Rabu, 21 Juli 2010
Dari Kaca Negara melihat Indonesia IV.
Tak sedikitpun mengurangi rasa hormat kami terhadap mantan Presiden III Prof Dr. B.J. Habibie yang dikehendaki oleh alam sebagaimana mitologi Jawa yang dinyatakan sebagai ‘SATRIA JINUMPUT SUMELA ATUR”, yang sebelumnya “SATRIA KINUNJARA MURWA KUNCARA’ (BUNG KARNO) & SATRIA MUKTI WIBAWA KESAMPAR KESANDHUNG (PAK HARTO).
JASMERAH yang diwasiatkan oleh BK betapa benarnya. Tak usah jauh – jauh dan yang sangat sederhana saja bahwa betapun pinter dan hebatnya serta setinggi apapun pangkatnya mereka terlahir dari seorang IBU & BAPA. Ada yang dapat menafikannya ?.
Mengapa kita harus menghormati IBU, sampai sampai Nabi Muhammad menyebutnya 3X sementara sang ayah hanya sekali ? saat ditanya sahabatnya itu. Karena Ibu begitu mulya, agung dan penuh kasih sayang. Ibarat kasih sayang seorang ibu sepanjang jalan, kasih sayang seorang anak sepanjang galah. Maka IBU dipersonifikasikan menjadi surga dimana sorga itu berada ditelapak kaki IBU.
Ini alegoris yang harus jeli menterjemahkannya, karena kita memiliki ke dua IBU yang sama –sama menyayangi anak – anak yang disusuhinya yakni “IBU BIOLOGIS” dan IBU, kerata basanya = INGAT BHUMI! Sehingga akan bijak dan bajik manakala kita mau, tahu dan mampu mengambil hikmah apa yang tersirat dalam gerakan sujud ke bhumi itu?. Oleh budaya local maka ada kepercayaan IBU BHUMI BAPA KUASA (ANGKASA) sebagai Birokrat – NYA. Tanpa kedua IBU dan Kedua ayah, mustahil kita ini ada dan bisa hidup di alam ini. Maka ada sebutan lian yakni Ibu Batin Bapa Batin!
Dan maaf arti “ISLAM” itu simbulisme dari gerakan takbiratul Ihraam dalam shalat! ANGKAT TANGAN! Adalah tanda menyerah atau berserah bila K.O. disergap & disuruh oleh mungsuh ? lha apa lagi ini “tunduk & berserah diri sepenuhnya kepada GUSTI”, adalah PERINTAH SANG MAHA PENCIPTA!
Dan komunitas Jawa menyebut TUHAN atau ALLAH dengan sebutan GUSTI karena untuk dapat mengenal – memahani –NYA tak ada cara lain harus mengikuti sifatnya MAHA GUSTI yakni bagusing ati! Ibarat shalat kita membekas pada jidat kita karena terlalu lama sujudnya ke BHUMI tetapi tanpa memiliki “bagusing ati” mustahil mampu mengenalnya! Lha bagaimana kepada yang amat berjasa pada hidup kita saja tak pernah dihormatinya, diuwongke, dimahkluke GUSTIne! Dll.
Kita sering melupakan jasa keduanya bahkan bumi kita perah tanpa adab, tanpa sedikit pun memiliki rasa bahwa dia juga sebagai mahkluk – NYA, yang bertugas sebagai “SAKSI” dan pemberi seluruh kebutuhan umat manusia yang dijadikan kalifah NYA itu, untuk memakmurkan alam semesta raya ini.
Begitu tingginya IBU oleh moyang kita dinamakan “Mpu Super”, karena tidak seja menjadikan rumah tangga dan atau dunia ini indah tapi dia sekaligus mengandung dan melahirkan, merawat, membesarkan dan menjadikannya anak – anak yang berkepribadian. Karena perannya itulah sejatinya budaya itu yang mengembangkan juga seorang IBU. Maka disebut sebagai “PER – EMPU – AN”! Sedangkan sebagai seorang lelaki/suami urusannya mencarikan nafkah dan naifnya lagi masih sering ngrecoki isterinya berebut dengan oroknya sendiri! Soknya lagi “eek – pipis dan susu”, masih juga harus dikerjakan oleh sang isteri sendiri. Kemudian umat manusia diingatkan untuk mengikuti seseorang yang tiada berharap atas balasan sebagaimana QS : Yaasiin ayat 21 : ”Ikutilah orang yang tiada meminta balasan kepadamu & mereka adalah orang – orang (mahkluk– NYA) yang mendapat petunjuk”. Siapakah mereka ? Bila pak Ustadz bisa jadi kehujanan dan atau bannya kempes masih saja bisa mengeluh! Lalu siapa ? tak lain adalah Sang Ibu baik ibu kandung maupun Ibu Bhumi itu sendiri!.
Kita bisa jadi akan menjadi bijak dan bajik serta arif manakala saat sang isteri terlelap tidur dan sang suami masih terjaga, renungkan – rasakan – amati dari ujung kaki ke ujung kepala sang isteri, apa yang terjadi dalam benak dan hati sanubari kita ?. Bila belum mendapatkan sesuatu coba berfikir bagaimana kita ini bila menjadi seorang IBU/Isteri ? Bila justru kemudian pikiran liar mencakar – cakar agar menambah isteri dua, tiga dan empat ? wow ......................... ?
---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. PENTINGNYA MEMAHAMI SEJARAH
Dengan kelebihan – kelebihan Pak Habibie sebagai seorang tehnokrat ulung tingkat dunia, tentu dia akan sangat berguna dan berjasa manakala (waktu itu) tidak terprovokasi oleh gebyar & pesona kekuasaan (Wapres/Presiden). Dengan menyempurnakan rancang bangun pesawat terbang yang handal, nyaman, safe, efisien dan murah akan membawa Indonesia menjadi mercusuar dunia sekalipun seharusnya sebagai Negara maritime yang diutamakan adalah industry kelautan bukan kedirgantaraan.
Tapi alam berkehendak lain agar rakyat Indonesia mau belajar pada sejarah! Sebagai seorang tehnokrat nampaknya bidang sejarah tidak mampu membangkitkan minat Pak Habibie untuk melongok sejarah bangsanya sendiri. Hal ini terbukti dengan pernyataannya paska pengangkatan dirinya bahwa “Marhenisme itu adalah identik dengan komunis” sehingga menimbulkan protes keras dari anak – anak bangsanya.
Secara spiritual dan laku hidup Berpancasila, Penyerahan Kekuasaan (mandataris) dari Pak Harto ke Wakil Presiden pada 21 Mei 1998 adalah “tidak : benar, tepat dan bersih”. Mengapa ? Pak Harto menerima mandataris dari MPR seharusnya mandataris tersebut harus dikembalikan terlebih dahulu kepada sang pemberi (MPR), baru MPR menyerahkan ke Wakil Presiden atau kepada yang lain! Oleh sebab itu ternyata esensi “spiritualisme” yang terkandung di dalam PANCASILA tidak boleh dinafikannya!
Akibatnya telah 12 tahun reformasi berjalan justru bangsa dan Negara ini terseok – seok dan tercabik – cabik dalam ultra krisis dimensional yang begitu sulit untuk dienyahkannya dan kini berada pada titik nadir. Motto “INDONESIA BISA”, tidak cukup ampuh untuk mentransformasikan bangsa ini.
B. RAIBNYA BUMI TIMOR – TIMOR
Karena ketidak mengertiannya dan ketidak tegasannya, beliau terprovokasi oleh PM. Australia dalam rangka pemenuhan HAM dengan memberikan referendum kepada masyarakat Propinsi XVII Timor – Timur untuk memilih opsi “merdeka atau integrasi”. (Mungkin inilah yang dilambangkan dengan “SUMELA ATUR” dalam mitologi tersebut). Ternyata 78,5% memilih merdeka sehingga Bumi Timur Leste hilang dalam sekejab setelah belasan tahun Pak Harto berjuang keras untuk menyatukannya. Jasa Veteran Seroja dan nyawa ribuan prajurit kita seolah hilang tak ada bekasnya demikian pula anggaran triliunan rupiah mubazir dibuatnya. Dalam peringatan HUT Habibie Center, naifnya beliau menyatkan bahwa Timtim tidak pernah menjadi wilayah territorial NKRI. Benarkah ? Quovadis!
Kita lupa apakah opsi yang digagas Pak Habibie tersebut telah melalui sidang MPR dan dengan ketetapan MPR ?. Bila tanpa TAP MPR artinya telah terjadi pelanggaran konstitusi yang tentu ada sangsinya.
Semasa pemerintahan Prof Dr. BJ. Habibie yang begitu singkat (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999) demontrasi tercatat justru paling banyak dan peristiwa Semanggi I (13/11/98) & II (24/09/99) meletus, yang menewaskan 17 orang, hingga kini masih menyisakan persoalan HAM berat yang belum tuntas termasuk kasus Trisakti semasa Pak Harto.
Karena pembelokan sejarah, kata revolusi yang begitu membumi saat rezim Bung Karno, yang dinyatakan oleh Bung Karno bahwa revolusi kita belum selesai, itu dibenamkan dengan memberi konotasi yang salah dengan pemaknaan adanya perubahan yang berdarah – darah, maka mantram itu dianggap haram sehingga harus diperlembut dengan kata "reformasi total atau pari purna". Sudah terlalu lama masyarakat kita dipasung, dibodohkan, dipolitisasi, digiring oleh monopoli berbagai interpretasi Pancasila ala Soeharto dengan aparat P4nya sehingga , masyarakat menjadi sangat alergi sekali kepada istilah "revolusi", padahal revolusi itulah yang melahirkan republik kita. Revolusi didiskreditkan dengan chaos, anarkhi, kekerasan dan pertumpahan darah. Saya (Soebadio) tegaskan di sini : mengertilah tanda – tanda zaman!. Apa yang sedang terjadi sekarang pada hakekatnya adalah suatu "REVOLUSI" dengan istilah lembut "reformasi total" !. Yang digerakkan pemuda dan mahasiswa saat ini adalah revolusi moral dan budaya, damai tanpa kekerasan, yang resolute menolak kemunafikan dan rekayasa – rekayasa palsu yang sudah berjalan sekian lama. Alam dan zaman menghendaki pembaharuan semangat dan format system Orde Barunya Golkar secara total di segala bidang kehidupan masyarakat. Pihak – pihak yang mencoba mengkotak – katik, menghambat, memanipulasi, menvulgarkan gema luhur revolusi ini, adalah justru pihak yang menciptakan anarkhi dan kekerasan. Jangan dibolak –balik!" (Manifes Kedaulatan Rakyat, Soebadio Sastrosatomo,1998).
Nah dengan naiknya BJ. Habibie, karena dianggap masih mewakili statusquo maka para reformis tetap semakin lantang menyuarakan tuntutan yang sejak awal diperhalus dan dikenal dengan sebutan "tuntutan reformasi pari purna" yang berisi lima tuntutan pokok yakni :
1.Penurunan rezim Orde Baru (Orba).
2.Penghapusan Dwifungsi ABRI.
3.Pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
4.Penegakan Supremasi Hukum.
5.Perbaikan Perekonomian Rakyat.
Guna memenuhi tuntutan rakyat khususnya KKN, MPR telah mengeluarkan TAP No. XI/1998 tentang penuntasan KKN Pak Harto dan kroni – kroninya. Sedangkan untuk pergantian rezim maka digelarlah Pemilu pada 7 Juni 1999, yang diikuti oleh 48 partai politik dan amanat rakyat mempercayakan kepada Megawati sebagai Ketua Umum PDIP dengan kemenangan yang mencolok. Situasi panas masih saja mencekam karena ada kelompok pro statusquo, ada kelompok reformis serta ada kelompok petualang. Namun reformasi terjerembab pada sebuah "eforia dan kebablasan serta sesat jalan", karena para tokoh reformis asyik masyuk dengan ego dan agendanya masing – masing.
Sehingga Amin Rais yang didukung partai – partai yang berbasiskan Islam (PAN, PKS, PBB, PPP, PKB) dengan amat piawai memainkan strategi dengan mendeklarasikan adanya "Poros Tengah". Tentu saja dianggap yang paling fairness & honestly bagi mereka. Sebuah konspirasi menjegal Mega.
C. WILAYAH TERRITORIAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pada Sidang BPUKPI tanggal 10 Juli 1945 dalam rapat telah memutuskan bahwa bentuk Negara adalah Republik (55) yang memilih kerajaan (6) dan lain – lain (1) serta blanko (1).
Adapun batas – batas negara adalah : “Hindia Belanda ditambah dengan : Malaya, Borneo Utara, Timor – Timur, dan Papua seluruhnya dengan pulau – pulau di sekelilingnya”.
Keputusan tersebut dilaporkan kepada Gun Seiken Kaka (Kepala Pemerintahan Militer Jepang) pada 18 Juli 1945 dengan No. surat D.K/1/17.9.
Perlu diketahui bahwa wilayah territorial bagi Indonesia Merdeka adalah bekas wilayah kedaulatan kerajaan Majapahit bukan bekas wilayah pendudukan Pemerintahan Belanda. Ini yang sering tidak dipahami oleh kita semua. Hal ini dikuatkan lagi atas pertanyaan Laksamana A. L Jepang/Panglima Perang Wilayah Selatan yakni Terauchi, di Dalat dekat Saigon, Vietnam pada 11 Agustus 1945 kepada Bung Karno – Hatta bersama Dr. KRT. Rajiman Widiodiningrat. “Apakah kepulauan Salomon tidak termasuk yang disebut Indonesia itu ? “. Dijawab tegas oleh Bung Karno, “TIDAK”!.
Dalam buku Risalah Sidang BPUPKI tersebut hal. xxxix – xl tertulis : “ …… Dalam sidang pertama tanggal 18 Agustus 1945 ini Ketua PPKI Ir. Soekarno menyampaikan kepada sidang bahwa ia telah memberitahukan kepada Marsekal Terauchi bahwa wilayah Negara Indonesia adalah hanya bekas Hindia Belanda”.
Sidang pembaca hendaknya kritis atas ke dua pernyataan tersebut mana yang benar ? Dalam jenjang kepangkatan perwira tinggi di jajaran Angkatan Laut umumnya menggunakan sebutan Laksamana bukan Marsekal, karena ini digunakan khusus oleh Angkatan Udara. Bila apa yang tertulis, tersurat itu benar adanya, lalu mengapa Bung Karno mati – matian melakukan konfrontasi dengan Malaysia ? Harap dipahami bahwa Bung Karno demi melaksanakan mandat rakyat Indonesia tahun 1945 itu, menentang pembentukan Negara Malaysia dari kaum kolonialis asing (Inggris). Sebab yang hendak didirikan negeri Malaysia itu berada dalam wilayah Nusantara, wilayah Indonesia yang telah diproklamirkan oleh Dwitunggal Soekarno – Hatta tanggal 17 Agustus 1945.
Oleh sebab itu sebagai solusinya Indonesia mendukung terbentuknya “MAPHILINDO” (singkatan dari Malaya, Philipina dan Indonesia) dan wilayah itulah yang disebut INDONESIA dalam naskah Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Gagagasan tersebut bukan merupakan kesatuan pemerintahan melainkan masing – masing memiliki kedaulatannya hanya secara periodik akan diadakan pertemuan secara rutin untuk pemberdayaan Maphilindo.
Dan Bung Karno menyerahkan sepenuhnya tentang Malaysia kepada rakyat di Kalimantan Utara itu sendiri guna melaksanakan adanya referendum.
Bung Karno menyatakan : “Bahwa perjuangan kita menentang Malaysia adalah amanat dari pada Deklarasi Kemerdekaan kita itu, oleh karena Malaysia adalah satu British neocolonialist project”.
Nah pemutar - balikan fakta sejarah ini, nampaknya terlihat pula dalam buku "Soekarno Penyambung Lidah Rakyat", terjemahan dari buku Cindy Adams " Soekarno Authobiografy as told to Cindy Adams", ada sisipan pada halaman 341 dimana naskah aslinya tidak ada, yang bunyinya "Soekarno tidak memerlukan Hatta dan Syahrir bahkan peranan Hatta dalam sejarah tidak ada". Wajar saja kalimat ini yang disangkanya keluar dari mulud Bung Karno, membuat berang mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Syamsul Maariif. Kompas, 6 Juni 2007, hal. 6. Lalu siapakah yang mereka yasa itu ?
D. Rezim Wijayaparakramawardhhana Dyah Krtawijaya atau Prabhu Brawijaya II (1447 – 1451), Identik Dengan Ketua MPR Amien Rais (1999 – 2004) yang sama – sama hanya 5 tahun ?
Seiring perjalanan NKRI dimana Prof. Dr. Amien Rais sekalipun bukan sebagai Presiden karena dia selaku Ketua MPR, sebagai pimpinan Lembaga Tertinggi Negara yang memiliki kekuasaan luar biasa (termasuk mengkerdilkan fungsi MPR sendiri dan menghapus DPA) dengan mudahnya mendudukkan dan juga melengserkan Presiden, seperti nasib Gus Dur dan Mbak Mega. Ia seorang yang cerdik dan piawai melakonkan peran bahkan ada yang menjulukinya bagai "Sang Kancil". Dia piawai memanfaatkan momentum sehingga rezim Pak Harto pun merasa begitu gerah atas tindakannya.
Dalam rangka menjegal Mega dengan alasan tidak menang mutlak (mana mungkin bisa dari 48 parpol ?. jaman Pak Harto yang hanya 3 kontestan saja untuk memenangkannya harus dengan menghalalkan segala cara?). Isu gender, haram hukmnya wanita menjadi Presiden dilansir ke masjid – masjid. Masyarakat dianggap bodoh hanya demi kekuasaan agama dipolitisirnya! Bagaimana moyang kita para RATU di kerajaan Samudera Pasai (kerajaan Islam) dapat menjalankan tugasnya dengan bijak dan tegas, juga bagaimana Ratu Kalinyamat sekalipun ditinggal mati suaminya P Hardiri justru patriotismenya bangkit dengan mengusir penjajah Portugis yang berkedudukan di Malaya ?. Juga bagaimana Negara Islam Pakistan, Ny. Benasir Bhutto 2X menjadi PM tidak dipermasalahkan oleh para ulama di sana ?.
Karena adanya konspirasi mengantarkan GUS DUR yang sebelumnya mendukung Mega, tergiur pula dan menyalib ditikungan sehingga menjadi RI I. Akibatnya Bali dan Solo menjadi karang abang sehingga Ketua PKB Matori Abdul Jalil tanggap dan meminta Mega mau menjadi wakil presiden.
Poros tengah setelah tak berkutik menghadapi Gus Dur yang tidak dapat dijinakkannya bahkan mengatakan bahwa anggota DPR itu bagaikan TK, semakin membuat gondok mereka. Maka disusunlah impeachment atas kasus Bulog Gate dan Brunai Gate. Sekalipun oleh MA dinyatakan tak terbukti, dan pengangkatan Kapolri baru Jenderal (Pol). Chaeruddin Ismail serta Dekrit Gus Dur sama sekali tidak didukung ABRI (TNI) maka Amin Rais lebih sakti mahambara dengan segera menggelar Sidang Istimewa MPR dengan titahnya mencopot Gus Dur tidak lagi menjadi mandataris dan kekuasaan diberikan kepada Mega sebagai suksesor.
IRONIS, ISU HARAM sama sekali tidak membekas lagi! Itulah Politisasi Agama yang oleh alam diingatkan untuk dicatat oleh anak bangsa ini!
Maka bila dianalogikan dengan Brawijaya II, paska rezim Brawijaya I yang didahului oleh perang saudara, maka rezim berikutnya tidak mungkin bersih dari infiltrasi para kroni sehingga dalam pemerintahannya terdapat like & dislike antara elit kerajaan sehingga sangat membahayakan kelangsungan kerjaan. Begitu sulit menangkap sang musuh yang berada di dalam selimut itu.
Maka tampillah sosok "Topeng Reges", yakni seorang satria yang selalu bertopeng untuk mencari sumber & biang keonaran guna menegakkan keadilan & kebenaran layaknya satria baja hitam dengan menyembunyikan dirinya yang tak lain ia adalah Brawijaya II itu sendiri. Agar identitasnya tidak ketahuan oleh musuh – musuh dalam selimut.
Bukankah saat Gus Dur sebagai Presiden dan Amien Rais Ketua MPR juga muncul like & dislike sehingga menjadi wabah (pagebluk : JW) kegeraman ?. Pasukan Gus Dur sejuta orang yang mendeklarasikan “Pasukan Berani Mati” telah siap mengorbankan nyawanya, Pasuruhan dan daerah tapal kuda, pohon - pohon ditebangi sebagai protes tindakan sewenang – wenang lawan – lawan politik Gus Dur.
Semua saling menghujat, saling mencerca, termasuk para pirsawan TV, begitu melihat sebuah arogansi ikut pula geram. Perang mistis antar kekuatan supra natural tak dapat dielakkan, setidaknya perang doa antar kekuatan kyai & ulama. Banyak para kyai dan ulama yang tidak konsisten pada tuntutan dharma sucinya karena terperangkap dan terjerat oleh rayuan politik dan kekuasaan.
Sungguh suasana yang amat sangat mencekam kala itu namun kita sangat bersyukur karena potensi konflik tersebut tidak berlanjut menjadi perang saudara. Atau bisa jadi maaf beribu maaf Pak Amin bila beliau sendiri menggunakan strategi masker : "TOPENG REGES = TOPENG REFORMASI”?. Sulit dibuktikan namun dapat dirasakan dampaknya bagi kehidupan berbangsa & benergara yang beliau sendiri pernah mengakui lho kok jadi begini ?.
E. ALAM TERNYATA LEBIH PERKASA & ADIL
Baru selang sewindu ternyata alam telah menunjukkan belang dan peringatan PAN dan Poros Tengahnya. Apa buktinya ? Marilah kita sejenak kembali melihat alegoris PEMILU 2009.
Partai Amanat Nasional (PAN), dengan nomer urut 9, saat Pemilu 1999 di kala itu PAN diketuai oleh Amin Rais yang juga menjabat sebagai Ketua MPR, disamping penggagas Poros Tengah, MPR dibawahnya, telah pula tidak saja merestorasi secara besar – besaran UUD 1945, dengan membonsaikan MPR, dan melenyapkan DPA, akan tetapi telah membuat UUD baru yang ironisnya tetap berlabelkan 1945, yang esensinya merupakan pembodohan rakyat! Kesalahan lain, mereka mengingkari kelaziman bahwa calon presiden harus sehat jasmani & rohani. Untuk jabatan satpam saja harus jasmaninya sehat namun untuk presiden, mereka nafikan gara – gara ABM. Bangsa ini ditertawakan oleh dunia, sungguh ironis.
Maka bila kita harus merujuk kepada Al – Qor'an, kita dibuat takut oleh karena dalam QS : Surat ke 9, At – Taubah (Tobat) ayat 9, mengingatkan kita semua bahwa : "Telah mereka jual ayat – ayat Allah dengan harga yang rendah juga merintangi untuk mengikuti agama Allah. Sungguh buruk perbuatan yang mereka lakukan". Ditambahkan QS : 44 ayat 9 : "Tetapi mereka meragukan segala yang disebutkan itu (amanat rakyat yang diberikan kepada Mega/PDIP ?), dan menerimanya secara main – main (penuh rekayasa ?)". ! Mantan Ketua MPR, Amin Rais yang menerbitkan buku berjudul "Agenda Mendesak Bangsa - Selamatkan Indonesia", dalam acara bedah bukunya, di Jambi berujar bahwa : "Agar bangsa Indonesia jangan sampai terkena laknat Allah. Syukur – syukur jangan sampai terjadi karena ada juga benarnya kita seperti sudah kena kutukan alam. Sebab, bencana banjir, kekeringan, dan tanah longsor hampir terus terjadi dimana – mana di Indonesia".
PENUTUP
Kesadaran Pak Amin tersebut seyogyanya digali lebih dalam dan bertanya siapa yang harus bertanggung jawab? Suatu saat dengan semakin bertambahnya usia semoga dapat merasakan adanya hidayah & inayah - NYA. Karena ego kita, umumnya kalau baik adalah saya namun kalau buruk itulah kamu, kalau benar adalah aku, namun kalau salah itulah kamu!. Syukur Pak Amin berkenan mempelopori & merevitalisasi langkah Pemerintah yang pernah disuarakan oleh Menag Maftub Basyuni tentang seruan adanya “tobatan Nasuha” yang sejak 2 Maret 2007 tak terlaksana dengan optimal. Akan bijak bila berkenan mengkampanyekan tentang ”seruan tobatan nasuha”, tersebut yang hendaknya dilakukan oleh seluruh komponen bangsa dan secara terus menerus dengan dibarengi berhijrah diri dan memperbesar sodaqoh. Mungkin dengan cara itulah keperkasaan alam tidak semakin dipertontonkan kepada bangsa yang sudah tak lagi punya daya karena bencana demi bencana telah silih berganti menyambangi anak – anak negeri ini baik dari Sabang hingga Meraoke.
Akhirnya marilah berdoa semoga GUSTI berkenan mengampuni bangsa ini dan memberi kekuatan dan hidayah serta inayahNYA untuk melaksanakan amanat Proklamasi! Lebih dan kurangnya kami kembalikan kepada kewaskitaan dan gerak – sir para kadang pembaca sendiri.//Mohon maaf manakala ada yang merasa tersakiti oleh renungan ini ,
Jakarta, 3 Juli 2010
SPGW
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar