adalah perjuangan geest. Ia ialah suatu perjuangan yang pada awalnya lebih dulu harus menaruh alas – alas dan sendi – sendinya tiap – tiap perbuatan dan usaha yang harus kita lakukan untuk mencapai kemerdekaan itu; alas – alas yang berupa Roh – Merdeka dan Semangat Merdeka,yang harus dan musti kita bangun – bangunkan,harus dan musti kita hidup – hidupkan dan kita bangkit –bangkitkan,bila mana kita ingin akan hasilnya fiil tahadi. Sebab selama roh & semangat itu belum bangun dan hidup serta bangkit, selama Roh dan Semangat yang berada dalam hati sanubari kita masih mati, selama Roh itu masih Roh Perbudakan,selama itu akan sia – sialah perbuatan dan usaha kita, ya, selama itu tidak dapatlah kita melahirkan suatu perbuatan dan usaha yang luhur. Sebab perbuatan tidak bisa luhur & besar, jikalau ia tidak terpikul oleh Roh & Semangat yang luhur dan besar pula adanya"!(Melihat Kemuka, Suluh Indonesia Muda, 1938). Juga masalah jiwa dan roh kemerdekaan tersebut bergelora pula dalam pembahasan – pembahasan pada sidang BPUPKI yang berlangsung dari 29Mei 1945 – 7 Agustus 1945.

Oleh sebab itu revolusi dan perjuangan terus berlanjut dan sejarah bangsa terus saja bergulir seiring kodratinya sesuai dengan derap dan langkah evolusinya jaman yang dinamakan "perfection perfected" (menyempurnakan yang telah sempurna) yang merupakan kejadian penyempurnaan hayati umat manusia bangsa Indonesia ini, sebab umat manusia itu adalah produk TUHAN yang belum selesai (unfinish product) dan yang senantiasa nyakra -manggilingan, terdaur kembali, manitis atau tumimbal balik yang disebut juga dengan reinkarnasi.

E. LAHIRNYA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah memang benar dibentuk oleh Pemerintahan Pendudukan MiliterJepang, pada 29 April 1945, sehingga menempatkan Ichibangase Yasiosebagai wakil Ketua II, sementara WakilKetua I adalah R. Pandji Soeroso dan ketuanya adalah Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat. Adapun anggota BPUPKI berjumlah 68 orang dan baru dilantik sebulan kemudian pada 28 Mei 1945.

Dalam sidang perdananya dari 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945, di hari terakhir itulah Ketua sidang Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat, bertanya pada sidang :"Negara Indonesia Merdeka yang akan dibangun itu, apa dasarnya ?". Bung Karno memang telah ditakdirkan -NYA sebagai ikon Nusantara bahkan dunia, sebagai pembaharu di bidang idiologi – spiritual karena menjelang larut malam Jumat Wage, 20 Jumadilakir1876 atau 1 Juni 1945dini hari, sebelumnya ia begitu galau dan pergilah ke kebun belakang sendirian di rumahnya Jl. Pegangsaan Timur No. 56 nampaknya guna mengadakan kontemplasi (yang menjadi kebiasaan bagi Bung Karno sejak dipenjarakan di Bancuy Bandung) memohon pencerahan Tuhan Seru Sekalian Alam tentang apa yang tepat dan benar untuk dijadikan dasar Negara bila Indonesia merdeka kelak !

Setelah mendapat anugerah tersebut beliau kembali ke kamar tidurnya seraya mengatakan kepada BuFat isterinya, agar esuk harinya ia ikut serta ke Gedung Tjuo Sangi Indi Pejambon. Setelah beberapa wakil rakyat memberikan pidatonya seperti Sukardjo, Panji Suroso dan lain sebagainya (sesuai kesaksian Bu Fatsementara tak disebutkan dalam buku Risalah Sidang BPUPKI – PPKI 28 Mei1945 – 22 Agustus 1945" terbitan Segneg, 1998).
Dalam paragraph kedua pidatonya Bung Karno menyatakan bahwa : "Maaf beribu maaf !Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal – hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua Yang Mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua Yang Mulia ialah, dalam bahasa Belanda: "Philosofische grondslag" dari pada Indonesia Merdeka.Philosofiesche grondslag itulah pondamen, filsafat, pikiran yang sedalam – dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam – dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi".

Maka atas fakta tersebut hanya Bung Karnolah dengan gayanya yang flamboyan,berapi – api,oratorik dalam pidatonya tanpa tek selama satu jam (karena itu merupakan wangsit atau wahyu maka praktis Bung Karno paham benar apa yang harus beliau sampaikan, tak perlu teks – karena telah meresap dalam jiwanya) telah mampu menyihir peserta sidang dan pendengar sehingga mendapat aplaus yang gemuruh, gegap gempita yang luar biasa pada setiap penandasan esensi paragraf dari isi pidatonya itu baik oleh pengunjung yang berada di dalam maupun di luar gedung yang dipenuhi oleh para wartawan. Apa lagi Bung Karno menggelorakan semangat dan jiwa pergerakan "Merdeka,Sekarang, Sekarang, Sekarang! Atau tidak samasekali! Oleh karananya Bung Karno memberikan jawaban atas pertanyaan Ketuan Sidang tersebut dasarnya Indonesia Merdeka adalah "PANCASILA"yang isinya sebagai berikut :
a. Kebangsaan Indonesia
b.Internasionalisme (Perikemanusiaan)
c.Permusyawaratan, Perwakilan (Mufakat atau
Demokrasi)
d. Kesejahteraansosial.
e. Ketuhanan(Ketuhanan Yang Berkebudayaan).
Atau dapat diperas menjadi Trisila yakni :
a. Sosionasionalisme (yang merupakan sintesa dari Kebangsaan (Nasionalisme) dengan
Perikemanusiaan (Internasionalisme).
b.Sosio demokrasi (yang merupakan sintesa dari Mufakat(Demokrasi) dengan Kesejahteraan sosial).
c. Ketuhanan.Yang masih dapat diperas lagi menjadi"EKA SILA" yakni "GOTONG ROYONG".

Sila– sila inilah yang kita namakan "Bayinya Pancasila" sebagai kodrati evolutifnya atas jantranya alam yakni perfection - perfected. Dan Eka Sila "Gotong Royong" adalah merupakan esensidan kristalisasi dari cerminan sila – sila lainnya yang merupakan "aplikasi" berperi kehidupan rakyat Nusantara. Maka bila dianalogikan dengan kitab suci Al– Qor'an bisa jadi dengan apa yang disebut dengan "umul kitab pada Surat Alfatikah dan kemudian intinya menyatu dalam bacaan "Basmallah".
Gotong royong sendiri merupakan refleksi c inta kasih dalam kebersamaan sebagai jiwa – nyawanya "kekeluargaan" yang senantiasa didasarkan pada musyawarah yang dihikmati oleh nilai – nilai hikmah kebijaksanaan. Maka tidaklah keliru bila Dr. KRT. Rajiman Widiodinigrat menyatakan bahwa Pancasila itu merupakan anugerah Allah SWT.

Gelegak perjuangan kaum muda menyambut kelahiran Pancasila tersebut pada 3 Juni1945 mereka mengadakan rapat pula diantaranya yakni Syarif Thayeb,wakil Ika Dai Gako Soekarni (pernah menjadi Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda), Pandu Kartawiguna, Adam Malik, Chairul Saleh, BM. Diah,K. Sukardi, E.J. Lapian, Dr. Muwardi, Sudiro (BarisanPelopor),Asmara Hadi, Subiyanto, Subadio, M. Roem, Harsono Tjokrominoto dan lain sebagainya tak kurang dari 50 pemuda mengadakan pertemuan di Gedung Gambir Selatan (Istana Wakil Presiden, sekarang). Tanpa disadari suasana berkembang kearah revolusioner.
Di bawah pimpinan B. M. Diah semua mengikrarkan sumpahnya : "Kami Pemuda Indonesia menghendaki Indonesia merdeka sekarang juga, atas kesanggupan dan kekuatan sendiri".
Sebagai kenyataan sejarah bangsanya bahwa sekalipun memiliki tujuan yang sama untuk membebaskan rantai belenggu penjajah terdapat perbedaan cara pandang dan mengekpresikan gerakan serta strategi perjuangan antara kaum muda yang diwakili oleh Chairul Saleh, Sukarni, Adam Malik CS dengan kaum tua yang diwakili oleh Soekarno – Hatta. Nampaknya terdapat perbedaan yang amat mencolok. Kaum muda yang sedang mencari jatidirinya secara frontal menyatakan pendapatnya yang begitu idialis sehingga menganggap kaum tua merupakan kepanjangan tangan Jepang.Sebaliknya bagi Soekarno – Hatta – Syahrir sebagai triumvirat pra kemerdekaan telah mengantisipasi bahwa pada akhir perang dunia II nantiakan terjadi adanya "vacumof power", kekosongan kekuasaan, yang mutlak perlu harus disongsongnya. Sehingga Bung Karno dan Bung Hatta, sebagai seorang pemimpin mereka tidak mungkin menafikan dan dapat melepaskan begitu saja keterikatannya dengan Pemerintah Militer Jepang, yang siang malam mereka telah mempersiapkan segalanya bagi kemerdekaan bangsanya itu. Sebaliknya kaum muda, pelajar dan mahasiswa tiada henti pula menghimpun kekuatan guna merebut kemerdekaannya,dengan cara dan semangat - jiwa muda nya yang progresif - revolusioner.

Kembali pada saluran resmi, berhubung BPUPKI belum dapat mengambil keputusan maka memutuskan untuk membentuk Panitya Kecil yang terdiri dari 8 orangdan sampai dengan 20 Juni 1945, dalam masa reses tersebut justru Panitya Kecil telah menampung 32 macam usulan dari ke 40 orang pengusul, yang dapat dikatagorikan menjadi 9 golongan usulan yakni :
(1). Indonesia merdeka selekasnya,
(2). Dasar Negara
(3). Unificatie (federatie),
(4), Bentuk Negara & Kepala Negara,
(5). Warga Negara,
(6). Daerah,
(7). Agama & Negara,
(8). Pembelaan, dan
(9). Keuangan .

Maka pada 22 Juni1945, hasil tersebut dilaporkan kepada BPUPKI sehingga selesailah tugas Panitya Kecil tersebut dengan sendirinya.
BPUPKI, yang dihadiri 38 orang menerima hasil kerja keras Panitya Kecil tersebut & segera membentuk "Panitya Sembilan", yang terdiri dari : Ir Soekarno (sebagai Ketua & merangkap anggota), Drs. M. Hatta,Mr. A. A. Maramis,Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.ASalim, Mr. Ahmad Soebardjo,K.H. Wachid Hasjim dan Mr. Muhammad Yamin.Sebagai penghargaan seyogyanya ke Sembilan orang inilah yang layak disebut sebagai "wali sanganya bangsa Indonesia".

Hasil rumusan mereka itulah yang pada 22 Juni 1945 itu, yang kemudian disebut pula dengan "PIAGAM JAKARTA" atau "JAKARTA CHARTER", sebagai bagian dari rancangan hukum dasar. Preambule (Mukadimah/Pembukaan) UUD tersebut yang isinya yakni :
a. Ketuhanan dengan menjalankan syareat Islam bagi pemeluk – pemeluknya,
b. Kemanusiaan yang adil & beradab.
c. Persatuan Indonesia,
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijasanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila– sila dalam Piagam inilah yang dapat kita namakan "Remajanya Pancasila" yang masih bertumbuh menuju kesempurnaannya yang azali.

F. WILAYAH TERRITORIAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pada Sidang BPUKPI tanggal 10 Juli 1945 dalam rapat telah memutuskan bahwa bentuk Negara adalah Republik (55) yang memilih kerajaan (6) dan lain –lain (1) serta blanko (1).
Adapun batas –batas negara adalah :"Hindia Belanda ditambah dengan : Malaya, Borneo Utara, Timor – Timur,dan Papua seluruhnya dengan pulau – pulaudi sekelilingnya".
Keputusan tersebut dilaporkan kepada Gun Seiken Kaka (Kepala Peme- rintahan Militer Jepang) pada18 Juli 1945 dengan No. surat D.K/1/17.9.
Perlu diketahui bahwa wilayah territorial bagi Indonesia Merdeka adalah bekas wilayah kedaulatan kerajaan Majapahit bukan bekas wilayah pendudukan Pemerintahan Belanda. Ini yang sering tidak dipahami oleh kita semua.Hal ini dikuatkan lagi atas pertanyaan Laksamana A. L Jepang/Panglima Perang Wilayah Selatan yakni Terauchi,di Dalat dekat Saigon, Vietnam pada 11 Agustus 1945 kepada Bung Karno – Hatta bersama Dr. KRT. Rajiman Widiodiningrat. "Apakah kepulauan Salomon tidak termasuk yang disebut Indonesia itu ? ". Dijawab tegas oleh Bung Karno, "TIDAK"!.

Dalambuku RisalahSidang BPUPKI tersebut hal. xxxix – xl tertulis : " ......Dalam sidang pertama tanggal 18 Agustus 1945 ini Ketua PPKI Ir.Soekarno menyampaikan kepada sidang bahwa ia telah memberi tahukankepada Marsekal Terauchi bahwa wilayah Negara Indonesia adalah hanya bekas Hindia Belanda".

Sidang pembaca hendaknya kritis atas kedua pernyataan tersebut mana yang benar ? Dalam jenjang kepangkatan perwira tinggi di jajaran Angkatan Laut umumnya menggunakan sebutan Laksamana bukan Marsekal, karena ini digunakan khusus oleh Angkatan Udara. Bila apa yang tertulis, tersurat itu benar adanya, lalu mengapa Bung Karno mati – matian melakukan konfrontasi dengan Malaysia ? Harap dipahami bahwa Bung Karno demi melaksanakan mandat rakyat Indonesia tahun 1945 itu, menentang pembentukan Negara Malaysia dari kaum kolonialis asing (Inggris). Sebab yang hendak didirikan negeri Malaysia itu berada dalam wilayah Nusantara, wilayah Indonesia yang telah diproklamirkan oleh Dwitunggal Soekarno – Hatta tanggal 17 Agustus1945.

Olehsebab itu sebagai solusinya Indonesia mendukung terbentuknya"MAPHILINDO" (singkatan dari Malaya, Philipina dan Indonesia) dan wilayah itulah yang disebut INDONESIA dalam naskah Kemerdekaan 17Agustus 1945. Gagagasan tersebut bukan merupakan kesatuan pemerintahan melainkan masing – masing memiliki kedaulatannya hanya secara periodikakan diadakan pertemuan secara rutin untuk pemberdayaan Maphilindo. Dan Bung Karno menyerahkan sepenuhnya tentang Malaysia kepada rakyat di Kalimantan Utara itu sendiri guna melaksanakan adanya referendum.
BungKarno menyatakan : "Bahwa perjuangan kita menentang Malaysia adalah amanat dari pada Deklarasi Kemerdekaan kita itu, oleh karena Malaysia adalah satu British neocolonialist project". Namun hebatnya justru oleh PBB, Malaysia yang kemerdekaannya itu belum genap berumursewindu (30 Agustus 1958) itu justrtu dijadikan anggota tidak tetap DKPBB, sehingga Bung Karno marah dan memutuskan Indonesia keluar dari PBB pada 1 Januari 19 65 yang membuat Sejen PBB, U Thanh menangis tak menyangka bahwa karipnya itu marah besar.

Nah pemutar-balikan fakta sejarah ini, nampaknya terlihat pula dalam buku "Soekarno Penyambung Lidah Rakyat", terjemahan dari buku Cindy Adams "Soekarno Authobiografy as told to Cindy Adams", ada sisipan pada halaman 341 dimana naskah aslinya tidak ada,yang bunyinya "Soekarno tidak memerlukan Hatta dan Syahrir bahkan peranan Hatta dalam sejarah tidak ada". Wajar saja kalimat ini yang disangkanya keluardari mulud BungKarno, membuat berang mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof.Syamsul Maariif. (Kompas, 6 Juni 2007, hal. 6). Lalu siapakah yang merekayasa itu?

G. PROLOG RANGASDENGKLOK MENJELANG DETIK – DETIK PROKLAMASI KEMERDEKAAN

Perkembangan dunia internasional menjelang usainya Perang Dunia II, semakin panas.Sebagai tindak lanjut perundingan di Sanfransisko maka Sekutu menggelar Konferensi Posdam yakni pada 17 – 25 Juli 1945 dan berikutnya pada 28 Juli – 2 Agustus1945, terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Rusia dan Cina.
Dengan berbagai kekalahan Jepang di banyak tempat maka Sekutu pada 26 Juli 1945 menuntut agar Jepang segera menyerah tanpa syarat. Namun masih belum mau mengakui kekalahannya. Oleh sebab itu pada 6 Agustus 1945, kota Hirosima dibom dan berikutnya kota Nagasaki juga dibom rata dengan tanah pada 9 Agustus 1945.

Maka pada 14 Agustus 1945 Jepang bermaksud menyerah dan pada 15 Agustus 1945 jam 1200, Kaisar Hirohito mengumumkan via radio bahwa J epang menghentikan peperangan dan secara resmi menyerah kepada Sekutu tanpa syarat.
Sementara Sekutu pada 15 Agustus 1945 menetapkan bahwa wilayah Hindia – Belanda (Indonesia) menjadi tanggung jawab South East Asia Command (SEAC) yakni yang diwakili oleh Inggris di bawah Laksamana Lord Louis Mounbatten. Sayangnya SEAC tidak siap untuk menangani 325.000 personil tentara Jepang, di Jawa saja sebanyak 6.078 tawanan perang Sekutu belum lagi interniran lebih dari 80.000 orangyang harus diselamatkannya.
SEAC, menerima penyerahan resmi J epang yang baru akan bisa dilaksanakan pada 2 September 1945 di atas kapal perang "Missauri" di Teluk Tokyo; Mengambil alih kekuasaan Jepang yang didudukinya dan melucuti semua tentara Jepang & memulangkan kenegaranya. Dan mencari kontak dengan puluhan ribu pasukan Sekutu yang menjadi tawanan Jepang dan mengevakuasi serta bring the boys home.
Karena kesulitan mengumpulkan armada perang yang berserakan di berbagai tempat dan ketidak siapannya maka SEAC diplesetkan menjadi "Save EnglandAsiatic Colonies".
Sementara itu situasi genting dan menegangkan di Indonesia sendiri dapat dirasakan pada detik – detik menjelang Proklamasi Kemerdekaanyakni :

1. TANGGAL 15 AGUSTUS 1945:

Kepelopran para pemuda yakni khususnya Chairul Saleh saat keadaan genting itu sangat menonjol, ia menggerakkan massa pemuda/pelajar & mahasiswa guna mematangkan situasi. Sedangkan koleganya Sukarni menggerakkan para perwira Peta untuk "mengamankan" Soekarno – Hatta ke Rangasdengklok. Sementara perwira Peta seperti Latif Hendraningrat, Singgih, dokter Sutjipto Gondoamidjojo, Subeno, Sutrisno, Oemar Bahsan dan Sam turutaktif dalam pengamanan tersebut.

Maka pada 15 Agustus1945 jam 1400 Syahrir menemui Bung Karno mengabarkan bahwa Jepang telah menyerah kalah kepada Sekutu,dan terjadilah pembicaraan serius.Kemudian ia juga menemui Bung Hatta. Maka pada petang harinya Bung Hatta juga didatangi oleh para wakil pemuda yakni Sudiro Joyokusumo bersama dengan Subadio Sastrosatomo, namun tidak dapat mengubah pandangannya. Oleh sebab itu seusai berbuka puasa, tak ketinggalan Chairul Saleh mengadakan pertemuan dengan para pemuda & mahasiswa di kebun jarak, belakang Laboratorium Bakteriologi,Pegangsaan Timur No. 16, tak kurang 15 pemuda yang hadir. Rapat khusus membahas bagaimanaa menghadapi situasi, terutama dalam menghadapi Soekarno – Hatta dan kemerdekaan itu sendiri. Akhirnya diputuskan bahwa :"Kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri,tidak tergantung kepada siapapun dan kerajaan manapun. Untuk menyatakan bahwa Indonesia telah sanggup merdeka, harus dinyatakan dengan jalan proklamasi".
Setelah keduanya berangkat menemui Bung Karno, Chairul Saleh pergi ke Menteng Raya 31 guna menemui Sukarni dan bebera paperwira Peta serta kelompok Pemuda.

Sementara di kediaman Bung Karno terjadilah perdebatan sengit antara ke duanya. Bung Karno menyatakan bahwa "Saya menghadapi pihak Pemuda; Pemimpin Tua dan pemimpin Agama. Syahrir menarik saya ke jurusan tertentu, Hatta juga menarik saya ke arah tujuan tertentu. Tapi saya harus mengikuti hati nurani saya sendiri"! (Ini yang seharusnya dipahami oleh banyak ppihak ada apanya?).

Karena jalan buntu, segera para pemuda meninggalkan kediaman Bung Karno untuk melaporkan kepada kawan – kawannya yang telah menunggu di Cikini 71. Di ruang belakang Baperi,ada Chairul Saleh, dokter Muwardi, Johar Nur, dan beberapa pemuda lainnya serta para penghuni rumah pondokan tersebut. Dengan lesu dan murung kedua pemuda itu melaporkan kegagalannya yang mereka alami.
Ternyata Soekarno– Hatta tidak dapat diyakinkan oleh gertakan Wikana, bahkan mereka berdua diusir dari Pegangsaan 56 dengan kasar.

Dalam suasana yang tegang itu, Johar Nur dengan tegas nyeletuk : "Angkat saja!".Namun ia pun tidak tahu bagaimana melaksanakannya. Untunglah sebelumnya Chairul Saleh, telah berunding dengan Soekarno dan bebera paperwira Peta, apa yang akan dilaksanakan bila Soekarno – Hatta tetap menolaknya.



Sriwidada Putu Gedhe.W