Sebelum memulai Renungan ini. untuk memudahkan para kadang mengambil hakekat dan atauhikmah dari renungan yang lalu perkenankan sebagai PENGANTAR yakni membahas soal WADUG yang memiiliki makna weteng, perut dan atau bendungan. Lho mengapa ? Ternyata jebolnya WADUG SITU GINTUNG YANG MEMAKAN KORBAN 100 ORANG dan harta benda yang luar biasa mengandung makna adanya pesan moral - spiritual.
Namun karena ini merupakan tambahan yang kita bahas adalah 2 wadug yakni "GAJAH MUNGKUR DAN JATI LUHUR YANG BULAN APRIL/MEI LALU MENUMPAHKAN KELEBIHAN DEBIT AIRNYA YANG MENYENGSARAKAN RAKYAT BANYAK dengan banjir bandanya sehingga Krawang - Bekasi yang disyairkan oleh Chairil Anwar itu berubah menjadi lautan.
Nama, ternyata tidak diametral dengan pendapat yang mengatakan "APALAH ARTI SEBUAH NAMA"! Karena dalam komunitas masyarakat JAWA, ada istilah "KABOTAN JENENG", karena mungkin tidak sejiwa dengan jiwanya jabang bayi sehingga ada yang sakit - sakitan, bertengkar terus, seret rezekinya dll. terlepas ada anggapan hal itu adalah musyrik dan apapun yang menamakannya. Maka PYM sendiri juga tokoh spiritual kharismatis Bp. M. Subuh yang keduanya nyaris sama usianya, nama kecilnya diganti oleh orang tuanya. Hal ini banyak buktinya sekalipun sulit untuk diilmiahkan! Oleh sebab itu bagi para kadang yang akan memiliki copian apakah laki - laki atau perempuan, jilid i, 2 dan seterusnya, seyogyanya tidak asal memberi nama, termasuk yang di FB ini yang kadang - kadang bikin mrinding pembanyanya! Hal ini bisa jadi akan sedikit terjawab dengan kajian di bawah ini.
1. WADUG GAJAH MUNGKUR, WONOGIRI, JAWA TENGAH. Wadug ini dibangun saat Pak Harto
memerintah. Sekalipun beliau memiliki puluhan penasehat spiritual namun karena kehendak alam sebagai refleksi kepemimpinannya yang hingga rezim transisional ini, yang bertumpu pada 'LEADERSHIP TRANSAKSIONAL" bukan 'LEADERSHIP TRANFORMATIF", maka pijakannya adalah tentang "UNTUNG - RUGI", sehingga unsur yang merugikan harus ditiadakan baik nama, atau rezeki dan atau raganya! Karena itu penghalang! Bukankah GAJAH merupakan makna simbolis dari orang besar, seorang pemimpin ?
Kata "MUNGKUR" adalah mengesampingkan, membelakangi! Artinya para pemimpin bangsa ini
"Membelakangi dan atau mengesampoingakan rakyatnya sang pemilik sah kedaulatan yang telah memberikan mandat kepadanya?.".
Waduknya rakyat banyak yang keroncongan dan bila terisi ada yang hanya dengan nasi aking, thiwul, umbi - umbian dan bahkan ada yang berrhari - hari tergolek lemah karena tak ada yang bisa dimakan. Tengoklah NTT, 1,2 juta jiwa terancam kelapaean.
Nasib saudara kita ex Timtim, nyaris tak ada yang mempedulikan bahkan korban gempa di Papua nyaris tak ada uluran tangan sebagaimana peristiwa di tempat lain yang begitu sigap, cepat dan bantuan mengalir. Ataukah para kaum dermawan dan relavan telah kehabisan endurancenya ?.
Akibat para pemimpin tak lagi memperhatikan jeritan rakyat - derita rakyat - air mata darah rakyat situasi menjadi gonjang ganjing. Bagaimana kini sekedar cabe saja harganya 40.000/kg yang diikuti merambatnya seluruh harga kebutuhan hidup rakyat, sedangkan puasa masih 2 bulan lagi. Hebatnya Pemereintah tetap akan menaikkan TDL, BBM. GAS dll. Demikian pula DPR tetap ingin membangun gedung baru senilai !,6 triliun dengan alasan gedung yang ada "MIRING". Dan bagaimana PGOLKAR begitu ngotot dengan "DANA ASPIRASI" yang ehem - ehem - ehem! Ternyata inipun merupakan alegoris miringnya para wakil rakyat yang tak peka terhadap tuntutan rakyat.
Quovadis!
2. WADUG JATILUHUR
Nampaknya ini merupakan alegoris dari DZAT YANG MAHA LUHUR, MAHA INTI ENERGI yang namanya seluas langit dan bumi karena seluruh ciptan - NYA bertasbih kepada NYA! Maka disebut dengan TUHAN SERU SEKALIAN ALAM, bukan hanya sebagai sesembahan umat Islam saja! Wadug ini yang selamanya mengaliri sawah memakmurkan tanaman pak tani juga sebagai pembangkit listrik untuk menerangi penduduk, lagi - lagi terdapat deviasi justru meluap yang membanjiri warga sekitarnya! ribuan hektar tanaman padi dll. mati dibuatnya! Derita rakyat tak terperikan yang selalu dirasakan saban tahun bahkan di Bandung Selatan, Balaiendah nyaris tiap bulan hidup bagai di tengah lautan.
Bisa jadi ini merupakan peringatan karena umatnya kini berani mengambil domain TUHAN, seperti begitu mudahnya mengkafirkan orang lain, anti Pancasila, menistakan Pancasila ajaran syaiton, begitu mudahnya menfatwakan : pluralisme, yoga, rokok, golput, rebonding, penata rambut waria itu "HARAM" ?. Nah bagaimana hukumnya bagi yang mencoblos ternyata pilihannya itu menghalalkan "CENTURY GATE" ?. Bagaimana pertanggung jawaban pribadi yang berani mengharamkan itu ?.
Kita diingatkan atas Firman - NYA :
(1). Ref. Injil Kejadian 30 ayat 19 : "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini; kepadamu Kuperhadapkan kehidupan & kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu! Berdirinya NPKRI yang berdasarkan PANCASILA itu, disaksikan oleh Bapa Angkasa dan IBU BUMI! Jangan dianggap tak ada yang tahu!
(2). Korintus 3, Ayat 27 : ”Jika ada orang yang membinasakan Bait Allah (manusia), maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah (itu) adalah kudus & Bait Allah itu adalah kamu!”.
Bagi kadang yang risau terhadap peri laku saudara kita yang konon demi amal ma'ruf nahi munkar namun dengan tindak anarkisme, teror bahkan membunuh maka TUHAN sendirilah yang akan membinasakannya! Karena perbuatan itu bukan ajaran Islam yang rahman dan rahim. Islam = tunduk dan berserah diri terhadap Sang Khaliq! Jadi yang mengkhianati fungsi diturunkannya agama demi terwujudnya rahmatan lil alamin, bisa jadi bukan sedang menghayati ajaran Islam yang sejati! Quality Measurement Tool berbangsa dan bernegara oleh Founding Father telah dibuat yakni silahkan gunakan Sila II PAnCASILA. Apakah Perbuatan kita, peri laku kita telah memenuhi esensi jiwa dan ruh 'KEMANUSIAAN" , apakah telah memenuhi esensi jiwa dan ruh "KEADILAN" ? yang terakhir apakah telah pula memenuhi esensi jiwa dan ruh ke"BERADAB"an ? Bila semua terpenuhi artinya pasti jumbuh dengan karsa dan kuasa - NYA! Bila
belum artinya tidak sesuai dengan ajaran KETUHAN YANG MAHA ESA itu sendiri!
(3). Dalam Al – Qor’an : Surat Al - ‘Araaf (7),
Tempat Yang Tinggi ayat 96 dinyatakan bahwa “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa kepada Allah, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi”. Tetapi oleh karena mereka
mendustakan, Kami ambil tindakan terhadap mereka disebabkan salah perbuatan mereka sendiri”.
(4). Nah mengapa anugerah Tuhan Seru Sekalian Alam yang telah dilimpahkan kepada bangsa & Negara ini berkah NYA dari Langit dan dari Bumi, justru menjadi bencana bagi kehidupan berbangsa & bernegara ?.
Dalam QS : Abasa (80) ayat 17 & 23 dinyatakan bahwa : “Keterlaluan amat manusia itu (bangsa Indonesia)! Betapa besar keingkarannya terhadap karunia yang dilimpahkan kepadanya”(Negara Prolamasi dengan dasar Pancasila) serta diturunkannya hujan serta kesuburan buminya – berkah dari langit & bumi?). Belum juga melaksanakan apa yang diperintahkan TUHAN kepadanya”.
Nah mengapa anugerah Tuhan Seru Sekalian Alam yang telah dilimpahkan kepada bangsa & Negara ini berkah NYA dari Langit dan dari Bumi, bisa jadi telah dicabu NYA karena kini justru menjadi bencana bagi kehidupan berbangsa & bernegara ?.
Ketua MUI Jakarta KH. M. Handan Rasyid pada Muhasabah Muharram 1428 H di Jakarta,
menyatakan bahwa : "Rusaknya Pemerintah terjadi akibat rusaknya ulama. Rusaknya ulama
disebabkan tergodanya mereka atas harta dan tahta. Menurutnya, saat ini banyak ulama yang hanya berorientasi terhadap kehidupan duniawi dan mengejar jabatan politik tertentu. Akibatnya, mereka tak pek terhadap masalah umatnya & kerusakan yang terjadi. Ulama memiliki peran atas banyaknya bencana & musibah yang terjadi. Bagaimana ulama mau mengkritisi jika dia berada dalam system", imbuhnya. (Kompas, Rabo 14 Februari 2007 hal.2).
Kesimpulannya bahwa NPKRI yang berdasarkan PANCASILA adalah anugerahNYA yang telah memberkati dan merahmati negeri ini yang telah disucikan oleh jutaan darah para pejuang para syuhada - para pahalawan dan para pendahuku kita yang disaksikan oleh mahkluk - NYA yakni Bunda Persada Nusantara dan Ayahanda Bapa Kuasa (Langit Nusantara) ini.
Jadi bila kita sula cita mengkhianti anugerahNYA, amanat Founding Fathers, wasiat Proklamator, Presiden I, Bung Karno , lawannya adalah ALAM setelah saran nasehat dan peringatan yang diterimnya dianggapnya angin lalu saja.!
Oleh sebab itu kita berdoa semoga Pemerintah dan para penyelenggara negara dalam mengambil kebijakan seharusnya sejalan dan sejiwa dengan amanat 'PANCASILA & UUD 1945 PRA AMANDEMEN"! Senyampang masih ada waktu dan jangan keduluan oleh murka alam!
Kembali tentang nama, kita diingatkan pula adanya fenomena merahnya seluruh penjuru Nusantara dengan "PRANGGON" (Pos ronda yang tempat duduknya di atas) saat 1999 seiring kemenangan PDIP! Lalu apa yang terjadi ? Ternyata setelah diamati 'PRANGGON = PERANG SA ENGGON - ENGGON! Bukankah muncul peperangan antar etnis ke dua suku di seluruh penjuru Kalimantan yang segera diikuti dengan Ambon dan Poso yang amat tragis ada kelompok yang menamakan Komando jihat versus Lasykar Kristus dan entah apa namanya. Pela Gandong yang ratusan tahun dihayati seketika lenyap oleh ego! Sedangkan kita semua ini sesaudara, seiman karena semuanya Berketuhanan Yang Maha Esa, mahkluk TUHAN SERU SEKALIAN ALAM!! kemudian Aceh dan Bumi Cendrawasiih yang hingga kini pun masih saja terus berlangsung ?
Dan bagaimana nama kota merupakan ajaran '"KASAMPURNAN - SANGKAN PARANING DUMADI" ?
Dari nama Mesir (Sir), Mekah, Demak. Kadilangu (yang aromanya disukai kaum hawa?) kemudian Pati (karena itu merupakan sari - sarinya tanah?),jember, Purba lingga (dijaga sang burung dan dompetnya) Kediri (tempat ngaji diri) agar Panaraga (paham atas raga sejatinya) dan Jati Raga (plus badan rohaninya) baru Banyuwangi purna perjalanan hidupnya dengan sempurna sebagai (insan kamil) maka mandinya Banyu MAS! Dan seterusnya! Itula yang oleh leluhur disebut juga sebagau ayat - ayat TUHAN! (min aayaatillah).
itulah sebagai pengantar tidur, anggap kupasan ini igauan dari orang mabuk saja!
====================================================
Melaksanakan anjuran Bang Bani,kita teringat "PAWELING" (bukanRamalan!), dalam Jangka Jaya Baya yang menyatakan :
"Kawastanan jaman Kala Sinela, tegesipun jaman kaselan awit ing Tanah Jawi, ingguh punika Ratu Sebrang ing Nuswa Srenggi utawi saking sebrang ing Ngatas Angin, wekasan dadosaken susahing tiyang alit, Tanah Jawi umur 2.000 tahun ! Apa maknaya ?
Setelah era Pak Harto lengser, Habibie yang menjadi Wapres naik pangkat menjadi RI I. Pawelinjg ini tepat sekali dengan mengatakan Ratu Sebrang ing Nusa Srenggi yang dimaksud mungkin Jerman ? karena konon beliau menjadi warga negara kehormatan Jerman ? dan atau Ngatas Angin yang identik dengan Negeri Angin Mamiri, yakni Sulawesi Selatan, dimana Habibie lahir ? Era Habibie ini dinamakan jaman (kala) sinela artinya : pengantara saja, dan rakyat menderita akibat TIMTIM lepas dan rakyatnya banyak yang terbunuh dan mengungsi hingga kini masih tersebar di NTT. Umur NKRI 2000 tahun hanya meleset setahun karena ia turun pada 1999 dan digantikan oleh Gus Dur kemudian Megawati. Kesemuanya hanyalah Presiden seselan – pengantara/adhoc saja karena dalam kurun waktu 6 tahun dijabat oleh tiga orang Presiden).
Bila dikaitkan dengan mitos "NOTONOGORO", kita baru memiliki presiden difinitif 3 orang, yakni NO (Bung Karno), TO (Pak Harto) dan NO (Bambang Yudhoyono). GORO ? apakah yang dimaksud = GORO - GORO?. Walahu 'alam bishawab!
DAUR ULANG SEJARA :
3. Rezim Wikramawardhana atau Damarwulan atau Brawijaya I, (1389 – 1429), Identik Dengan Rezim Prof. Dr. BJ. Habibie (1998 – 1999)
Pada akhir pemerintahan Hayamwuruk, suksesi jatuh pada Sang Menantu yakni Wikramawardhana yang mengawini putrinya Kusumawardhani, sehingga putra selirnya Pangeran (Bre) Wirabhumi yang mewarisi dari ke tiga orang tua angkatnya yakni : Bre Daha, Bre Wengker serta Parameswara (Pamannya) di kedaton Pamotan, sebagai raja kedaton wetan (Blambangan) merasa lebih berhak ketimbang sang menantu sehingga meletuslah adanya "perang Paregrek" yang cukup lama, antar keturunannya (1401 – 1406) yakni Bhre Wirabhumi (Rajasawangsa, folklore menyebutnya Minakjinggo yang digambarkan berwajah anjing.
Jadi penuntut keadilan & kebenaran sejak dulu kala telah terbiasa diberi stigma miring yang diberikan oleh statusquo) putra selir Hayamwuruk versus Sang menantu Wikramawardhana (foklore menyebutnya dengan Damarwulan/Dandang Gendis/Damar Sasongko).
Adapun candi Minakjinggo berada di dukuh Unggah – Unggahan, desa Trowulan kecamatan Trowulan.
Nah rezim ini nampaknya ada kemiripan sejarah, seperti Prof. BJ. Habibie yang dalam kitab jangka Jayabaya disebutkan sebagai raja dari Nusasrenggi (Jerman ? karena konon ia juga memiliki kewarga negaraan negara tersebut ?) atau dari Negeri Atas Angin (Sulawesi Selatan yang terkenal dengan nyanyian "Angin Mamiri") sebagai penguasa sinela atau seselan – pengantara), yang identik dengan Wikrama Wardhana, sang menantu yang merupakan putra Bre Pajang yang masih cucu Rajapatni sendiri, yang oleh rakyatnya dianggap bukan berasal dari darah biru sehingga untuk legitimasi perlu menjastifikasi diri dengan menyebutnya Brawijaya (Bre/Bra = Diriku masih Keturunan dari R. Wijaya).
Sebaliknya Habibiepun sebagai murid kesangan Pak Harto, ingin menjastifikasikan dirinya bahwa iapun masih ada trah dari Majapahit/Jawa sehingga gemar puasa Senin – Kemis dan ziarah dengan mengambil garis Ibu yang konon asli Purwarejo, Jawa Tengah itu.
Uniknya saat Brawijaya I versus Wirabhumi jaman BJ. Habibie pun sebagai representasi statusquo versus reformasi – kaum reformis, yang menuntut perbaikan di segala lini peri kehidupan rakyat.
Disamping itu popularitas ke duanya nyaris sama bila Damarwulan satria sakti mahambara,pilih tanding
apalagi setelah memperdaya demi sebuah 'GODO WESI KUNING", sehingga mampu dengan mudah mengalahkan Bre Wirabhumi (walaupun ada versi yang menewaskan itu adalah Raden Gajah).
Sebaliknya Habibie sosok yang ahli tentang kedirgantaraan bahkan konon NASA juga mengadobsi temuannya'
Soal isteri nyaris sama (Pak habibie demikian cintanya begitu mendalam dan selalu setya mendampingi Ibu Ainun Habibie saat dalam duka dan menghadapi sakaratul maut), sementara Brawijaya I karena begitu cintanya terhadap Ratu Kencanawungu (Kusuma Wardhani) dan atas agreementnya dengan Bre Wirabhumi,maka Paska Prabhu Brawijaya I, tampuk kerajaan diserahkan kepada Suhita (Prabhu Stri yakni putri Bre Wirabhumi) dan masih banyak raja namun masih sulit untuk diidentifikasi adanya nama – nama lain disamping sebutan oleh masyarakat yakni Brawijaya II, III, IV, dan V atau Pamungkas karena disamping itu pula masih ada raja – raja yang lain. Bahkan Solichin Salam dalam bukunya Sekitar Walisongo justru Brawijaya I adalah Prabhu Kartawijaya (1447 – 1451) yang telah tiga rezim setelah Hayamwuruk, bahkan ada pendapat lain yang beredar bahwa Brawijaya I adalah juga R. Wijaya sendiri. Mana yang benar ? mangga saja, karena sesuai tujuan semula renungan ini bukan mencari kebenaran sejarah(nya) melainkan apa yang mampu kita ambil tentang hikmah dan hakekat dari adanya daur ulang atau kemiripannya sajalah! semata – mata guna menangkap suara – suara alam saja dimana masyarakat mengenal tentang Prabhu Brawijaya sampai yang ke lima walau masih menurutnya sampai Brawijaya VII.
Dan uniknya dalam kajian ini justru menjadi sinkron adanya, yang diharapkan generasi kini dan mendatang mampu menyerap yang baik, dan tidak mengulangi sejarah kelam leluhurnya sendiri yakni sari pati dari "Jasmerah".
Nah akhirnya kita dingatkan sebagai bangsa Nusantara maka tak dapat lepas dari pemahaman holistik ini sebagimana ”jiwa Tantularisme : Tan hanna dharma mangrwa, tiada kebenaran (TUHAN) yang mendua”.
Oleh sebab itu Kebijaksanaan filsafati & pengetahuan ilmiah semestinya selalu berjalan bergandengan. Sepanjang mengenai tujuannya, tidak ada perbedaan antaraa ilmu dengan seni sarvashastra prayojanam tatwa darsanam. Tujuan utama dari setiap ilmu tak lebih dari pada pandangan mendalam terhadap kenyataan, pemahaman tentang hakekat dunia dan alam semesta. Itulah tujuan akhir dari semua shastra”.(Radhakrishnan, ”True Knowledge” 1978 :23 & ”Faith Renewed”, 1979 : 21-22).
Dalam ilmu filsafat membedakan tetang etika yang menjadi ukuran atas baik dan buruk, estetika tentang indah atau jelek sebaliknya logika membawa pemahaman tentang benar dan salah. Sedangkan hidup sendiri merupakan keseimbangan dari ke tiganya.
Oleh sebab itu sesuatu yang benar belum tentu indah demikian pula yang indah belum tentu baik sebaliknya yang baik belum tentu benar, dan seterusnya.
Pendek kata mitologi adalah hasil budi dayanya batin sementara tehnologi adakah merupakan hasil budi dayanya akal piker. Oleh sebab itu adi kodrati kita sebagai bangsa Indonesia, bangsa Nusantara tentunya berbeda dengan bangsa lain yang iklim dan tanahnya berbeda serta unsur alam & manusianya pun ikut menentukan.
SPGW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar