Kamis, 26 Agustus 2010

MENGINTIP SEMIOBUWNA LOKA GEMPA NAD & DIJ

Setelah peristiwa (umum menamakannya Langit Terbelah) “LANGIT KELABU” yang menyembul di atas Kota Jogyakarta pada 11 Juni 2010 menjelang mahrib tiba, ternyata Jogya kembali digoyang gempa pada 23 Agustus 2010 (13 Ramadan 1943 SJ) hari Senin Pon (hari pasaran lahirnya nabi Muhammad) jam 18.41 dengan posisi 8.03 LS dan 110.39 BT berkekuatan 5,0 SR. yang merusak bangunan Kencono, BangsaL Tepas Kawedanan Ageng Punokawan dan Bangsal Sarang Soyo, kraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Menyusul bangunan Traju Mas yang roboh pada gempa dahsyat 27 Mei 2006 lalu. Dan hanya 6 jam 1 menit sebelumnya Sinabang NAD gempa mendahuluinya dengan kekuatan 5,8 SR.

Seiring berbagai isu tentang keajaiban alam termasuk muncratnya puluhan meter luapan baru. Lapindo di salah satu rumah penduduk di Sidoarjo; adanya 8 kali ledakan di trotoar Jl. Raya Cikini (sehingga mengingatkan kejadian penggranatan terhadap diri Bung Karno di perguruan Cikini), juga adanya terror gas di Koja, Jakut yang merenggut 2 korban jiwa serta adanya panorama gletser darah yang muncul lagi di Mc. Murdo Dray Valleys di wilayah maha luas tanpa es di benua Antartika, di kutup selatan (yg disimpulkan sebagai pengoksidasian zat besi) dan hujan darah di India pada 23 Agustus 2010 serta runtuhnya gunung es di kutub utara; maraknya perampokan bersenjata dan centang perenang kasus tukar guling 3 pejabat negara dengan 7 orang maling ikan negeri Jiran, dan seribu satu lainnya.

Nah tentang gempa, ada kaitan apa yang kedua – duanya berstartus “ISTIMEWA”,!. Bila di NAD, yang bekas kerajaan Islam pertama di Nusantara yakni Samudera Pasai yang berdiri tahun 1297 M di pesisir Timur Laut Aceh, Lhokseumawe, rajanya bernama Merah Silu atau bergelar Sultan Al – Malik Ash Shaleh yang menikah dengan putri raja Perlak (Ferlec) kerajaan Islam di Sumatera bagian Utara. Itu tentulah erat kaitannya dengan “AGAMA ISLAM” sehingga disebut sebagai SERAMBI MEKAH”, sedangkan DIJ erat kaitannya dengan PUSAT BUDAYA – PUSAT PERADABAN BANGSA” yang kemudian sebagaian masyarakat berupaya keras menjadikannya sebagai ‘SERAMBI MADINAH yang praktis akan menggusur adat – istiadat, tradisi luhur, dari pusat peradaban bangsa tersebut sehingga semakin tercerabut lah akar – akar budaya bangsa ini. Pernah di kecamatan Dlingo, Bantul seorang camat melarang warganya melakukan acara adat “Bersih Desa” dll. Nah apakah masyarakat Jogya rela atas pergantian status dan perubahan tata nilai tersebut ?.

Nampaknya berbagai gempa di daerah tsb. bisa jadi semuanya memiliki pesan spiritual yang sarat dengan tanda tanya (?) bukan tanda ! (seru). Seperti konsistenkah – sudah benarkah – sudah tepatkah penghayatan atas kedua status tersebut yang satu membawa nama Islam & yang lain mengemban misi budaya/peradaban suatu bangsa ?.



BAGIAN I, MENGINTIP SEMIO BUWANA LOKA.

Ref. QS : Azzalzalah :

  • Ayat 2 dinyatakan : “Dan bila bumi itu telah memuntahkan segala isi perutnya”.
  • Ayat 3 berikutnya menyatakan : “Manusia bertanya – tanya ‘apa yang terjadi dengan bumi ini ?”,
  • Ayat 4nya menyatakan : “Ketika itulah bumi menceritakan kabar beritanya.


A. SUATU MISTERI PERGOLAKAN ALAM

1. ERAT KAITANNYA DENGAN PERAYAAN UMAT CHRISTIANI

Semenjak bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada hariMinggu pagi 26 Desember 2004 yang masih dalam suasana peringatan Hari Natal, ternyata setelah diamati selama enam tahun berturut – turut setiap datang peringatan hari besar keagamaan kaum Kristiani senantiasa diikuti oleh bencana alam dahsyat. Sebagai bahan renungan – kajian dan penghayatan pertobatan yang sungguh – sungguh (tobatan nasuha) berikut fakta – peristiwa alam dan non alam yang terjadi antara lain seperti :

  1. 28 Maret 2005, hari Minggu Pon, Selang dua hari peringatan wafatnya Isa Almasih terjadi gempa bumi di Nias dengan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit.
  2. 27 Mei 2006, hari Saptu Wage, selang dua hari peringatan Kebangkitan Yesus Kristus di Daerah Istimewa Jogyakarta dan Jawa Tengah, gempa bumi memporak perandakan Jogya dan Jawa Tengah dan menewaskan ribuan jiwa manusia.
  3. Dan selang empat hari Paskah Agung terebut pada 29 Mei 2006, luapan Lumpur panas Lapindo pun memuntahkan segala isi perut bumi yang hingga kini masih saja terus kurda dan tragisnya korban Lumpur pun menjadi bulan – bulanan yang tak tahu nasibnya lagi. MA telah menjatuhkan amar putusannya bahwa luapan lumpur tersebut bukan karena human eror melainkan merupakan bencana alam. Nah pertimbangannya apa ? sedangkan pakar di bidangnya Dr. Rubiyanto dari ITB tidak pernah sekalipun didengar pendapatnya ?
  4. 7 April 2007, keesokan harinya, Saptu Wage setelah peringatan Paskah Agung terjadi gempa bumi di Manggarai Barat sehari dua kali berkekuatan 5.2SR. DIJ, kembali diserang angin puting beliung di desa Wonokromo, Plered, Bantul. Kereta Api Tawang Jaya jurusan Semarang – Jakarta terguling di Tegal, menewaskan 2 orang. Dan pada hari berikutnya Minggu Kliwon, 8 April 2007 DIJ puting beliung masih menghantam Prambanan. DKI jalan – jalan raya kebanjiran dan pohon – pohon besar bertumbangan.
  5. 18 Mei 2007, sehari setelah kebangkitan Yesus Kristus, kejadian misterius yakni gelombang raksasa menyerbu sepanjang pantai NAD hingga NTB yang tanpa penyebab sama sekali dan anehnya penanda peringatan dini yang telah dipasang, sama sekali tidak berfungsi. Dan bila disimak kalender Saka Jawa, adalah 1 Jumadilawal 1940 persis setahunnya gempa bumi Jateng & DIJ yang kita namakan “Sijumlunga” secara harfiah singkatan dari (tanggal) Siji Jumadilawal Telu Sanga (1 Jumadilawal 1939SJ). Aneh alam pun memeperingati kejadian setahun yang lalu. Secara filosofis, mungkin bermakna si jumbuhing lahir & batin, warangka manjing curiga – curiga manjing warangka, manuggaling kawula lan gustine atau mikrokosmos dengan makrokosmos, in sensu stricto – in sensu abstracto itu telah raib dari kehidupan kita sehari – hari.

Dan saat peringatan setahun penanggalan Masehi atas peristiwa tersebut, 27 Mei 2007, lagi – lagi saat Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin sedang berpidato, gempa Jogya kembali menggoyangnya. Ada apa gerangan ini ?

  1. Masih diulang lagi 26 Desember 2007, sehari paska peringatan Natal, Karang Anyar, Jawa Tengah prahara tanah longsor dan masih diikuti oleh bedahnya tanggul Bengawan Solo sehingga beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur bahkan termasuk Ngawi dan Ponorogo bagai samudera raya. Semuanya telah menewaskan lebih dari 69 orang.
  2. 17 Mei 2008, Kamis Pahing, saat memperingati Kebangkitan Yesus Kristus terjadi berbagai kecelakaan moda transportasi. Honda Jazz terjun bebas dari ITC Permata Hijau, sekeluarga suami isteri dan putraya menjadi korban. Sebuah truk tercebur di pelabuhan Merak, Banten. Juga kecelakaan di jalan tol Jakarta – Bandung. Gelombang besar menghantam pesisir DIJ dan pada 18 Mei 2007, Jumat Pon, meluas dari Aceh sampai ke Nusa Tenggara Barat. Konon ketinggian terbesar sampai 15M terjadi di DIJ. Juga kebakaran pasar di Boyolali dan Samarinda.
  3. 26 Desember 2008, sehari setelah Peringatan Natal, Gunung Semeru kembali memuntahkan debu.
  4. 27 Maret 2009, empat tahun persis peristiwa gempa dahsyat di Nias 28 Maret 2005 masih dalam peringatan wafatnya Isa Alamasih, tiba – tiba “Situ Gintung pun jebol” dan memakan korban jiwa setidaknya 100 orang belum lagi 70an yang belum diketemukannya. Harta benda & nyawa tak dapat terselamatkannya, karena kejadiannya masih pagi buta.

Dalam keyakinan umat Christiani, Yesus Kristus adalah Sang Juru Selamat, bisa jadi semua tadi memiliki pesan spiritual agar bangsa dan Negara ini seharusnya segera diselamatkannya dari jurang kehancuran. Sebagai bangsa yang (dulunya) ramah & religius serta berperiadaban yang tinggi, nampaknya itu tinggalah sejarah belaka. Benar pula pendapat Yasraf Amir Piliang, bahwa kita telah berada pada suatu keadaaan “ketiada pastian moral” (indenterminancy of morale), pada satu garis abu – abu moral, atau pada satu titik ambiguitas moral.



2. PATRON ANGKA 11 (WAFATNYA NABI MUHAMMAD, DAN 22, TURUNNYA WAHYU)’

Hampir peristiwa besar negeri ini maupun global nyaris menyiratkan angka 11 yakni menunjukkan yahun wafatnya nabi Muhammad SAW pada tahun 11 Hijriah dan 22 lambang turunnya wahyu yang beliau terima selama 22 tahun 2 bulan & 22 hari. Contoh sebagian kecil saja yakni antara lain seperti :

  1. Tsunamai di NAD : 26 (8) Desember (12 = 3). 8 + 3 = 11
  2. GEMPA 10 NOVEMBER 2009 JAM 09:48 WIB 6 SR (HARI PAHLAWAN)Bumi Serambi Mekkah kembali diguncang gempa pada Selasa (10/11) pukul 09.48 WIB. Gempa berkekuatan 6 Skala Richter (SR). Note : WAKTU : 10 NOV. 2009 = 10 + 11 + 11 = 32 = (5). JAM : 09.48 = 9+ 4 + 8 = 21 (3). Posisi : 7.91 LU - 9.48 BT = 7 + 9+ 1 + 9 + 4 + 8 = 37 = 11 = (2) Kedalaman : 10 Km di bawah permukaan laut = (1) Jadi = 5 + 3 + 2 + 1 = 11
  3. GEMPA: 07 APRIL 2010 JAM 05.25 Gempa berkekuatan sekitar 7,2 SR mengguncang provinsi Nanggroe Aceh Darusaalam. Gempa yang berpusat di 75 km Tenggara Sinabang atau 85 Km Barat Laut Singkilbaru, NAD. Gempa juga terasa di Kota Medan. Di Banda Aceh, Nias, Sibolga dan beberapa daerah lainnya goyangan juga terasa. Note : 7 April = 7 + 4 = 11.
  4. GEMPA NAD (23 Agustus 2010) jam 12:42 berkekuatan 5.8 SR = 12.42 (3 + 6 = 9) dan 5.8 ( 5 + 8 = 13). Jadi = 9 + 13 = 22
  5. GEMPA JOGYA (23 Agustus 2010) posisi 8.03 LS = 8 + 3 = 11
  6. Langit terbelah di Jogyakarta tanggal 11 (Juni) yang tak perlu dirangkainya lagi.
  7. Meteor jatuh di Jakarta pada 11 Maret 2009. Kembali angka = 11 dstnya.

BAGIAN II. MISTERI SIJUMLUNGA & GEMPA NAD

A.MAKNA BAGI MASYARAKAT DIJ

Kita dibuat terbelalak dan tersentak oleh fenomena Mbah Maridjan, Sang juru kunci Gunung Merapi, yang merupakan ikon kebangkitan kearifan budaya lokal. Setelah pimpinan dan sebagian besar masyarakat DIJ/Jateng merubah adat dan tradisi menghormati sesama mahkluk Tuhan dengan berbagai macam ritual seperti bersih desa, sedekah bumi, sedekah laut, memboyong Dewi Sri dan labuhan serta semacamnya yang dianggap kontra produktif, tidak Islami, musrik dan sebagainya. Akibatnya human being - menjadi manusia yang kehilangan : rasa pangrasa, kasih sayang, tali – kasih, silaturahim, penghargaan terhadap jasa sesama mahkluk Tuhan. Kering rohani sampai – sampai kasih sayang terhadap sanak saudara sendiri bahkan antar anak dan orang tua pun sering raib dari kehidupan kita sehari – hari.

Mengapa Mbah Maridjan yang nota bene abdi dalem kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Ngb. Suraksa Hargo, naik daun dan menjadi ikon ? Karena “ketulusannya bersahabat dengan alam khususnya Gunung Mrapi”. Dia tidak peduli kata orang dicap sebagai orang musrik – sirik dan sok, ia bergeming, ia abaikan semua suara sumbang itu karena begitu eratnya hubungan batin dengan bumi yang dipijaknya yang terpenting dengan cara memayu hayuning bawana atas doa dan laku mampu mendayai masyarakat Merapi dan Jogya yang terancam letusan gunung yang sedang kurda dan mengamuk. Dan sekalipun setelah dia mashyur – terkenal, dia (masih) terpedaya dengan gemerlapnya dunia media layar kaca yang mengantarkan menjadi selebritis iklan Extra JOOS ! , toh hasilnya dia manfaatkan demi kemajuan lingkungannya dan bahkan disumbangkannya ke berbagai daerah untuk pembangunan masjid dan lain – lain. Bandingkan dengan diri kita yang hanya dapat menghujat dan atau memberinya stigma miring dan merendahkan daya upayanya? Ironis, untuk menjaga keselamatan kita sendiri dan keluarga saja belum tentu kita bisa ? Apa lagi memberi manfaat kepada orang lain ?. Nah Mbah Maridjan dengan keluguannya, kepolosannya, ketulusannya dan loyalitasnya pada junjungannya (HB IX) dan alam serta dengan segala kekurangannya telah mampu mendayai dan memberikan sumbangsih terhadap keselamatan sesama dan lingkungannya. Dan di Nusantara ini masih ada Mbah Marijan – Maridjan lain sungguhpun tidak sepopuler dengannya. Akankah tetap kita kucilkan dan cela dharma bhaktinya itu ?

Maka tidaklah berlebihan bila Jogya yang pernah menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia, menjadi Daerah Istimewa karena kesejarahannya dan juga tak ketinggalan karena harta benda dan tahta NDIS. Sri Sultan Hamengku Buwono IX telah dipersembahkan bagi rakyat Indonesia (maka amat tepat autobiografinya diberi judul “Tahta Untuk Rakyat”). Apa lagi ketauladanannya dimana beliau tidaklah silau dengan jabatan sehingga saat daya dan upayanya untuk rakyat dirasa tidak lagi optimal secara politis dan spiritual beliau lebih senang mengundurkan diri dari jabatan “Wakil Presiden” Republik Indonesia pada 1978. Sehingga memungkinkan Ketua MPR Adam Malik menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Di Republik ini hanya punya dua ikon yakni Bung Hatta dan Sultan IX sendiri sehingga sampai akhir hayat tiada terdapat isu negative atas dirinya.

Sayangnya Keistimewaan DIY agak terabaikan setelah NAD diberikan suatu previlage amat istimewa (dari sisi nama saja sudah menunjukkan negara “Nanggroe” yakni Negara dalam negara belum lagi dengan PIAGAM JAKARTAnya), dibandingkan provinsi manapun, sehingga bangsa ini tersentak saat NDIS Hamengku Buwano X, mengumumkan bahwa beliau tidak lagi bersedia dijadikan gubernur pada 2008 sehingga Presiden terpaksa mengeluarkan Kepres mengenai perpanjangan masa jabatan Gubernur Sri Sultan HB X dan ironisnya RUUK DIJ hingga kini tak tau rimbanya. Quovadis. Apakah menunggu masyarakat Jogya dan Pemilik bumi Cendrawasih mengikuti langkah GAM agar mendapat tanah gratisan dan previlage yang luar biasa?. Jangan lah seglugit pinara sasra cara itu dimilikinya.

Banyak kawula Jogya yang mencintai HB X maka sangat menyayangkan kiprah Sri Sultan HB X, setelah pembatalannya mengikuti konvensi Golkar namun kemudian terprovokasi untuk menjadi Capres Indepencence yang akhirnya terpental dari orbit politik nasional karena kurang jelinya memetakan politik pertahanan, namun justru kini ikut atif dalam ormas “NASDEM” yang sejatinya beliau mampu memberikan andil yang lebih besar dengan berbagai kemampuan yang beliau miliki dengan cara beliau sendiri.

Sebagian kaum spiritualis berpendapat hendaknya apa yang telah beliau lakukan dengan puasa sebulan menyongsong datangnya era reformasi sehingga Jogya kembali menjadi barometer perjuangan dan pembaharu hendaknya kini semakin inten dilakukannya seperti yang dicontohkan PM. Gajah Mada, sehingga dalam keadaan keos bisa jadi alam akan meminjam jiwa raganya untuk menjaga kelestarian dan mempberdayakan NPKRI yang sudah bersendyakala ini. Provokasi dari inner cycle jangan lagi diperturutkannya. Alegoris robohnya Traju Mas dan rusaknya beberapa bangunan pada Senin Pon 23 Agustus lalu hendaknya menyadarkan atas “struggle revitalization” yang tantangannya semakin berat itu. Semoga beliau berkenan mendengarkan suara – suara gita alam.



B. MAKNA BAGI MASYARAKAT NAD.

Ada yang menggelitik, mengapa setelah Propinsi Aceh memperoleh previlage yang luar biasa dengan mengaplikasikan syareat Islam justru tsunami dan gempa bertubi – tubi menghantam NAD ?. Dengan Otonomi Khusus; sungguh menyedihkan sebagai Negara Kesatuan telah terdegradasi menjadi negara federalisme. NAD dengan UU No. 11/2006. DPRA telah merumuskan Qanum diantaranya adanya hukum rajam, dilempari batu hingga mati bagi orang yang kedapatan berzinah. Sungguhpun Gubernur Irwandi Yusuf menolak menandatanganinya, toh Bupati Aceh Barat, Ramli MS telah mengeluarkan peraturan yang melarang perempuan memakai celana panjang, dan akan mengerahkan polisi syariah (Wilayatul Hisbah) guna mengawasi di wilayah itu. Larangan toko – toko menjual jean & celana panjang pun diberlakukan. Dan bisa jadi oleh Depdagri qanun ini tidak dianulirnya, seperti kecenderungan menduanya sikap Pemerintah yang dilakukan selama ini.

Bagi GAM tentu tidaklah mengikat atas perjuangan para pendahulunya yang ikut membidani NPKRI sehingga masyarakat Aceh mampu menyumbangkan sebuah pesawat terbang ‘SEULAWAH” bagi pemerintah pusat yang hanya bermodalkan bendera Merah Putih dan semangat patriotisme itu saja dan didera rongrongan penjajah Belanda dan anak – anak bangsanya sendiri.

Bisa jadi bagi (istilah sekarang) rakyat NAD dianggapnya suatu kemenangan dengan diberlakukannya syareat Islam tsb. Sedangkan bila berkenan menggunakan barometer “rasa ing pangrasa” hal tersebut dicapai dengan nawaitu memisahkan diri dengan NPKRI sehingga muncullah GAM. Apapaun alasannya jelas ini mengkhianati komitmen para pendahulunya yang sepakat di dalam Sumpah Pemuda dan diaktualisasikan Ke dalam “PROKLAMASI” yang berdasarkan PANCASILA itu. Secara etimologis, Gerakan Aceh Merdeka adalah bentuk pengkhianatan terhadap NPKRI yang artinya musuh Negara. Memang hal tsb. sebagai bentuk atas kebijakan Pemerintah Pusat yang A – Pancasila dengan DOM yang memakan korban begitu banyak sebaliknya aparat ABRI (TNI) pun banyak pulayang menjadi martir. Namun anehnya oleh elit penyelenggara Negara justru persoalan intern dalam negeri diselesaikan dengan campur tangan internasional. Dengan internasionalisasi GAM, ia berada di atas angin. Sehingga agreement GAM dengan NPKRI ditandatangani di Helksinki pada 15 Agustus 2006. Alur piker yang bisa dikatakan “part pro toto – totem pro parte”, bagaimana mungkin “Pemberontak sama kedudukannya dengan NPKRI” ?. Dan karena ini adalah suatu perjanjian maka istilah itu tetaplah akan abadi. (Hal ini identik dengan ke tiga aparatur Negara yang sedang bertugas menangkap pencuri ikan di wilayah NPKRI namun justru ditangkap oleh polisi Malay dan akhirnya terjadilah barter antara pejabat Negara dengan pencuri ikan).

Langkah jitu (dan benar maksudnya) yang diambil MJK & atau SBY, namun tidaklah bijak dan bajik serta arif itu manakala kelak para elit NAD melanjutkan misi terselubungnya ingin merdeka maka anak – cucu akan menuntut para promotor perundingan tsb. Kita doakan semoga itu tidak terjadi dan memang nasi telah menjadi bubur, let bygone be bygone.

Nah dengan kepelopran NAD pemilik otonomi khusus yang mempelopori penggunaan syareat Islam akhirnya memberi cakrawala & inspirasi bagi propinsi – kabupaten – kota untuk ikut latah mengaplikasikan syareat Islam yang hingga kini tak kurang dari 6 propinsi, 38 kabupaten dan 12 kota. Juga di bumi Manukwari pun ikut langkahnya dengan “Syareat Kota Injili”. Negara Kesatuan telah terkoyak – koyak dengan ego para elit penguasa. Sedangkan Bung Karno telah mewasiatkannya : dalam pidatonya pada 17 Agustus 1957 “Amanat Pancasila”, beliau telah mensinyalir : “…… Aku sentrisme menonjolkan diri di segala lapangan. Dulu jiwa dihikmati oleh tekad ‘aku buat kita semua’, sekarang …’aku buat aku’. Aku buat aku! Aku, Aku, dalam arti perseorangan; aku golongan; aku partai; aku suku; aku daerah; aku ini menonjol – nonjol. Aku ini minta kedudukan, Aku ini minta penghargaan. Aku ini minta sekian kursi dalam parlemen, Aku ini minta pelayanan istimewa, Aku ini minta sebagian besar dari per – uangan Negara, Aku ini minta otonomi , status yang lebih tinggi”.QUOVADIS!

C. SERAMBI MEKAH & SERAMBI MEDINAH.

Sebagai Serambi Mekah yang disandangnya begitu lama bisa jadi kahir – akhir ini praktek keberagamaan di sana sekalipun mengetrapkan syareat Islam bisa jadi banyak penyimpangan dari kaidah Islami. Kita dibuat terhenyak saat polisi syareat menangkap sejoli yang sedang pacaran justru ceweknya diperkosanya sendiri oleh beberapa polisi yang menangkapnya.

Sebaliknya Jogya yang dijadikan ‘SERAMBI MADINAH”, bisa jadi tidak dipahami oleh masyarakat Jogya bahwa efek dari upaya tersebut otomatis akan melenyapkan pusat budaya, pusat peradaban yang dibingkai oleh bhinneka tunggal ika, e paribus unum, unity in flurifate, in sensu abstracto – in sensu stricto, jumbuhing kawula lawan Gustine!

Bisa jadi elit Muhammadiyah khususnya dan NU pada umumnya tidak merasa kecolongan termasuk SBY yang memiliki Majelis Dzikir yang cabang – cabangnya hamper di seluruh provinsi itu bahwa pengaruh Islam transnasional telah menggurita pada ke dua institusi tersebut termasuk pada legislative, eksekutif dan yudikatif.

JOGYA SEBAGAI SERAMBI MADINAH, secara spiritual nampaknya sudah terwujud seiring adanya muktamar Muhammadiyah bulan lalu yang diresmikan oleh bp SBY saat beliau melakukan umrah di kota Madinah. Mengapa SBY tidak memberikan mandate kepada Wapres Budiono sehingga tidak mengganggu ibadah beliau ? Dan juga elit Muhammadiyah mengapa seolah bila tidak dibuka oleh Presiden dirasanya kurang afdol ?.

Sedangkan upaya kedua institusi keagamaan tsb. cukup menggembirakan dengan terbitnya buku yang berjudul “Ilusi Negara Islam ekspansi gerakan islam transnasional di Indonesia”. Untuk menangkal maraknya paham Islam transnasional yang mengusung kekerasan – anarksime dalam memperjuangkan cita – citanya itu. Dan kedua institusi tsb. juga menempatkan mantan – mantan pentholan BIN dalam jajaran DPPnya agar mampu membendung infiltrasi paham disharmoni tsb., tapi toh bobol juga dan itu pun belumlah cukup guna menghadapi kepiawaian mereka.

KESIMPULAN

Bila tahun lalu khususnya bulan Ramadan yg jatuh pada 22 Agustus 2009 dan lebaran, 1 Syawal pada 19 September 2009. Rentang 11 hari dari awal puasa terjadi “GEMPA TASIK” pada 2 Sept. 2009 dan 11 hari paska puasa terjadi pula “GEMPA PADANG” pada 30 Sept. 2009. Sebelumnya pada 11 Maret 2009 terjadi meteor jatuh yg sempat diabadikan oleh Endang Setyowati. Dan pada 11 Maret 2010 banyaknya kebakaran di Jakarta dll.

Kemudian Hari kebenaran (kata kesaktian mengandung makna ada pecundangnya) Pancasila 1 Oktober 2009, giliran Jambi yang digoyang gempa. Nah Ketiga peristiwa tersebut otomatis merubah wajah NPKRI dengan adanya peristiwa G30 S (yang PKInya tidak boleh dikorup oleh kejagung) dan Supersemar tersebut.

Nah pada Ramadan ini (2010) Jogya sebagai pusat budaya, yang (konon) tak lagi nguri – uri budaya yang telah diwariskan ratusan tahun silam dan NAD sebagai Serambi Mekah yang pada hari Senin Pon (kembali lagi naptunya 11) ke dua daerah istimewa tersebut digoyang gempa. Maka masih digenapi dengan simbulisme tahun Saka Jawa maupun Masehi dengan mencakranya seperti :

  1. 1. Surya sengkala, tahun 2007 “Ngulama Sirna Ilang ing Panembah“, (yang angka tahunnya harus dibaca terbalik) yakni “Ngulama (7) Sirna (0)Ilang (0) ing Panembah (2) = 2007. Bila para ulama dan atau para rohaniawan saja tak terikat lagi pada panembah, yang telah kehilangan kebaktiannya terhadap Sang Khaliq, bagaimana dengan para nadliyin atau jemaahnya ? Kemudian bagaimana nasib bangsa & negaranya ini kelak di tengah era jahiliah modern, era kali yuga atau jaman besi, jaman kegelapan, jaman kabut dan atau jaman kala bendu ini ?
  2. 2. Kemudian pada 2008 surya sengkalanya dapat dicandra sebagai “Kumara nir ilang ing panembah”. Nampaknya ini memperkuat para penjaga moral bangsa (para kyai, ulama dan atau rohaniawan) yang telah melalaikan pengabdiannya kepada Sang Kaliq karena tidak saja secara badani melainkan secara jiwani yakni “Sang Kumara atau Ruh pun tak lagi terikat oleh panembah kepada Tuhan Seru Sekalian Alam. TUHAN adalah Maha RUH, maka hanya dapat didekati dengan Ruh pula atau insun”.
  3. Pada angka tahun tertinggi yakni “2009” kembali menyiratkan surya sengkalayang ditandai dengan sengkalan Marga Ilang Sirnaning Panembah”.Setelah secara badani dan ruhani tak lagi terikat pada Tuhan Seru Sekalian Alam maka kini jalannya (marga) pun sudah tiada yang merupakan akumulasi atas hegomoni ”3T” tahta, harta dan wanita sebagaimana dinyatakan dalam ramalan RNg. Ronggo Warsito tersebut di atas.
  4. 4. Tahun 2010 M, surya sengkala berbunyi : ”Niring jalma ilanging panembah”.(Nyaris tiada lagi manusia yang melakukan panembah).

Dari surya sengkala tersebut saja sungguh amat sangat mengkhawatirkannya setidaknya jalan manembah pun sudah tertutup maka ruh dan jasmani tak lagi memiliki kebutuhan manembah sehingga dikatakan manungsa (manunggaling rasa) itu telah tiada kecuali hanya raga – raga tanpa jiwa tanpa nurani alias mayat – mayat hidup sahaja.

Tentang kearifan budaya lokal, seiring adanya leadership PM.Gajah Mada, Bung Karno sebagai Penggali PANCASILA juga mengingatkan : “Inilah nilai – nilai kesatriaan, nenek moyang kita, sementara kita masih dalam sikon yang mawas diri, ada baiknya kita janganlah terpengaruh dengan kebudayaan asing, yang berbau Eropa, Arab, Amerika, Jepang, India dan Israel. Kendatipun agamanya/ajarannya kita anut. Tetaplah kita harus melestarikan kebudayaan Nenek Moyang. Sebab kebudayaan adalah mencerminkan KEPRIBADIAN SUATU BANGSA. Kita adalah bangsa yang besar, tetapi untuk memelihara sesuatu nilai kebesaran tidak tumbuh seperti jamur, nilai yang BESAR haruslah kita gali, kita perjuangkan sampai menjadi akar dan watak yang hidup dalam diri kita”.


Oleh karena itu ‘GEMPA DAHSYAT JOGYA PADA 27 MEI 2006 = 1 JUMADILAWAL 19(39) SJ dapat disingkat “SIJUMLUNGA” yang memilki makna harfiah “SIJI JUMADILAWAL (TAHUN) TELU SANGA” dan makana filosofis “SIJUMBUHING KAWULA LAN GUSTINE WIS LUNGA”, yakni lahir dan batin sudah raib yang tersisa hanyalah insane - insane munafikun saja, bagaimana pejabat Negara (Jagung – Kapolri) dinilai oleh masyarakat telah melakukan kebohongan public atas kaset rekaman percakapan antara Ari Muladi dengan Adi Raharja seiring adanya kriminalisasi pimpinan KPK dan elit – elit para penyelenggara Negara lainnya. Cara fikir yang komprehensif – menyeluruh, yang tersurat dengan yang tersirat, makrokosmos – mikrokosmos, insensu abstracto – in sensu stricto sudah tak ada lagi, akal piker dijadikan senjata satu – satunya yang tak perlu diolah dan diseleksi dulu oleh kebijaksanaan qalbunya, sehingga outputnya jauh dari wise & wisdom.

Kemudian tergenapi dengan alegoris Lumpur panas : “LAPINDO” yang memiliki makna ‘LAKU – LAMPAH BANGSA & NEGARA PROKLAMASI KESATUANREPUBLIK INDONESIA INI TELAH DIPENUHI DENGAN LUMPUR DOSA”.

Nah dengan kejadian itu semua, TUHAN SERU SEKALIAN ALAM secara spiritual Yang Maha Rahman & Maha Rahim tentu tidaklah murka melainkan Birokratnya yakni Bumi & Langit yang tidak menerimakannya, karena mereka menjadi saksi atas diberkati dan dirahmatinya Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan PANCASILA itu yang dianugerahkan 65 tahun yang lalu di bulan Ramadan yang penuh berkah itu. Identik apa yang sering dinyatakan masyarakat Jawa yang sedang didzolimi sering berujar “YA WIS TAK TERIMAAKE NING SING MOMONG AWAKKU SING NGGAK NRIMAAKE”! (QS : Ath – Thariq ayat 4).

Surveyor Geologi AS (USGS) yang menyatakan : "Sudah ada bencana alam yang paling bersejarah di dunia tercatat & terjadi dicincin api. Setelah tsunami di NAD pada 26 Desember 2004. Sedang ditunggu satu bencana bersejarah lagi setelah empat bencana tedahulu yakni Letusan dahsyat gunung Krakatau, pada 27 Agustus 1883, Letusan gunung St. Hellens di negara bagian Washington, AS, pada 18 Mei 1980, gempa di Chilie, pada 22 Mei 1960 & letusan gunung Pinatubo di Philipina, pada 12 Juni 1991. Tanggal kejadiannya & lokasinya tidaklah diketahui namun pasti terjadi.

Kesadaran masyarakat Bali nampaknya perlu dicontoh karena upaya pemulyaan alam – memayu hayuning bawana setiap hari secara bergilir warga masyarakat mengadakan acara ritual ”Sedekah Bumi”, dengan harapan Bumi Pertiwa berkenan menahan amarahnya dan atau berkenan mengurangi ekses negatif. Karena bila patahan dan pergeseran gempa yang dari timur (Meraoke) ke arah barat sementara yang dari barat (Sabang) ke timur dikawatirkan gunung – gunung pada batuk dan yang mengerikan manakala Gunung Krakatau pun ikut kurda bisa jadi Benua Atlantis yang telah diketemukan ini akan hilang lagi setelah banyak gunung api bawah laut ditemukan baik di sebelah barat Bengkulu dan di perairan Sangihe Talaut itu..

Bangsa ini tidak perlu pesimis karena berbagai potensi ada di bumi pertiwi ini hanya saja harus ada kemauan yang ekstra keras dengan persatuan dan kesatuan bangsa demi melaksanakan amanat Proklmasi apa lagi telah dijanjikan – NYA :”Dimana ada kesulitan di situ ada kelapangan” (QS : Al Insyirah ayat 5. Ayat 4 nya : “Dan KAMI angkat keharuman namamu”. Asalkan bangsa & Negara ini mau return to nature, return to spiritual value dan atau return to Pancasila, karena QS ;: Al – Fajr ayat 28 : “Kembalilah kepada TUHAN – mu dengan senang dan disenangi”. Mampukah?.

Maka untuk memberdayakan anugerah itu Bung Karno menyatakanbahwa: “Revolusi adalah perjuangan : QS : Ar Ra’d ayat 11 : Inallaha la yu ghoyiru ma bikaumin, hatta yu ghoyiru ma biamfusihim”.

Firman TUHAN itulah gitaku : TUHAN tidak merubah nasib sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnya sendiri”. (Pidatonya pada 17/08/63, "GESURI" di Istana Gelora Bung Karno).

Akhirnya nyumanggaaken para kadang sidang pembaca yang wicaksana berbudi bawa laksana//jenang sela wader kalen sesonderan apuranta yen wonten lepat kawula. SASTRO (HAR)JENDRO HAYUNINGRAT PENGRUWATING DIYU DIYU”! JAYA – JAYA – JAYA WIJAYANTI TETEP JAYA NGADEPI BEBAYA DENGAN RASA ELING & WASPADA SERTA BERSERAH DIRI SECARA TOTAL KEHARIBAAN SANG KHALIQ. Rahayu widada mulya! Jaya//salam.Pemulung


· · Bagikan
    • Bani Efendi
      wiyosan Bani Senen Pon [11] di[baca satu-satu ] , catatan sepuh ing nguni 11 = bermula lahir merga wong pada lali jalaran kasengsem pikantuk kamardikan.
      semua angka yang merujuk 11 pada perhelatan alam adalah pembenaran bahwa menungsa lali karo sing gawe uripe ,prilaku egois
      semakin menyata ketika walaupun berkumpul bersama dihadapan tuhannya tetep saja tidak bisa menyingkirkan sikap egoisnya.
      Adalah wajar jika alam akhirnya ikut egois jadilah seri atau satu-satu [ egois manusia - egois alam ] hasilnya ......semio buwana loka.
      Dan Revolusi Spiritual adalah ketetapan yang pasti terjadi ..sebelum berubah wujud menjadi Revolusi Sosial & Ideologi....//
      4 jam yang lalu · · 1 orang ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar